Sambutan Presiden Joko Widodo pada Pembukaan Musyawarah Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) ke-2, 24 Agustus 2018, di Istana Negara, Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 24 Agustus 2018
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 3.098 Kali

Logo-Pidato2Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu was salamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati yang mulia para ulama, wabil khusus Profesor Doktor Kiai Haji Said Aqil Siradj, Ketua PBNU;
Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja, Koordinator Staf Khusus;
Yang saya hormati Ketua ISNU (Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama) Bapak Doktor Ali Masykur Musa beserta seluruh jajaran pengurus;
Bapak-Ibu sekalian hadirin yang berbahagia.

Sore hari ini bertemu dengan para anggota Ikatan Sarjana Nadhlatul Ulama memberikan tambahan keyakinan kepada saya bahwa NU benar-benar siap menjadi sumber daya terdepan bagi bangsa Indonesia dalam rangka membawa negara kita Indonesia lebih maju. Karena ISNU itu seperti salah satu kolam pengetahuan bagi negara kita Indonesia, yang mengumpulkan ribuan nahdiyyin yang memiliki gelar. Tadi sudah disampaikan ada guru besar, ada doktornya, banyak masternya, dan lebih banyak lagi sarjananya S1, dengan fokus studi yang sangat bervariasi.

Dan juga perlu saya ingin mengingatkan kepada kita semuanya bahwa perubahan dunia sekarang ini begitu sangat cepatnya, sangat cepat sekali. Revolusi Industri 4.0 yang diperkirakan oleh Mckinsey Global Institute itu 3.000 kali lebih cepat dari revolusi industri yang pertama. Kecepatannya sangat cepat sekali, sangat cepat sekali. Dulu waktu revolusi industri yang pertama itu cepat sekali, ini 3.000 kali lebih cepat, menurut Mckinsey Global Institute. Artinya apa? Sebentar lagi, dan ini sudah mulai, akan terjadi sebuah perubahan besar-besaran di dunia. Baik perubahan ekonomi, perubahan geopolitik, perubahan politik, perubahan sosial, yang ini akan nantinya mengubah interaksi-interaksi kita di dalam kita hidup sehari-hari.

Oleh sebab itu, kita harus betul-betul mengantisipasi ini jangan sampai adanya perubahan-perubahan ini tidak ada manfaatnya bagi kita dan justru merusak, memberikan banyak mudharat kepada kita.

Coba kita lihat sekarang kita baru belajar mengenai artificial intelligence, sudah keluar lagi advanced robotic. Keluar lagi 3D printing. Sekarang kita lihat membangun rumah hanya 24 jam, hanya sehari dengan 3D printing. Kecepatannya sangat cepat sekali. Kita enggak mengerti nanti pada tahun berapa Bank Sentral mungkin apakah masih diperlukan atau tidak. Ada cryptocurrency, ada bitcoin.

Ini bisa menjadikan kita lebih baik dan bisa menjadikan kita tidak lebih baik. Kemudian sistem pembayaran. Kita membayar pakai uang, cash. Ada kemudian babak kedua pakai kartu kredit. Saya sampai sekarang itu yang namanya kartu kredit belum pernah punya, belum pernah punya. Sudah keluar lagi, ya mungkin saya terlalu ndeso sekali tapi memang belum pernah punya saya kartu kredit, keluar lagi sekarang yang namanya Paypal, yang namanya Alipay, dengan smartphone dengan barcode sudah kita beli apa-apa sudah tik duit kita hilang, tik duit kita berkurang lagi. Sistem-sistem seperti ini sudah berjalan, bukan akan, sudah, sudah berjalan di beberapa negara. Inilah kecepatan-kecepatan perubahan yang harus kita antisipasi. Dan yang paling cepat menyiapkan dan mengantisipasi itu siapa? Ya yang pintar-pintar. Siapa? Yang di hadapan saya sekarang ini.

Belum kita berhadapan dengan kecepatan, misalnya ini perorangan saja, kayak Elon Musk. Dia membuat tesla, mobil listrik yang punya visi kedepan. Hyperloop, perpindahan orang dari satu tempat ke tempat yang lain dengan begitu sangat cepatnya sebentar lagi juga akan keluar. Ada spaceX. Kita harus berani masuk ke tempat-tempat yang berkaitan dengan inovasi ilmu pengetahuan seperti yang tadi saya sampaikan.

Tadi sudah disampaikan oleh Pak Kiai bahwa 15 abad yang lalu peradaban Islam kita berada pada posisi yang paling tinggi. Kenapa tidak sekarang kita juga merebut itu kembali? Banyak kesempatan yang bisa kita lakukan saat ini untuk melakukan perubahan-perubahan.

Saya pernah, dua setengah tahun yang lalu, masuk ke Silicon Valley, ketemu dengan bos-bosnya Google, bosnya Facebook, bosnya Twitter, bosnya Plug and Play. Saya masuk ke markasnya Facebook ketemu Mark Zuckerberg, CEO-nya, bosnya di sana. Saya diajak, disuruh pakai ini oculus, kacamata gede gini. Diajak main pingpong. Hanya pakai kacamata bisa main pingpong tang tung tang tung enggak ada bolanya enggak ada ininya tapi bisa main coba. Orang lain melihat saya, “itu 2 orang itu ngapain sih hanya gini-gini,” padahal main pingpong. Enggak ada mejanya, enggak ada bolanya, enggak ada. Dan saya tanyakan kepada Mark, “Mark apakah ini hanya untuk pingpong?” “Tidak Presiden Jokowi, ini bisa juga dipakai untuk nanti tenis atau sepakbola, bisa semuanya. Jadi nanti akan ada orang main bola di dalam kamar tapi tidak ada bolanya. Iya betul, ini sudah kejadian. Pingpong saja bisa apalagi sepakbola, apalagi basket, apalagi tenis lapangan, semuanya bisa. Hal-hal seperti ini yang harus kita antisipasi. Jangan sampai ini tidak bermanfaat tapi bisa merusak, bisa saja.

Sebagai contoh, sekarang keterbukaan informasi media sosial ada manfaatnya tapi juga banyak merusaknya. Fitnah-fitnah lewat sana, hoaks lewat sana, saling mencela lewat sana, saling menjelekkan lewat sana. Dan sulit kita memfilter/menyaring agar yang keluar itu hal-hal yang baik, sulit sekali. Inilah keterbukaan yang harus kita hadapi. Dan saya meyakini ISNU mampu berperan sangat besar dalam mencegah hal-hal yang mudharat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang ada di negara kita.

Perlu saya sampaikan bahwa memang dalam 4 tahun ini kita memang masih fokus, masih konsentrasi kepada pembangunan infrastruktur karena ini merupakan fundamental yang tidak bisa kita tinggal. Banyak yang menyampaikan kenapa kita tidak fokus kepada pertumbuhan ekonomi, dengan misalnya memperkuat atau meningkatkan konsumsi masyarakat. Ya bisa saja. Tapi semakin kita konsentrasi ke hal-hal yang bersifat konsumtif seperti itu semakin kita ditinggal perangkat-perangkat fundamental kita oleh negara-negara lain.

Stok infrastruktur kita terakhir saya lihat 37 persen, jauh sekali dengan negara-negara lain. Biaya logistik, biaya transportasi kita dibandingkan Malaysia, dibandingkan Singapura dua kali sampai dua setengah kali lipat. Artinya apa? Infrastruktur kita masih jelek. Ini fundamental yang memang kadang-kadang kalau kita rasakan ya mungkin ada pahitnya tapi semuanya tidak bisa instan, semuanya mesti ada proses dan melalui tahapan-tahapan yang memang harus kita lalui.

Banyak yang menyampaikan, “Pak, kenapa sih yang dibangun kok infrastruktur terlebih dahulu?” Ya memang urut-urutannya seperti itu. Negara lain kita lihat juga seperti itu. Dan kita harus berani. Jangan semuanya instan, enggak bisa. Pasti ada prosesnya, pasti ada sakitnya. Saya berikan contoh, ini sering saya sampaikan di mana-mana, apakah kita bisa bersaing dengan negara-negara maju kalau kondisi jalan yang ada seperti ini di Papua. Merauke ke Boven kira-kira 100-120 kilometer, tapi kalau kita jalan di situ, ini jalan utama, bukan jalan kampung, ini jalan utama, bisa ditempuh bisa 2 hari, bisa 3 hari. Padahal kalau di sini paling maksimal hanya 3 jam atau 2 jam. Ini jalan. Kenapa saya selalu ke lapangan, saya ingin melihat kondisi-kondisi riil yang ada di negara kita. Masih seperti ini. Tiga hari, masak di jalan karena tidak ada warung, harus masak. Jalannya seperti itu. Ini jalan utama. Apakah kita bisa bersaing dengan negara-negara lain dengan kondisi seperti ini? Saya jawab, tidak mungkin. Hal-hal seperti ini yang fokus yang harus kita benahi.

Kemudian tahapan besar kedua adalah membangun sumber daya manusia, secara fokus juga. Kita merencanakan tahun depan akan kita bangun 1.000 balai latihan. 1.000 balai latihan di pesantren-pesantren, 1.000. Saya akan mencoba 1.000 dulu, begitu ini baik, bermanfaat untuk menaikkan level SDM kita, ya kalau mau ditambah 10.000 pun tidak ada masalah setahun. Insyaallah tidak ada masalah. Kita memiliki, ini kan tinggal fokus kita ini ke mana. Kalau sudah masuk ke SDM, ya infrastrukturnya sudah di nomor duakan, kita nomor satukan SDM. Kalau membangun 1.000 betul-betul baik. Saya tidak mau memang langsung 10.000 atau 20.000, 1.000 dulu benar, dikoreksi, dievaluasi betul, baru naik ke dalam jumlah yang lebih besar. Akan kita coba di 1.000 pesantren insyaallah mulai tahun depan. Begitu kita evaluasi bagus, langsung kita naikkan ke jumlah yang jauh lebih besar. Karena memang dengan proses-proses inilah kita akan bisa bersaing dengan negara-negara lain.

Saya rasa itu sedikit yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya hanya ingin mengingatkan sebagai sebuah negara besar dengan penduduk sekarang ini 263 juta dan anugerah yang diberikan Allah kepada kita bangsa Indonesia keragaman, 714 suku, 1.100 lebih bahasa daerah, kemudian dengan agama yang berbeda-beda, suku berbeda-beda, adat dan tradisi yang berbeda-beda, aset terbesar kita adalah kerukunan, persaudaraan, dan persatuan. Inilah yang kita harapkan bersama NU kita jaga, kita rawat ukhuwah islamiah kita, ukhuwah wathaniyah kita karena itulah aset terbesar bangsa ini.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim Kongres II Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) saya nyatakan dibuka.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru