Beri Waktu Hingga Juli, Presiden Jokowi Minta Mendagri Hapus 3000 Perda Bermasalah

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 24 Mei 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 30.147 Kali
Presiden Jokowi membuka Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan, di UMY Yogyakarta, Senin (23/5) siang. (Foto: Rahmad/Humas)

Presiden Jokowi membuka Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan, di UMY Yogyakarta, Senin (23/5) siang. (Foto: Humas/Rahmat)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) agar selambat-lambatnya Juli mendatang bisa menghapus 3.000 Peraturan Daerah (Perda) bermasalah.

“Tidak usah pakai dikaji, tidak usah karena tahun lalu saya suruh mengkaji, satu bulannya dapat 7. Kalau 3.000 butuh berapa tahun kita habis waktu kita? Sudah enggak usah pakai kaji-kajian langsung dihapuskan,” kata Presiden Jokowi pada pembukaan Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kabupaten Bantul, DIY, Senin (23/5) kemarin.

Menurut Presiden, kita sekarang mempunyai 42 ribu aturan regulasi, baik yang ada di Undang-Undang, di Peraturan Presiden (Perpres), di Peraturan Pemerintah (PP), di Peraturan Menteri (Permen), dan juga di Perda.

Yang harus kita perbuat saat ini dengan persoalan-persoalan seperti ini, lanjut Presiden, adalah berpikir sederhana. “Seperti inilah yang harus kita potong secepat-cepatnya. Dipotong, dibuang, disederhanakan sehingga semuanya menjadi cepat karena kita berkompetisi, kita bersaing dengan negara-negara yang lain yang mempunyai kecepatan yang sudah mendahului kita,” tutur Presiden seraya menekankan, kalau kita ingin mendahului, maka hal seperti ini yang harus diperhatikan.

Terhadap 42.000 peraturan itu, Presiden minta juga lihat-lihat. Ia menegaskan, kalau kira-kira menambah ruwet, menambah panjang, merepotkan, menambah panjang masalah, agar dipilih dihapus, dipilih dihapus.

“Kalau undang-undang dikumpulkan semuanya lalu direvisi, tidak menerbitkan undang-undang yang baru tapi ini direvisi sehingga mempercepat laju pembangunan kita,” terang Presiden Jokowi.

Tiga Hal

Dalam acara yang diikuti sekitar 500 peserta itu, Presiden Jokowi mengemukakan, ada tiga hal yang harus dilakukan kalau kita ingin mengejar negara lain. Yang pertama, mempercepat pembangunan infrastruktur. Yang kedua deregulasi besar-besaran, dan pembangunan sumberdaya manusia. “Fokus konsentrasi ada di sana,” tuturnya.

Presiden juga menekankan, untuk maju dan menjadi bangsa pemenang kita perlu bersatu. Ia menegaskan, persatuan Indonesia adalah modal sosial kita untuk membawa kapal besar ini memenangkan kompetisi, memenangkan persaingan.

“Jangan mau kita di adu domba, jangan mau kita dipecah-belah untuk kepentingan yang sempit, untuk kepentingan yang sebetulnya tidak produktif bangsa kita,” tegas Presiden Jokowi.

Menurut Presiden, musuh kita jelas kemiskinan dan keterbelakangan, ketertinggalan, dan kita sekarang ini pada posisi bersaing, berkompetisi dengan bangsa-bangsa yang lain. Untuk meraih kemajuan itu, Presiden mengajak semua komponen bangsa bersatu untuk bangkit menjadi bangsa pemenang.

Sebelumnya Presiden Jokowi juga menyinggung mengenai daya saing kita. Ia menyebutkan, di ASEAN saja Indonesia berada pada posisi yang nomor 4 di bawah Singapura, di bawah Malaysia, di bawah Thailand, posisinya nomor 4 dan nomor 37 secara global.

Kemudian kalau dilihat dalam kemudahan berusaha atau ease of doing business, lanjut Presiden, kita nomor 109 dari kurang lebih 180 negara. Nomor 109, sebelumnya kita nomor 120. Singapura nomor 1, Malaysia nomor 18, Thailand nomor 49, Vietnam nomor 90, Brunei Darussalam nomor 84. “Kalah semua kita dengan mereka,” ujarnya.

Apa yang menjadi persoalan dengan kita? Menurut Presiden, karena kita tidak berani melakukan perombakan besar-besaran di jajaran pemerintahan. Kita tidak berani melakukan perubahan aturan-aturan di dalam regulasi-regulasi yang ada.

Tampak hadir dalam acara tersebut antara lain Menko PMK Puan Maharani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X, dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. (RAH/BIS/ES) 

Berita Terbaru