Pilkada oleh DPRD Lebih Buruk Dari Pilkada Langsung Dengan Perbaikan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 1 Oktober 2014
Kategori: Berita
Dibaca: 30.345 Kali
Presiden SBY saat konpers UU Pilkada di Halim PK

Presiden SBY saat konpers UU Pilkada di Halim PK

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) oleh DPRD sebagaimana diputuskan DPR-RI dalam rapat paripurna yang berakhir Jumat (26/9) dinihari lebih buruk daripada Pilkada Langsung dengan Perbaikan.

Pada Pilkada oleh DPRD, menurut SBY, calon Kepala Daerah yang akan dipilih oleh DPRD ditetapkan oleh elit partai. Calon-calon ini belum tentu sesuai dengan kehendak rakyat.

“Pilihan di DPRD bisa transaksional. Calon Gubernur, Bupati dan Walikota lebih ditentukan oleh para Ketua Umum Partai,” kata Presiden SBY melalui akun twitter pribadinya @SBYudhoyono yang diunggahnya beberapa saat lalu.

Namun Presiden SBY juga tidak setuju jika Pilkada Langsung yang selama ini telah dilaksanakan tidak dilakukan perbaikan yang mendasar, karena terbukti banyak penyimpangannya. Karena itulah, SBY dengan partai yang dipimpinnya (Partai Demokrat) mengusulkan 10 perbaikan besar agar Pilkada Langsung  makin berkualitas dan terbebas dari ekses buruk.

Kesepuluh perbaikan besar Pilkada Langsung yang diusulkan oleh SBY dan Partai Demokrat itu adalah:

1. Dengan uji publik, sehingga dapat dicegah calon dengan integritas buruk dan kemampuan rendah, tapi maju karena hubungan keluarga semata dengan “incumbent”;

2. Penghematan atau pemotongan anggaran Pilkada secara signifikan, karena dirasakan terlalu besar;

3. Mengatur kampanye dan pembatasan kampanye terbuka, agar hemat biaya dan mencegah benturan antar massa;

4. Akuntabilitas penggunaan dana kampanye, termasuk dana sosial yang sering disalahgunakan. Tujuannya untuk mencegah korupsi;

5. Melarang politik uang, termasuk serangan fajar dan bayar parpol yang mengusung. Banyak yang korupsi untuk menutup biaya pengeluaran seperti ini;

6. Melarang fitnah dan kampanye hitam, karena bisa menyesatkan publik, sehingga perlu diberikan sanksi hukum;

7. Melarang pelibatan aparat birokrasi. Banyak Calon yang menggunakan aparat birokrasi, sehingga sangat merusak netralitas mereka;

8. Melarang pencopotan aparat birokrasi pasca Pilkada, karena yang terpilih merasa tidak didukung oleh aparat birokrasi itu;

9. Menyelesaikan sengketa hasil Pilkada yang akuntabel, pasti dan tidak berlarut-larut. Perlu pengawasan sendiri agar tidak terjadi korupsi; dan

10. Mencegah kekerasan dan menuntut tanggung jawab Calon atas kepatuhan hukum pendukungnya. Banyak kasus perusakan karena tidak puas.

“10 Perbaikan Besar itulah yang harus masuk dalam UU Pilkada yang baru. Yang melanggar mesti diberikan sanksi hukum yang tegas,” kata Presiden SBY.

Namun karena DPR telah menetapkan Pilkada oleh DPRD. Karena itu, Presiden SBY mengaku kini tengah berupaya agar sistem Pilkada ini tidak diberlakukan.

“Saya tengah berkonsultasi dengan Tim ahli hukum tata negara tentang jalan konstitusional apa yang harus saya tempuh,” kata Presiden SBY seraya menambahkan, salah satu opsi yang dapat ditempuh adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Presiden SBY menegaskan, ia akan terus berjuang, sekarang dan kapanpun, karena Pilkada oleh DPRD dinilainya lebih buruk dari Pilkada Langsung dgn Perbaikan.

“Mari kita berdoa agar proses ini berjalan lancar demi terwujudnya demokrasi yg kita cita-citakan,” pungkas SBY. (ES)

 

 

 

Berita Terbaru