Bertemu di Delhi, Presiden Jokowi dan PM Vietnam Bahas Masalah ZEE dan Ekspor Otomotif

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 26 Januari 2018
Kategori: Berita
Dibaca: 15.601 Kali
Presiden Jokowi dan PM Vietnam Nguy?n Xuân Phúc melakukan pertemuan bilateral, di Hotel Taj Diplomatic Enclave, New Delhi, India, Jumat (26/1) pagi waktu setempat. (Foto: Setpres)

Presiden Jokowi dan PM Vietnam Nguy?n Xuân Phúc melakukan pertemuan bilateral, di Hotel Taj Diplomatic Enclave, New Delhi, India, Jumat (26/1) pagi waktu setempat. (Foto: Setpres)

Di sela-sela kesibukannya menghadiri KTT ASEAN-India, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri(PM)  Vietnam, Nguy?n Xuân Phúc, di Hotel Taj Diplomatic Enclave, New Delhi, India, Jumat (26/1) pagi waktu setempat.

Menurut Presiden, ada dua hal pokok yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut, yaitu masalah negosiasi delimitasi zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan kebijakan Vietnam dalam mengatur standar dan persyaratan kendaraan yang diimpor ke negara tersebut.

Terkait ZEE, Presiden Jokowi kembali menekankan pentingnya mempercepat penyelesaian negosiasi delimitasi. Presiden berharap pembahasan tersebut dapat menciptakan stabilitas di kawasan perairan kedua negara seperti mencegah terjadinya insiden atau ketegangan di perairan.

“Dalam hal ini saya menyambut baik dicapainya kesepakatan awal bersama terkait area delimitasi ZEE bulan November lalu. Saya meminta agar tim perunding kedua negara dapat segera mencapai pemahaman bersama mengenai delimitasi potensial batas ZEE,” kata Presiden Jokowi sebagaimana siaran pers yang dikirimkan oleh Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden (Setpres)
Bey Machmudin, siang ini.

Presiden juga berharap, perundingan mengenai ZEE juga dapat diiringi dengan kerja sama di bidang penanganan terorisme dan maritim yang lebih luas.

Sektor Otomotif

Sementara itu, fokus kedua yang coba diangkat oleh Presiden ialah mengenai kebijakan di sektor otomotif yang diberlakukan Vietnam. Kebijakan itu mengatur standar dan persyaratan kendaraan yang diimpor ke negara tersebut.

Presiden menyampaikan bahwa untuk dapat memenuhi kebijakan yang berlaku mulai Januari 2018 itu dibutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar. Presiden menyatakan kekhawatirannya apabila kebijakan itu berimplikasi pada terganggunya kerja sama perdagangan kedua negara yang meningkat selama tiga tahun terakhir.

“Saya melihat kebijakan tersebut dapat berimplikasi negatif bagi ekspor Indonesia ke pasar Vietnam, khususnya untuk produk kendaraan utuh (completely build-up) dan kendaraan terurai (completely knock-down),” ucap Presiden.

Untuk itu, Presiden Joko Widodo meminta kepada Perdana Menteri Vietnam untuk memberikan kesempatan bagi Indonesia dalam mempelajari lebih rinci aturan dan kebijakan tersebut.

“Saya mengharapkan pemerintah Vietnam dapat memberi kesempatan bagi Indonesia untuk mempelajari kebijakan ini, mempertimbangkan perbedaan standar dan peraturan antarnegara, serta memberikan masa transisi bagi negara pengekspor,” ujarnya.

Presiden Jokowi juga mendorong agar enam kesepakatan di bidang pendidikan, hukum, utilisasi gas di wilayah perbatasan landas kontinen, pembangunan pedesaan, penguatan kerja sama keamanan laut, dan suplai batu bara yang ditandatangani tahun lalu dapat terus diimplementasikan.

Setelah pertemuan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa kedua negara telah membahas masalah delimitasi ZEE. “Kita telah mengadakan perundingan sebanyak 10 kali, ada progres tapi kita harus dorong progresnya,” kata Retno.

Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi dan PM Nguy?n langsung menginstruksikan jajarannya untuk mempercepat penyelesaian ZEE.

Turut mendampingi Presiden dalam pertemuan tersebut, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki. (BPMI Setpres/ES)

Berita Terbaru