Membangkitkan Kejayaan Ekonomi Kelautan Indonesia

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 November 2014
Kategori: Opini
Dibaca: 156.539 Kali

Kapal LautOleh: Eddy Cahyono, Staf Sekretariat Kabinet

Kejayaan ekonomi kelautan Indonesia secara historis telah diakui dunia pada  era keemasannya sebagai negara maritim, yang sangat berpengaruh signifikan terhadap konstelasi perkembangan ekonomi dunia. Tercatat Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, dan sejumlah Kesultanan Islam di berbagai belahan nusantara, pernah menjadi negara maritim yang disegani melalui aktivitas ekonomi pelayaran dan perdagangan internasional, dengan wilayah kekuasaan membentang mulai dari Campa (India),  Siam (Thailand), hingga sebagian Tiongkok.

Kejayaan kerajaan maritim tersebut ditandai dengan pengembangan jaringan perdagangan dan pelayaran ke berbagai negara, sebagai indikasi berkembangnya semangat dan visi  kemaritiman, untuk mencapai kejayaan dan kemakmuran ekonomi.

Sejarah mencatat, kejayaan dan kemakmuran ekonomi tersebut dicapai dengan menitikberatkan pembangunan dan kekuatan di lautan, dengan keyakinan yang tinggi  bahwa laut merupakan salah satu sumber kehidupan yang utama.

Menjadikan ekonomi kelautan sebagai prime mover pembangunan ekonomi Indonesia pada masa kini bukanlah tanpa alasan, dengan gugusan 17.000 pulau lebih dan hamparan lautan yang sekitar dua kali lebih luas dari daratan, ekonomi kelautan Indonesia memiliki potensi yang sangat dahsyat untuk  ditranformasikan menjadi nilai tambah ekonomi.

Potensi ekonomi kelautan tersebut tersebar pada wilayah laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km persegi dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2.  Selain itu, Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, dengan total panjang 81.000 km. Secara geografis Indonesia sangat diuntungkan karena terletak di antara dua Samudera Pasifik dan Hindia, dan diapit oleh dua benua Asia dan Australia.

Fakta geografis ini otomatis menjadikan Indonesia sebagai lalu lintas laut dan udara internasional. Arus perdagangan yang menggunakan moda transportasi laut dan udara dari Australia ke Asia dan Eropa pasti melewati wilayah Indonesia.
Sebagai konsekuensi letak geografis yang menguntungkan tersebut, Indonesia memiliki tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang menjadi sea lanes bagi arus pelayaran internasional yang melewati wilayah perairan Indonesia. Selain itu dari 39 selat yang tersebar di wilayah perairan Indonesia 4 di antaranya merupakan choke point (dari 9 choke point di dunia).

Besarnya potensi ekonomi kelautan dan letak geografis  yang sangat menguntungkan tersebut seyogyanya dapat menjadi modal dasar dalam membangun shared vision dari seluruh pemangku kepentingan, untuk menjadikan pengembangan ekonomi kelautan Indonesia  sebagai paradigma utama mempercepat terwujudnya kemandirian ekonomi ekonomi nasional.

Poros Maritim

Visi Presiden Jokowi dalam mempercepat terwujudnya kemandirian dalam bidang ekonomi,  dengan memprioritaskan bergeraknya  sektor-sektor strategis ekonomi domestik,  patut diapresiasi dan didukung penuh oleh pelaku  ekonomi. Bergeraknya sektor-sektor strategis ekonomi domestik diharapkan dapat berkonstribusi menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,  dalam upaya terus meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Menjadikan sektor strategis domestik, diantaranya pengembangan ekonomi kelautan sebagai prime mover pembangunan ekonomi,  sejatinya merupakan strategi mendasar  dalam mengoptimalkan nilai tambah ekonomi dari potensi besar yang kita dimiliki. Pengembangan ekonomi kelautan dengan “menguasai laut” diarahkan pada upaya mengedepankan pembangunan ekonomi berbasis  sumber daya kelautan (ocean based resource).

Mengoptimalkan nilai tambah ekonomi sumber daya kelautan yang ada diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia,  dengan didukung oleh pilar-pilar ekonomi berbasis daratan (land based economy).

Aktivitas ekonomi  di pesisir, laut, dan lautan sebagai ekonomi kelautan (ocean economy), perlu terus dioptimalkan nilai tambah ekonominya, antara lain dengan fokus pada  sektor  perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri kelautan/ maritim, transportasi laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan.

Pengembangan sektor tersebut sangat diperlukan  mengingat besarnya potensi ekonomi maritim yang kita miliki, diperkirakan minimal sebesar 171 miliar dollar AS per tahun (Dekin, 2013),  namun ironisnya potensi tersebut ibarat “raksasa yang sedang tidur” belum dimanfaatkan secara optimal  nilai tambah ekonominya dalam pembangunan nasional.

Potensi kekayaan pesisir dan laut juga belum menjadi basis ekonomi bagi pembangunan nasional, ditandai masih relatif belum berkembangnya kontribusi ekonomi bidang kelautan dalam produk domestik bruto (PDB) nasional.

Hingga  kini kontribusi seluruh sektor kelautan terhadap PDB hanya sekitar 20%. Padahal negara-negara dengan potensi kekayaan laut yang lebih kecil ketimbang Indonesia, seperti Islandia, Norwegia, Jepang, Korea Selatan, Thailand dan Tiongkok,  kontribusi bidang kelautannya rata-rata sudah di atas 30% PDB.

Pengalaman berharga negara Republik Rakyat Tiongkok dalam memacu pertumbuhan ekonomi setidaknya dapat dijadikan pelajaran berharga tentunya dengan modifikasi sesuai dengan kondisi sosial ekonomi Indonesia.

Ekonomi kelautan menjadi salah satu pilar kemajuan ekonomi Tiongkok, sejak awal diberlakukannya sistem ekonomi pasar dan modernisasi China oleh Presiden Deng Xiaoping pada 1979, orientasi pembangunan kelautan menjadi platform pembangunan Negeri Tirai Bambu tersebut.

Pembangunan infrastruktur, industrialisasi, dan kawasan ekonomi khusus secara masif dan kolosal diawali dari wilayah pesisir, mulai pantai selatan seperti Kota Shenzhen dan Guangzhou hingga pantai utara seperti Shanghai dan Dalian.

Pelabuhan laut kelas dunia, industri galangan kapal, elektronik, automotif, IT, perikanan tangkap, budi daya laut, bioteknologi kelautan, dan beragam industri lainnya dibangun di sepanjang wilayah pesisir.  Setelah itu,baru dibangun wilayah-wilayah darat di bagian hulu (upland areas) sesuai dengan potensi lokalnya.

Lalu, antara wilayah hulu, pesisir, dan lautan dihubungkan dengan infrastruktur dan sarana perhubungan (darat, laut, dan udara) yang sangat memadai dengan kualitas internasional.  Strategi pembangunan wilayah semacam “membakar obat nyamuk” (berawal dari penggir/ laut menuju tengah/darat) inilah yang membuat ekonomi China sangat efisien dan kompetitif (Zhu Rongji,2006).

Kita patut bersyukur pengembangan ekonomi kelautan Indonesia menjadi salah satu strategi mendasar yang diperjuangkan oleh Presiden Jokowi, sekaligus menandakan  momentum  bangkitnya  ekonomi kelautan Indonesia.

Sebagai negara maritim, samudra, laut, selat dan teluk sejatinya adalah masa depan peradaban, bila dapat ditransformasikan menjadi nilai tambah ekonomi yang perlu pula ditopang oleh kebijakan pembangunan berbasis kelautan.

Momentum kebangkitan ekonomi kelautan Indonesia yang ditandai dengan perubahan paradigma (paradigm shift) pembangunan nasional, dari land-based development menjadi ocean-based development, seyogyanya lebih memacu berbagai produk kebijakan publik, infrastruktur, dan sumberdaya finansial  yang  terintegrasi menunjang pembangunan kelautan yang digagas.

Melalui reorientasi pembangunan dari basis daratan ke lautan, maka pelabuhan, armada pelayaran (transportasi laut) akan lebih maju dan efisien, yang selanjutnya akan membuat semua produk dari ekonomi daratan (pertanian tanaman pangan, hortikultur, perkebunan, kehutanan, peternakan, bahan tambang dan mineral, dan manufaktur) akan lebih berdaya saing, karena biaya logsitik akan lebih murah dan pergerakan barang bakal lebih cepat.

Disamping itu dengan memacu percepatan pengembangan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, membangun tol laut, pelabuhan laut dalam (deep seaport), logistik, industri perkapalan, diyakini akan mengurangi inefesiensi ekonomi nasional dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri.

Konektivitas maritim juga akan memberikan jaminan kesatuan ekonomi dan menekan disparitas harga serta  kesenjangan ekonomi antar wilayah, serta meningkatkan daya saing produk-produk domestik, yang diikuti dengan berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru .

Kita tentunya berharap langkah strategis yang telah digagas dalam mempercepat terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim seyogyanya dapat terus diikuti dengan  memperkuat dan mengembangkan aktivitas kelembagaan    R & D, peningkatan kapasitas (capacity building) bagi SDM kelautan,  dan yang tak kalah penting adalah pengembangan iklim investasi yang kondusif bagi investor kelautan diberbagai wilayah Indonesia.

Dengan pengembangan ekonomi kelautan yang didukung percepatan terwujudnya poros maritim,  diharapkan akan menjadikan Indonesia tidak hanya menjadi pasar semata, namun menjadi bagian penting dari rantai produksi regional dan global (regional and global production chain) sehingga  dapat meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia.

Semoga.

Opini Terbaru