Merintis Pulau Enggano dengan Angkutan Laut Perintis

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 19 Agustus 2016
Kategori: Opini
Dibaca: 90.825 Kali

IMG-20160809-WA0008oleh Benni Kusriyadi*)

Transportasi laut memiliki peran strategis bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah diakui dunia sebagai negara kepulauan melalui UNCLOS 1982. Sebagaimana diamanatkan dalam penjelasan umum dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran bahwa angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara nasional dan menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan potensi dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antarwilayah, baik nasional maupun internasional termasuk lintas batas, karena digunakan sebagai sarana untuk menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional.

Banyak pulau-pulau terluar Indonesia dan di kawasan timur Indonesia yang belum terlayani jaringan trasnportasi yang cukup baik, hal ini mengakibatkan terhambatnya perkembangan wilayah tersebut sehingga menyebabkan masyarakatnya hidup miskin dan tertinggal dari daerah-daerah lainnya. Untuk membuka keterisolasian wilayah dan meningkatkan akses terhadap transportasi bagi daerah-daerah tertinggal pemerintah berkewajiban untuk menyediakan sarana dan prasarana keperintisan.

Penyelenggaraan transportasi laut yang dibangun melalui pembangunan kapal perintis diupayakan untuk menjangkau seluruh pulau terluar, terpencil dan tertinggal di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan telah berkembangnya jaringan angkutan laut bertrayek maupun tidak bertrayek yang ditunjang oleh sistem pelayaran rakyat dan dilengkapi oleh jaringan angkutan laut perintis/PSO.

Layanan untuk pulau terpencil, terluar, dan teringgal saat ini telah diupayakan melalui angkutan laut perintis. Angkutan laut perintis dimaksud dilaksanakan dengan biaya yang disediakan oleh Pemerintah yang merupakan subsidi sebesar selisih biaya pengoperasian kapal pelayaran-perintis yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan pendapatan dan/atau penghasilan pada suatu trayek tertentu.

Penyelenggaraan pelayaran kapal perintis sebagai angkutan barang di laut ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan sesuai dengan trayek yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan dan menjaga keselamatan serta keamanan pelayaran dilaksanakan melalui skema Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation) yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang di Laut.

Kementerian Perhubungan sedang menyiapkan pembangunan kapal perintis sampai dengan tahun 2015-2017 sebanyak 53 Kapal dalam rangka meningkatkan aksesibilitas khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI), Pembangunan 50 (lima puluh) unit kapal perintis dan 3 (tiga) unit kapal induk perambuan tersebut dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015-2017, dengan total dana sebesar Rp. 3.451.098.564.198,-. pembangunan kapal perintis ini dilakukan dalam rangka mengimplementasikan Program Tol Laut yaitu untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan konektivitas antarpulau di daerah terpencil, terdalam dan terluar, serta untuk menjamin tersedianya kebutuhan bahan pokok dan tumbuhnya pusat-pusat perdagangan dan industry (sumber diolah dari Kementerian Perhubungan).

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan sebagai leading sektor dalam penyediaan transportasi publik telah mengupayakan jaringan trayek kapal perintis sebanyak 86 trayek termasuk jaringan trayek yang melayani pelayaran dari pelabuhan Bengkulu – Enggano – Bengkulu – Enggano – Linau – Enggano – Bengkulu – Sinakak – Sikakap – Muko Muko – Sikakap – Sinakak – Bengkulu dengan pagu kegiatan penyelenggaraan angkutan laut perintis pangkalan Bengkulu R-5 sebesar Rp. 10.816.568.000,-. Dalam daftar kegiatan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan hingga bulan Desember 2016 untuk menunjang angkutan laut perintis di kawasan barat dan kawasan timur dengan nilai kontrak dianggarkan sebesar Rp. 648.851.064.490,-.

Sebelum ada kapal perintis, Pulau Enggano yang berpenduduk lebih dari 3000 orang hanya dapat terlayani transportasi laut 1 (satu) kali dalam seminggu, kondisi tersebut sangat merugikan masyarakat yang menunggu pasokan bahan pangan sehingga bisa dipastikan harga bahan pokok akan melonjak. Dengan komitmen pemerintah kini kapal perintis tersebut telah melayani warga Pulau Enggano 2 (dua) kali dalam seminggu dengan menggunakan Kapal Sabuk Nusantara.

Selaras dengan konektivitas yang dijalin pemerintah dalam membangun indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, Pulau Enggano yang merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia yang terletak di Provinsi Bengkulu mempunyai potensi wisata yang patut dieksploitasi.

Potensi wisata Pulau Enggano dapat menjadi alternatif utama destinasi wisata lainnya yang sudah ada di Indonesia, dengan keunggulan keanekaragamanan ekosistem, meliputi hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir dan pulau-pulau kecil.

Salah satu potensi wisata yang bisa dikembangkan dari Pulau Enggano adalah wisata menyelam. Wisata ini dipusatkan di Pulau Dua yang memiliki pantai dengan gelombang yang relatif kecil dan banyak karang-karang. Keberadaan hutan mangrove juga dapat menjadi paket wisata bahari dengan tracking mangrove sejauh 2 kilometer. Untuk anda pemburu kuliner dapat menikmati hidangan ikan segar yang langsung di ambil dari keramba jaring apung yang dimasak dengan resep ikan asam padeh khas Bengkulu, atau bandeng siram tempoyak.

Eksploitasi pulau-pulau terluar seperti Pulau Enggano menjadi fokus pembangunan Pemerintah saat ini, penyelenggaraan angkutan laut perintis sebagai angkutan barang dan penumpang di laut ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan diharapkan dapat menjadi solusi bagi pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia sehingga harga-harga barang serta kebutuhan sehari-hari bisa sama rata atau paling tidak kenaikannya tidak terlalu besar. Selain itu pemberdayaan daerah dengan mengembangkan potensi wisata merupakan pembangunan yang berkelanjutan karena resiko kerusakan lingkungan yang sangat kecil.

 

*)Benni Kusriyadi, S.ST, Sub Bidang Kenavigasian, Lalu Lintas dan Angkutan Laut pada Asisten Deputi Bidang Perhubungan

Opini Terbaru