Arah Kebijakan Pembangunan Pulau Enggano

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 15 Agustus 2016
Kategori: Opini
Dibaca: 85.422 Kali

elmy yasinta bappenasoleh Elmy Yasinta Ciptadi *)

Profil Wilayah

Pulau Enggano merupakan salah satu wilayah kecamatan di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Letaknya yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia menjadikan Pulau Enggano sebagai salah satu dari Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) yang memiliki nilai strategis yang tinggi yaitu sebagai titik dasar dan garis pangkal Kepulauan Indonesia dalam penetapan wilayah Perairan Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan Landas Kontinen Indonesia.

Pulau Enggano juga memiliki berbagai potensi ekonomi yang dapat dikembangkan seperti pariwisata, perikanan, dan pertanian. Kegiatan pariwisata yang dapat dikembangkan seperti wisata mangrove seluas ±1.414,78 Ha, minawisata, wisata selam dengan luas terumbu karang ±5.097 Ha, dan keindahan pantai dan padang lamun seluas ±103,73 Ha. Sementara, untuk potensi di bidang perikanan perairan di Pulau Enggano menghasilkan sumber daya perikanan yang cukup melimpah. Berbagai jenis ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, crustachea, ikan demersal, ikan karang, teripang dan kerang-kerangan hidup di perairan Pulau Enggano. Adapun untuk bidang pertanian Pulau Enggano memiliki komoditas unggulan yaitu cokelat dan pisang (Sumber: Paparan Bupati Kabupaten Bengkulu Utara, 2016).

Tantangan Pembangunan
Pulau Enggano tidak termasuk ke dalam tipologi daerah tertinggal. Namun, hingga saat ini masih terdapat tiga desa yang pembangunannya belum optimal, yaitu Desa Banjar Sari, Desa Meok, dan Desa Kaana (Indeks Pembangunan Desa, 2014). Berikut merupakan gambaran tantangan pembangunan di masing-masing desa tersebut:

  • Desa Banjar Sari merupakan desa tertinggal dengan IPD Tahun 2014 sebesar (43,93). Tantangan terbesar yaitu pada aspek infrastruktur (12,63) dan aspek pelayanan umum (43,51). Masyarakat Desa Banjar Sari tidak dapat mengakses fasilitas pelayanan pendidikan dan kesehatan seperti TK, SMP, SMA, rumah sakit bersalin, dan apotek. Adapun fasilitas penunjang aktivitas ekonomi seperti pasar, penginapan, rumah makan dan bank juga tidak tersedia. Sementara untuk kondisi penerangan utama desa, ketersediaan bahan bakar, sumber air bersih, prasarana sanitasi lingkungan, ketersediaan fasilitas komunikasi seluler, jaringan internet, dan fasilitas olahraga kondisinya pun terbatas.
  • Desa Meok merupakan desa tertinggal dengan IPD Tahun 2014 sebesar (43,10). Tantangan terbesar pembangunan di Desa Meok yaitu pada aspek pelayanan dasar (26,17) dan aspek infrastruktur (35,16). Masyarakat di Desa Meok mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas pendidikan maupun pelayanan kesehatan seperti TK, SMP, SMA, rumah sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik, dokter, bidan, poskesdes dan apotek. Adapun toko, pasar, rumah makan, penginapan, dan bank yang tidak tersedia di Desa Meok. Ketersediaan bahan bakar untuk memasak, prasarana sanitasi lingkungan, jaringan internet dan fasilitas olah raga juga sangat terbatas. Dari sisi penyediaan sarana transportasi, Desa Meok merupakan desa yang tidak dilintasi angkutan umum.
  • Desa Kaana merupakan desa tertinggal dengan IPD Tahun 2014 sebesar (43,57). Tantangan pembangunan di Desa Kaana meliputi aspek pelayanan dasar (28,16), aspek infrastruktur (32,55) dan aspek pelayanan umum (49,65). Tidak adanya TK, SMP, SMA, rumah sakit, rumah sakit bersalin, puskesmas, poliklinik, dokter, bidan dan apotek sehingga menyulitkan masyakat mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan. Di Desa Kaana fasilitas seperti toko, pasar, rumah makan, penginapan, dan bank tidak tersedia sehingga menyulitkan aktivitas perekonomian masyarakat. Adapun untuk bahan bakar untuk memasak, prasarana sanitasi lingkungan, jaringan internet  dan fasilitas olah raga kondisinya juga masih harus ditingkatkan. Desa Kaana juga merupakan desa yang tidak dilintasi oleh angkutan umum.

Ketiga desa merupakan desa yang tidak memiliki sumber penerimaan desa, baik yang berasal dari Pendapatan Asli Desa, Alokasi Dana Desa, maupun Dana Bagi Hasil/Hibah/Bantuan, sehingga hal tersebut mempengaruhi terhambatnya pembangunan di ketiga desa.

Adapun secara umum, tantangan pembangunan di Pulau Enggano yaitu: 1) belum ditetapkannya Pulau Enggano sebagai kawasan perbatasan negara tahun 2015-2019, mengingat Pulau Enggano tidak berbatasan langsung dengan negara lain melainkan berbatasan dengan laut lepas; 2) potensi pariwisata yang belum terkelola dengan baik, padahal Pulau Enggano memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik berupa ekosistem hutan maupun pesisir; 3) distribusi listrik, air bersih, dan bahan bakar yang masih terbatas, sehingga menghambat aktivitas perekonomian masyarakat; 4) Pulau Enggano merupakan pulau terluar dan salah satu kecamatan dari Kabupaten Bengkulu Utara yang berlokasi di daratan Sumatera; 5) konektivitas antar desa di dalam Pulau Enggano masih sangat kurang, termasuk konektivitas dari Pulau Enggano ke daratan Sumatera atau ibu kota Kabupaten Bengkulu Utara; 6) Pulau Enggano memiliki beberapa desa dengan tipologi desa tertinggal, meskipun untuk Kabupaten Bengkulu Utara bukan merupakan daerah tertinggal; 7) pelayanan dasar di beberapa desa di Pulau Enggano yang belum tersedia; dan 8) adanya potensi ancaman bencana berupa bencana tsunami, gempa bumi, abrasi/gelombang pasang dan cuaca ekstrem.

Arah Kebijakan
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, Pulau Enggano merupakan salah satu dari 92 pulau-pulau kecil terluar yang ditetapkan dalam Perpres tersebut. Pembangunan di Pulau Enggano sebagai pulau-pulau kecil terluar dilakukan dengan prinsip Wawasan Nusantara, Berkelanjutan, dan Berbasis Masyarakat yang bertujuan untuk: (1) menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas kawasan; (2) memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan; serta (3) memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.

Sejalan dengan hal di atas, amanat Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2015-2019 guna mewujudkan keamanan dan pertahanan di Pulau Enggano akan ditempatkannya personil TNI untuk mencegah gangguan keamanan dan pelanggaran hukum yang mengancam kedaulatan negara. Sedangkan untuk mewujudkan pemanfaatan SDA yang berkelanjutan, Pulau Enggano menjadi salah satu lokasi prioritas kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK untuk mendukung keberlanjutan dan kemanfaatan sumber daya hayati. Pulau Enggano terpilih karena dianggap sebagai kandidat jalur pelayaran internasional yang tingkat endemisitasnya tinggi. Selain itu, Pulau Enggano juga merupakan salah satu pulau terluar sehingga terbatasnya pengawasan sering mengancam keanekaragaman hayati. Dalam hal ini akan dilakukan kegiatan eksplorasi di Pulau Enggano sebagai upaya untuk mengkaji kondisi kelestarian keanekaragaman hayati di pulau tersebut.

Adapun dukungan program pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat terdapat dua kegiatan strategis jangka menengah tahun 2015-2019 yang akan dilaksanakan di Pulau Enggano, yaitu Pembangunan Bandara Enggano dan Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Enggano. Keduanya merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan konektivitas sehingga kegiatan perekonomian masyarakat dapat berkembang.

perpres peta

Sumber: Perpres No. 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017, 2016

Arah pembangunan di Pulau Enggano juga tercantum di dalam Perpres No. 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017, Pulau Enggano bersama-sama dengan Sabang, Kepulauan Anambas, Berau/Buton Selatan, dan Alor ditetapkan sebagai salah satu dari lima lokasi indikatif Pembangunan Pulau-pulau Kecil Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (PSKPT) Tahun 2017.

Berdasarkan Permen KP No. 48 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Pulau-Pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan, program PSKPT bertujuan untuk memperkuat sektor hulu dan hilir serta kelembagaan penggerak usaha kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan. Program PSKPT meliputi:
(1) penataan kawasan SKPT melalui penyusunan rencana zonasi;
(2) penyusunan rencana induk (masterplan), dan penyusunan rencana bisnis (bussiness plan);
(3) pemberian bantuan dan revitalisasi sarana dan prasarana produksi bidang kelautan dan perikanan;
(4) pemberian bantuan permodalan usaha bidang kelautan dan perikanan;
(5) penguatan kelembagaan usaha kelautan dan perikanan melalui pengembangan sistem bisnis kelautan dan perikanan, koordinasi lintas kementerian/lembaga, pembinaan, pendampingan, dan kemitraan;
(6) penyediaan fasilitas, sarana, dan prasarana untuk menunjang bisnis kelautan dan perikanan;
(7) penguatan daya saing melalui peningkatan nilai tambah dan pemasaran produk hasil kelautan dan perikanan;
(8) pengembangan techno park melalui penguatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pengolahan hasil perikanan dan jasa kelautan;
(9) pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan;
(10) mengembangkan sistem perkarantinaan ikan, pengendalian mutu, keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan; (11) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan;
(12) pengelolaan kawasan konservasi perairan dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya ikan untuk mendukung bisnis kelautan dan perikanan serta wisata bahari; dan
(13) peningkatan pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Program PSKPT ini sejalan dengan salah satu misi dalam Nawa Cita, yaitu pembangunan dari wilayah pinggiran untuk memperkuat daerah, wilayah terpencil dan perdesaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penutup
Upaya pembangunan Pulau Enggano sebagai salah satu Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) Indonesia bertujuan untuk menjawab berbagai tantangan pembangunan di wilayah tersebut, yaitu upaya mewujudkan pertahanan dan keamanan, pemanfaatan SDA yang berkelanjutan, juga peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mengingat tantangan pembangunan Pulau Enggano yang bersifat lintas sektor, keberhasilan pembangunan di Pulau Enggano memerlukan kerjasama, dukungan, dan sinergi dari semua pemangku kepentingan, baik pemerintah (pusat dan daerah) maupun non pemerintah.

*) Staf di Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas

Opini Terbaru