Pengantar Presiden Joko Widodo pada Rapat Kerja Pemerintah Tahun 2017, 24 Oktober 2017, di Istana Negara, Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 24 Oktober 2017
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 8.718 Kali

Logo-Pidato2Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu.
Namo buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia beserta para Menteri,
Ibu dan Bapak sekalian,
Saudara-saudara sekalian,
Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, Wakil Wali Kota yang hadir pada siang hari ini.

Tadi saya kira sudah banyak disampaikan oleh para Menko, saya mungkin sedikit di luar itu, dan mungkin sedikit menyinggung mengenai tadi yang sudah disampaikan oleh para Menko.

Yang pertama, yang berkaitan dengan APBD. Saya hanya ingin mengingatkan kepada kita semuanya bahwa politik anggaran itu perlu, tetapi pengelolaan APBD ini kita jangan lagi memakai pola-pola lama. Karena ini timing-nya ini pas ngurus-ngurus APBD.

Pola lama itu seperti apa sih? Yang saya pelajari dari Wali Kota dan Gubernur itu mirip-mirip. Artinya apa? Kalau ada, misalnya anggaran Rp1 trilliun, misalnya di APBD sebuah kabupaten, itu langsung dibagi ke dinas-dinas. Tahun depannya naik 10 persen menjadi Rp1.100 miliar atau Rp1,1 triliun, naik kan. Yang kenaikan Rp100 miliar ini dibagi lagi, dinas ini 10 persen, dinas ini 10 persen, kebanyakan seperti itu. Dan, yang nge-drive itu lebih banyak di Kepala Dinas Keuangan, berarti sekarang Badan Keuangan Daerah dan Bappeda-nya. Harusnya yang menentukan “saya ingin” itu Gubernur mestinya, Bupati, Wali Kota.

“Saya ingin infrastruktur saya dua tahun rampung. Oleh sebab itu, saya minta 60 persen anggaran di sini.”

Itu barangnya akan kelihatan kalau Bapak/Ibu berani menentukan seperti itu. Itu tugasnya pemimpin di daerah itu. Misalnya, mau menganggarkan untuk pasar. Ada 20 pasar atau 10 pasar di sebuah daerah,  ya minta saja, “saya minta pasar ini selesai dua tahun”.

Sudah, anggarkan di situ, jegrek, pasti barangnya akan jadi dan rampung, Bapak/Ibu semuanya meninggalkan legacy yang baik. Jangan diecer-ecer, di sini 7 persen, di sini 7 persen, di sini 7 persen, tidak ada nanti yang namanya barangnya akan nongol, enggak ada. Percaya saya.

Tugas pemimpinnya adalah bagaimana melobi agar DPRD setuju, sesuai dengan kehendak Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Sering-sering kita ingin seperti itu, DPRD-nya Komisi ini diberi sekian miliar, Komisi ini diberi sekian miliar, kan rebutan seperti itu. Iya ndak? Benar tidak?  Ini tugas Saudara-saudara untuk mengendalikan. Kalau tidak bisa mengendalikan artinya Bapak/Ibu, Saudara-saudara enggak kuat, enggak strong. Bisalah, saya yakin bisa, asal niat kita baik.

Itu juga yang sekarang ini kita lakukan di APBN kita, BUMN kita, untuk fokus konsentrasi di infrastruktur. Saya ngeceknya gampang, saya ngontrolnya mudah, manajemennya lebih gampang. Tidak semuanya dikerjakan. Mengecek dari Sabang sampai Merauke gimana? Dari Miangas sampai Pulau Rote, seperti apa? Ini yang perlu saya ingatkan mengenai APBD, jadi fokus konsentrasi ke apa yang Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara inginkan.

Yang kedua, ini untuk meningkatkan daya beli, meningkatkan konsumsi di masyarakat. Perbanyak yang namanya proyek-proyek, program-program yang padat karya, yang membuka lapangan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya. Karena dari survei yang kita lihat,  rakyat itu sekarang permintaan yang pertama itu adalah kesempatan kerja. Tolong ini diakomodir dalam APBD kita. APBN juga sudah saya perintahkan untuk hal yang sama. Buka lapangan pekerjaan, kemudian buka yang namanya padat karya. Karena padat karya akan menyerap tenaga yang sangat banyak sekali. Caranya mungkin kalau di Kabupaten bisa saja perbaikan irigasi padat karya, jalan-jalan di kampung perbaiki padat karya, sudah enggak usah pakai hotmix. Karena yang kita inginkan sekarang ini adalah cash-for-work. Kayak BLT, memberikan cash kepada masyarakat, tetapi masyarakat harus bekerja. Kalau BLT kan diberikan tetapi masyarakat tidak bekerja. Ini diberikan pada masyarakat, syukur bayarannya harian itu lebih baik. Kalau tidak maksimal satu minggu harus dibayar. Nanti tingkat konsumsi di daerah, kemudian daya beli di daerah Bapak, Ibu, dan Saudara-sekalian akan kelihatan naiknya kalau ini dilakukan.

Yang kedua, yang berkaitan dengan ekonomi. Saya titip tolong dilihat betul. Banyak kepala daerah yang tidak peduli terhadap yang namanya pertumbuhan ekonomi, enggak pernah dilihat pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama berapa, triwulan kedua berapa,  triwulan ketiga berapa, triwulan keempat berapa, atau semester satu berapa, semester dua berapa. Tidak pernah dilihat, sering tidak diikuti.

Yang kedua, yang berkaitan dengan inflasi. Ini hati-hati. Sebelum masuk ke inflasi saya ingin bacakan ini hasil BPS. Ada Bupati Banggai? Kabupaten Banggai ada? Ini pertumbuhan ekonomi di 2016, saya ingin mengucapkan selamat, ini pertumbuhan ekonomi tertinggi di 2016, 37 persen. Ini karena gas, hati-hati. Yang kedua Kabupaten Blora, ada Blora? Blora juga sama, pertumbuhan ekonomi 2016, 23,5 persen. Ini juga karena gas. Bojonegoro 21,9 persen, ada Bojonegoro? Sama, ini juga karena gas. Kemudian 13,18 persen, ini Morowali, ada Morowali? Ini karena nikel. Kemudian Kabupaten Mimika 12,8 persen. Ini juga tinggi, saya belum cek karena apa.

Nah ini ada yang minus-minus. Perlu saya bacakan tidak yang minus? Hati-hati yang minus, Kabupaten Paser, Kabupaten Bengkalis, ini yang tahun kemaren, tahun ini harus betul-betul hati-hati, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Berau, Kabupaten Bontang. Enggak ngerti saya. Ini data BPS lho ya.

Sekarang kita pindah ke inflasi. Sering kepala daerah tidak melihat perjalanan inflasi dari bulan ke bulan, dari triwulan ke triwulan, dari semester ke semester. Hati-hati yang namanya masalah inflasi. Bapak/Ibu boleh senang, tadi ada misalnya di Kabupaten Mimika misalnya, ini misalnya 12 persen, wah tinggi pertumbuhan ekonominya. Tapi kalau inflasinya 15 persen tidak ada artinya pertumbuhan ekonomi itu. Tekor. Masyarakat kan membeli sesuatu, keterjangkauannya… Hati-hati dengan yang namanya inflasi, terutama yang berkaitan dengan sembako, hati-hati. Kita semua harus mengerti permainan pertumbuhan ekonomi dan inflasi itu harus mengerti.

Ini saya baca inflasi yang 2017, ini juga data dari BPS. Tapi semuanya sudah di bawah 10 persen, ini bagus. Tual 9,6 persen; Watampone 5,3 persen; Bulukumba 4,6 persen, saya kira sudah di bawah 5 ini bagus; Kota Singkawang 4,54 persen; Kota Cilegon 4,3 persen, masih di bawah 5, masih baiklah. Artinya sekarang kepala daerah sudah bisa mengendalikan harga-harga yang ada di daerah masing-masing.

Coba kita lihat inflasi di seluruh negara, Indonesia di tahun 2014 masih 8,3 persen; 2015 3,3 persen; 2016 3,02 persen, artinya terus turun. Tahun 2017 perkiraan kita mungkin 3,7-3,8 persen, artinya masih di bawah 4 persen. Ini juga akumulasi dari inflasi-inflasi yang ada di daerah-daerah, dikumpulkan, di rata-rata, jatuhnya ini. Target kita nanti semakin ke sana semakin inflasi turun. Turun, terus ditekan, kita injak turun, agar masyarakat membeli sesuatu itu mudah.

Yang ketiga, yang berkaitan dengan ekonomi yaitu ekspor. Saya hanya titip kepada Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semuanya, kunci pertumbuhan ekonomi negara kita itu sekarang ini kuncinya bukan di APBN, APBN itu menstimulasi. Kuncinya hanya ada dua sekarang ini, yang pertama ekspor, yang kedua investasi.

Ekspor, kita ini memiliki kesempatan yang baik, tapi memang pasarnya masih melemah. Tapi komoditas-komoditas kita ini mulai banyak diterima di negara-negara non tradisional. Sekarang kita lihat pertumbuhan ekspor di negara-negara di Afrika, di Asia Tengah, di Eropa Timur itu mulai masuk barang-barang kita. Ini terus dorong ekspor-ekspor seperti itu.

Kopi misalnya, naik 20 persen pertumbuhannya, ini bagus sekali. Kakao, kita di dalam negeri saja kurang, sehingga daerah-daerah yang memiliki kebun-kebun kakao tahun depan kita akan adakan peremajaan. Tolong hubungi nanti Menteri Pertanian. Kopi, hubungi Menteri Pertanian.

Yang berkaitan dengan kelapa, ini sekarang baru laku-lakunya yang namanya kelapa. Eropa, Amerika sekarang kegemaran mereka adalah minum kelapa yang fresh. Saya juga ikut sekarang, Bapak/Ibu bisa ikut juga, seminggu tiga kali saja jangan banyak-banyak. Ini kesempatan kita. Dulu kelapa kita hampir di semua pantai itu ada, tapi karena tidak ada peremajaan kelapa kita sekarang tinggi-tinggi sekali, ada yang 20 meter, 30 meter. Bagaimana mau manjat untuk mengambil kelapanya. Karena terlambat peremajaan, pas permintaan banyak, padahal kelapa yang sekarang ini kalau diremajakan 4-5 tahun sudah bisa berbuah, dan bisa dipetik sambil gini sekarang ini. Tapi kita terlambat peremajaannya. Komoditasnya untuk ekspor. Ini kesempatan kabupaten-kabupaten yang memiliki ruang-ruang untuk menanam ini. Saya minta juga nanti di Kementerian Pertanian tolong nanti juga di Kementerian Pertanian disediakan mengenai ini.

Hal-hal yang berkaitan dengan pala, rempah-rempah ini baru ramai-ramainya. Orang kembali lagi ke alam, enggak senang hal-hal yang buatan, yang mengandung kimia. Ini kesempatan kita. Sagu di Papua sekarang ini sangat banyak sekali permintaannya, karena tepung sagu itu gluten free, kadar gulanya rendah, enggak ada, ini dicari orang. Hal-hal seperti ini semua kepala daerah harus mengerti, di mana ada opportunity, di mana ada peluang segera itu diambil, karena inilah yang akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di daerah, baik di kabupaten, baik di kota, baik di provinsi.

Yang kedua, kuncinya juga investasi. Ini hati-hati yang namanya investasi, terutama, saya ingin mengingatkan, terutama industri dan manufaktur. Berilah peluang yang sebesar-besarnya pada dua investasi ini. Kalau orang mau investasi ke manufaktur, ke industri, buka lebar-lebar. Ini akan menjadikan bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Ini akan membuka lapangan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat kita. Kalau perlu enggak usah mikir, kalau mereka datang izin, beri detik itu juga. Izin itu hanya tanda tangan, nih, jangan berbelit-belit lagi kita urusan izin, terutama untuk dua: manufaktur dan industri. Jangan lagi ada perizinan yang urusannya sampai minggu, sampai bulan, apalagi tahun. Malu kita. Zaman sudah kayak gini ngurus izin sampai minggu, sampai bulan, sampai tahun, malu! Apalagi investasi, malu kita. Karena masyarakat terutama umur-umur produktif membutuhkan lapangan pekerjaan. Sekarang ini kita mendorong agar investasi terutama yang padat karya, yang padat tenaga kerja itu kita dorong terus.

Pemerintah pusat sekarang, BKPM izin sudah bisa 3 jam untuk 9 izin, rampung, 9 izin, 3 jam rampung. Di daerah mestinya hanya 1 menit-2 menit lah, jangan sampai jam gitu lho. Kalau pusat jam, daerah harusnya menit. Ini malah minggu atau bulan, itu yang nanti akan saya datangi daerah-daerah yang masih lama-lama perizinannya. Saya mau lihat. Karena banyak keluhan-keluhan yang masuk ke saya. “Ngurus izin saja lama, Pak.” Beli aplikasi sistem, murah sekali, 25 juta saja dapat, sekarang ini mungkin enggak sampai. Kalau tidak, minta pinjam saja ke Jakarta, sudah ada, siap, tinggal copy saja di situ, sudah gratis. Dan kita, tadi mungkin Pak Menko sudah menyampaikan, awal tahun depan kita akan punya single submission, izin dari pusat sampai daerah nanti bisa kita trace nanti. Mana yang enggak cepat, mana yang lambat akan ketahuan. Pusatnya cepat, daerahnya lambat, ketahuan nanti, sistemnya ini sudah kita siapkan. Daerahnya cepat, pusatnya lambat juga ketemu nanti.

Karena apa? Persaingan dunia, persaingan global sudah gila-gilaan. Inovasi-inovasi teknologi gila-gilaan sekarang ini. Kalau kita masih rutinitas, masih monoton, enggak ada terobosan-terobosan, ditinggal betul kita. Ditinggal, percaya saya. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemimpin-pemimpin, baik pusat maupun daerah, yang reformis, yang senang dengan pembaharuan-pembaharuan, senang dengan inovasi-inovasi, jangan rutinitas. Kita setiap hari masuk ke kantor, tiap hari masuk kerja, capek juga, tapi enggak ngapa-ngapain. Tanda tangan, betul, itu rutinitas tanda tangan. Tapi buatlah terobosan yang baru, buatlah terobosan yang mempercepat, buatlah terobosan yang melayani masyarakat.

Yang ketiga, yang berkaitan dengan korupsi. Ini pada takut semua OTT, bener ndak? Takut? Ya jangan ngambil uang. Enggak perlu takut kalau kita tidak ngapa-ngapain, enggak perlu takut.

Jadi akan keluar Perpres nanti untuk membangun sistem. Kita akan membangun sistem, baik yang namanya e-planning, e-budgeting, e-procurement. Sistem itu akan mengurangi, menghilangkan OTT-OTT tadi. Kalau sistem ini berjalan, tidak ada yang namanya OTT. Hati-hati, saya titip, hati-hati. Jangan ada yang main-main lagi masalah uang, apalagi APBD. Hati-hati, saya titip. Saya tidak bisa bilang jangan kepada KPK, itu enggak bisa. Hati-hati. Saya bantunya ya hanya ini, membangun sistem ini, kita bangun bersama-sama. Nanti setelah ini silakan nanti bertanya kalau ada yang ingin bertanya, saya beri waktu nanti. Blak-blakan saja, nanti pers biar keluar, nanti blak-blakan.

Yang keempat, yang berkaitan dengan inovasi pembiayaan. Kalau di daerah Saudara-saudara semuanya ada pembangunan rumah sakit, ingin membangun rumah sakit, ingin membangun pasar, income-nya dari situ jelas, itu bisa pinjam ke PT SMI, SMI itu apa? Sri Mulyani Indrawati? Apa namanya apa? Sarana Multi Infrastruktur. Jadi bisa pinjam ke PT SMI. Bunganya kurang lebih 6,9 persen. Tapi ini juga tetap dilihat di lapangan, dilihat juga business plan-nya seperti apa, dilihat semuanya. Ini adalah sebuah alternatif pembiayaan, yang kalo Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semuanya belum kenal ada yang namanya PT SMI, nanti dicicil lewat APBD per tahun.

Yang kelima, ini yang berkaitan dengan pertanian. Saya titip, kita ingin agar petani-petani  kita itu sejahtera. Tetapi kalau pola-pola lama juga masih kita pakai, sampai kapanpun petani kita enggak akan mungkin sejahtera. Oleh sebab itu, harus ada sebuah pola baru, desain baru.

Yang namanya budidaya (on-farm) dari dulu sampai sekarang sudah kita kerjakan, ya petani akan seperti itu, enggak mungkin naiknya sampai meloncat, enggak mungkin. Subsidi pupuk itu sampai Rp32 triliun tiap tahun, berarti 10 tahun sudah Rp320 triliun. Jadi apa? Rp320 triliun, 10 tahun, jadi apa? Kalau Rp20 triliun berarti Rp640 triliun, jadi apa? Sudah lama sekali ini. Artinya, yang kita urus itu bukan di situnya  lagi, harusnya kita sudah bergerak ke pasca panennya.

Oleh sebab itu, saya mengajak Gubernur, Bupati terutama, kita ajak petani ini untuk mau membangun sebuah grup besar, kelompok besar, sehingga akan seperti korporasi, korporasi petani. Supaya ada economic scale, ada skala ekonomi yang besar. Tanpa itu, enggak mungkin. Karena keuntungan besarnya di produk-produk yang dikerjakan oleh petani itu adalah pasca panen. Bagaimana RMU-nya, rice mill unit-nya, penggilingan padinya. Saya melihat di desa-desa yang saya lihat, itu penggilingan padi sudah 30-40 tahun yang lalu. Rendemennya  jatuh. Harusnya sudah diganti dengan penggilingan yang modern, ada packaging-nya di situ, sudah.

Saya melihat beberapa kemarin, misalnya kayak di Sukabumi ya seperti itu, ada penggilingan berjalan, tapi penggilingannya penggiling modern. Langsung ada packaging seperti itu, kemasannya sudah, semuanya harus bergerak ke sini. Kalau barangnya sudah dikemas seperti itu, ini enggak mahal, murah, tergantung kapasitas berapa yang kita inginkan. Tinggal mendesain packaging, desain yang baik. Ini bisa langsung ke retail, bisa langsung ke hypermarket, bisa langsung dijual ke supermarket. Petaninya untungnya di situ. Atau ekspor, gampang kalau sudah seperti itu. Terutama organik, itu sekarang ekspor mudah sekali, beras-beras organik. Kalau hanya beras-beras seperti itu, ya enggak bisa. Harus mulai. Ini keuntungan petani akan (meningkat). Jadi belikanlah mereka rice mill unit yang modern. Enggak mahal kok. Yang di Jawa Timur Rp400 juta. Enggak mahal-mahal amat, tergantung kapasitas. Kalau yang  di Sukabumi itu Rp12 miliar, ya tergantung kapasitasnya. Mau minta yang gede atau minta yang kecil. Memang harus seperti ini, bukan rice mill yang dulu-dulu lagi. Berasnya rusak, rendemennya jatuh. Ini petani akan mendapatkan keuntungannya di situ. Ada pengeringan, langsung masuk ke rice mill, keluar lagi masuk ke unit packaging, nongolnya tadi sudah dalam bentuk dikemas.

Ini saya titip agar kita bisa menjadikan entrepreneur petani. Petani-petani yang betul-betul mempunyai jiwa entrepreneurship yang baik. Tanpa industri rice mill unit, tanpa industri packaging, tanpa industri pupuk yang ada di daerah-daerah, akan sulit mereka menaikkan kesejahteraan petani.

Yang terakhir, yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia. Ini akan menjadi kunci, kita bisa memenangkan persaingan atau tidak. Sehingga saya titip, pembangunan sumber daya manusia terutama yang berkaitan dengan vocational school, vocational training, politeknik itu betul-betul disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di daerah. Jangan sampai daerahnya banyak produksi ikan, misalnya, SMK-nya malah SMK bangunan, mestinya SMK perikanan. Tolong ini mulai diarahkan ke sana.

Kemudian, mungkin di daerah-daerah lain, SMK tolong mulai dibenahi jurusan-jurusannya. Ikutlah mendorong SMK agar mulai disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan industri yang ada sekarang. Sehingga bisa melatih tenaga kerja dengan keterampilan-keterampilan yang baru, dengan cara-cara kerja yang baru. SMK-SMK kita ini yang banyak kan jurusannya kalau enggak listrik, bangunan, mesin, dari dulu sampai sekarang.

Mestinya harus mulai. Saya melihat di Jepara bagus, ada SMK yang mengkhususkan pada pembuatan animasi. Enggak ada SMK yang khusus mengenai digital economy, bagaimana membangun toko online/online store, bagaimana membuat animasi, bagaimana membangun aplikasi fin-tech (financial technology). Harus mulai ke sana. Yang berkaitan dengan retail, yang berkaitan dengan logistik. SMK-SMK kita ini sudah sangat monoton sekali. Saya harapkan semua kepala daerah bisa mendorong agar ada inovasi-inovasi baru di SMK-SMK yang kita miliki. Misalnya, SMK budidaya perikanan. Jangan kita mengenalkan pada hal-hal yang sudah berlangsung lama, yang berkaitan dengan cantrang, misalnya. Dikenalkan mereka mengenai offshore, aquaculture, budidaya perikanan yang modern. Enggak mahal juga seperti itu, tapi anak-anak muda kita akan senang. Masa kita sudah lebih dari 40 tahun masih urusan cantrang, enggak rampung-rampung. Kenalkanlah dengan hal-hal baru seperti ini. Dan yang bisa mendorong itu tidak ada, Gubernur, Bupati, Wali Kota, agar muncul inovasi-inovasi baru di masyarakat kita.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Saya ingin membacakan lagi, sebentar, mengenai serapan APBD tertinggi: Kota Pariaman, Pak Wali Kota datang? Ini serapannya tinggi, 87 persen, ini berarti kerjanya ngebut; Kabupaten Tasikmalaya 76 persen; Garut 65 persen;  Kabupaten Barru 62 persen; ini yang 5 besar, Kabupaten Ciamis 60,6 persen.

Ini yang serapannya rendah ini saya masih ragu ini, masak serapannya baru 10 persen, 11 persen, 13 persen. Dibaca ndak ini? Enggak usahlah, nanti kaget. Saya hanya geleng-geleng sajalah.

Kemudian saya bacakan juga –ini sekarang kita ikuti terus, jangan dipikir saya enggak ngikuti– persentase kas dana yang parkir di Bank Pembangunan Daerah (BPD). Persentase kasnya Kabupaten Tangerang 38 persen, Kabupaten Jember 36 persen, Kota Tangerang 32 persen, Sidoarjo 31 persen, dan seterusnya enggak usah saya baca. Nanti kalau ada yang ingin tanya, tanya ke saya, saya jawab.

Artinya, hal-hal seperti ini kita ikuti, karena jangan sampai kita sudah transfer, kita mencari penerimaan dari pajak itu sulit, kita transfer ke daerah duitnya tidak digunakan, tapi diparkir di bank. Kejar Dinas-dinas agar uang itu segera digunakan, berputar di masyarakat, ekonomi di daerah menjadi tumbuh. Kita nanti akan mencari sistem agar kelihatan bahwa dana parkirnya nol terus. Berarti tidak rutin ditransfer kalau di parkir terus. Segera gunakan, segera cairkan APBD itu biar cepat beredar di masyarakat.

Saya akan membacakan ini dua Kabupaten yang saya anggap pemanfaatan Dana Desanya terbaik, karena bisa dibangun jalan 679km, jembatan 1.975m. Ini dikerjakan dalam 3 tahun setelah Dana Desa diberikan, karena kita tahu sudah 3 tahun ini dana yang kita gelontorkan Rp127 triliun. Ini Kabupaten Tulungagung. Ada Pak Bupati Tulungagung? Ini diteruskan Pak Bupati. Kalau bisa seperti ini terus, belum pasarnya, belum PAUD-nya. Kalau kita awasi terus, Bupati, Wali Kota, terus mengawasi penggunaan dana desa agar bisa tepat sasaran. Kemudian Kabupaten Jembrana, ini yang nomor 2. Ini ada Bapak Bupati Jembrana? Ini bisa membangun jalan 129km, jembatan 8m, pasar 4 unit. Hal-hal seperti ini yang kita inginkan agar dana itu betul-betul termanfaatkan dengan baik.

Ini juga perlu saya sampaikan mengenai prinsip dasar dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Presiden itu ada di mana, supaya kita semuanya tahu. Jadi Presiden itu menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, kemudian melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah. Ini jelas sekali Presiden ada di mana. Dan pemerintah daerah itu jelas, kepala daerah dan DPRD, itu masuk di situ. Kemudian, memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaran urusan pemerintahan yang dilaksanakan, baik di pusat maupun di daerah. Memegang tanggung jawab akhir. Jadi kalau Saudara-saudara saya cek, Saudara-saudara saya awasi, Saudara-saudara saya tegur, ya memang sudah tanggung jawab saya seperti itu. Jangan berpikir bahwa otonomi itu kemudian lepas penuh. Tidak seperti itu. Tanggung jawab Presiden ada di situ. Saya kira jelas sekali. Tolong dibuka di Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, jelas sekali di mana tanggung jawab kita masing-masing.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Terima kasih atas perhatian Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian. Kalau ada masalah-masalah yang berkaitan dengan daerah silakan sampaikan ke Gubernur, juga bisa langsung ke kita. Tetapi koordinasi tetap di Gubernur agar semuanya masalah-masalah yang ada, problem-problem yang ada di daerah bisa kita selesaikan bersama untuk bangsa, untuk negara, untuk rakyat kita.

Saya tutup,
Terima kasih,
Wassalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru