Menlu Retno: Arahan Presiden Agar Perundingan Batas RI-Malaysia Segera Capai Kemajuan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 11 Agustus 2017
Kategori: Berita
Dibaca: 17.757 Kali
Presiden Jokowi menerima Menlu Malaysia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/8). (Foto: Humas/Jay)

Presiden Jokowi menerima kunjungan kehormatan Menlu Malaysia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/8). (Foto: Humas/Jay)

“Tadi kami melaporkan hasil dari pertemuan Joint Commission on Bilateral Coperation (JCBC) yang dilakukan pada tingkat Menlu. Ini merupakan pertemuan yang ke-15,” tutur Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi usai mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima kunjungan kehormatan Menteri Luar Malaysia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/8).

Presiden Jokowi, menurut Retno, juga memberikan arahan pokok bahwa semua yang sudah disepakati dalam pertemuan JCBC harus segera diimplementasikan.

Berapa isu tadi yang dilaporkan dan juga di-highlight oleh Bapak Presiden, menurut Retno pertama mengenai masalah perlindungan WNI.

“Presiden menyampaikan perlindungan WNI ini adalah prioritas bagi Indonesia. Oleh karena itu, jika asa masalah, kita bicara, kita selesaikan bersama,” ujar Retno.

Yang kedua, lanjut Retno, mengenai masalah batas wilayah. Ia menambahkan batas darat yang paling panjang dimiliki adalah dengan Malaysia, batas laut juga begitu.

“Oleh karena itu, Presiden menyampaikan agar dilakukan intensifikasi negosiasi sehingga masalahnya bisa selesai. Karena kalau masalah batas ini tidak selesai kemungkinan dapat memicu munculnya insiden. Ini sudah kita lakukan,” tutur Menlu.

Untuk batas laut, tambah Menlu, dari 2015 sampai 2017, kedua negara sudah melakukan pertemuan 9 kali untuk batas laut, baik pada tingkat utusan khusus maupun pada tingkat teknis. Ia menambahkan bahwa hal ini akan diintensifikasi lagi, tim teknis untuk batas maritim akan bertemu lagi pada bulan November.

“Yang ketiga adalah kolaborasi kita, sinergi kita dalam konteks kelapa sawit. Malaysia dan Indonesia merupakan 2 negara produsen terbesar kelapa sawit. Kita berkolaborasi melalui Council for Palm Oil Producing Country,” papar Retno.

Dengan sinergi dua negara produsen kelapa sawit yang besar, lanjut Retno, diharapkan daya tawar semakin naik. Ia menyampaikan bahwa Indonesia bisa mempromosikan kelapa sawit yang lestari dan tentunya juga dapat merespons kampanye hitam yang terus menyerang kelapa sawit.

“Dari Indonesia sudah menyiapkan banyak sekali hasil research yang akan kita gunakan untuk meng-counter kampanye hitam. Kalau itu kita lakukan berdua dengan Malaysia kita yakin dampaknya akan lebih optimal,” ujar Retno.

Soal perdagangan dan investasi, tambah Retno, Malaysia merupakan salah satu mitra yang paling besar untuk perdagangan dan investasi. Meski perdagangan agak menurun, tambah Retno, bukan dari volumenya, tapi dari nilainya karena turunnya harga.

“Jadi kalau dilihat volume terjadi kenaikan tapi kalau dari nilai terlihat penurunan. Di tahun 2016 angka perdagangan bilateral kita sudah hampir mencapai USD15 miliar,” terang Menlu.

Lebih lanjut, Menlu jelaskan bahwa Presiden Jokowi menerima undangan dari PM Najib, untuk melakukan pertemuan pada tingkat leaders. Ia menambahkan secara periodik kedua negara melakukan pertemuan dan yang akan datang rencananya dilakukan di Kuching, di Sarawak, pada bulan November.

“Untuk darat ada 9 outstanding boundary problems (OBP) di Kalimantan. Jadi di sepanjang punggung Kalimantan itu kita semuanya berbatasan dengan Malaysia baik di Kaltara, Kalbar, dan Kaltim,” ujar Retno menjawab pertanyaan batas Indonesia-Malaysia. Ia menambahkan bahwa di sepanjang itu kedua negara masih memiliki 9 titik yang harus diselesaikan dan saat bicara mengenai masalah penyelesaian batas, satu titik, satu centi itu tidak mudah untuk diselesaikan.

“Demikian juga dengan batas yang ada di laut. Kita sedang mengintensifikasikan negosiasi yang ada di laut Sulawesi. Kita sampai menunjuk special envoy. Yang tadi saya sampaikan, 9 kali kita melakukan pertemuan, 6 pada tingkat special envoy, 3 pada tingkat teknis,” tegas Retno yang saat November akan bertemu kembali di tingkat teknis.

Meski memang kondisi di lapangan tidak mudah untuk diselesaikan, Menlu sampaikan bahwa tadi Menlu Malaysia sudah mendengar sendiri apa yang diinginkan oleh Presiden Indonesia agar cepat dicapai kemajuan.

“Ini berlaku untuk semua perundingan perbatasan, bukan hanya di Indonesia. Semua perundingan perbatasan yang dilakukan oleh semua negara selalu memakan waktu. Selama administrasi (pemerintahan Jokowi-JK) ini paling tidak kita sudah bisa menyelesaikan batas ZEE kita dengan Singapura dan juga dengan Filipina,” tegas Menlu.

Dengan Malaysia, menurut Retno, ada kemajuan di darat, istilahnya sangat teknis sekali, yaitu menandatangani MoU nomor 20 yang berarti ada konklusi dari satu wilayah.

Perlindungan WNI 

Terkait dengan masalah rehiring dan voluntary deportation, menurut Retno, ada program dari pemerintah Malaysia dan Indonesia apresiasi program tersebut karena memberikan kesempatan kepada undocumented workers untuk bekerja kembali. 

“Yang kita sampaikan kepada Malaysia adalah bahwa program rehiring dan voluntary deportation tersebut itu harganya masih terlalu tinggi. Oleh karena itu, kalau harganya terlalu tinggi maka buruh migran kita akan cenderung untuk tidak menggunakan itu,” tambah Retno seraya menambahkan bahwa hal itu menghambat penyelesaian undocumented workers.

Menlu Malaysia, menurut Retno, berjanji akan menyampaikan kepada Deputi PM yang menangani masalah ini agar melihat apakah harga ini bisa diturunkan. “Yang kedua, kita juga meminta agar regulasi itu diterapkan secara fair. Jadi tidak hanya, (ketika) ada pelanggaran, maka pelanggaran itu tidak hanya dari sisi worker tapi majikan juga, dan juga pengerah tenaga kerja,” jelas Menlu.

Kalau sudah menerapkan fair regulation kepada semua, lanjut Menlu, mudah-mudahan juga sekaligus dapat memotong atau mengurangi akar masalah dari terjadinya undocumented workers. Ia menambahkan bahwa banyak sekali warga negara Indonesia yang menjadi korban dari perdagangan manusia.

“Ketiga, mengenai hak pendidikan. Banyak sekali anak-anak buruh migran kita yang dibawa orangtuanya bekerja di sana. Kita telah melakukan terobosan untuk meminta didirikannya CLC (Community Learning Center), jadi seperti pendidikan yang dilakukan di dekat peladangan, biasanya ladang sawit,” pungkas Menlu seraya menyampaikan bahwa jumlahnya sudah ada 255 CLC, 151 di Kota Kinabalu, 83 di Tawau, dan 21 di Kucing sehingga right for education untuk para anak buruh migran kita bisa terpenuhi. (UN/JAY/EN)

 

Berita Terbaru