Sambutan Presiden Joko Widodo pada Silaturahmi dengan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia, 25 April 2018, di Asrama Haji Pondok Gede, Pinang Ranti, Jakarta Timur

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 26 April 2018
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 5.330 Kali

Logo-Pidato2-8Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirahmanirahim,
Alhamdulillahirabbil’alamin, washalatu wasalamu ala asrafil ambiyai wamursalin, sayyidina wa habibina wa syafi’ina wamaulana Muhammadin, wa’alaalihi washahbihi ajmain, amma ba’du.

Yang saya hormati Ketua DPD RI, Bapak Oesman Sapta, juga selaku Ketua Dewan Pembina BKPRMI,
Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja, hadir sore hari ini Pak Menteri Agama, Pak Menteri Pemuda dan Olahraga, Pak Menteri Perhubungan, juga Bapak Menteri Sosial.

Ini perlu saya sampaikan, khusus untuk Menteri Sosial, kenapa saya memilih Pak Idrus Marham? Karena beliau adalah mantan Ketua Umum Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia. Kalau bukan dulunya Ketua Umum BKPRMI tidak mungkin saya pilih jadi Mensos.

Dua minggu yang lalu bisik-bisik kepada saya, “Pak, kita mau sumbang empat puluh mobil untuk BKPRMI dalam rangka muter ke masjid-masjid untuk pemeliharaan dan merawat masjid yang kita miliki.” Saya sampaikan, “silakan ditindaklanjuti.” Saya pikir hari ini sudah mau diserahkan empat puluh, ternyata baru tiga. Tapi alhamdulillah, tetap kita syukuri hal-hal yang bermanfaat seperti itu.

Yang saya hormati Ketua Umum Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia, Bapak Haji Said Aldi Al Idrus yang juga tadi sudah terpilih kembali menjadi Ketua BKPRMI. Sekaligus, pada sore hari ini saya mengucapkan selamat atas terpilihnya kembali. Dan seluruh jajaran Dewan Pengurus Pusat sampai ke daerah BKPRMI, yang saya hormati seluruh DPW, DPD dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.

Hadirin dan undangan yang berbahagia,
Negara kita ini adalah negara besar. Saya selalu sampaikan dimana-mana, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dan ini juga selalu saya sampaikan dimana-mana, di setiap summit, setiap konferensi, setiap pertemuan dengan kepala negara, selalu di awal saya sampaikan, “Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.” Karena ini merupakan kekuatan kita, kekuatan politik kita. Tetapi kita juga harus paham, harus mengerti bahwa negara sebesar negara kita Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote ini terdiri dari tujuh ratus empat belas suku, kita harus tahu ini. Dan memiliki seribu seratus lebih bahasa daerah/bahasa lokal. Kita juga memiliki lima ratus enam belas kabupaten dan kota yang terbentang dari barat sampai ke timur.

Saya pernah terbang dari Banda Aceh langsung menuju ke Wamena, langsung ke Wamena, bukan ke Jayapura tapi Wamena. Berapa jam durasi yang ditempuh? Sembilan jam lima belas menit. Itu kalau perjalanan dari London di Inggris itu sampai Istanbul di Turki, melewati mungkin enam, tujuh, delapan negara. Artinya, betapa negara ini sebuah negara yang sangat besar, sangat luas. Inilah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada kita, beragam, majemuk, bersuku-suku, beda adat istiadat, beda tradisi, beda agama. Yang semuanya ini, sekali lagi, harus kita sadari ini adalah sebuah anugerah dari Allah yang diberikan kepada kita bangsa Indonesia. Saya mengajak kita semuanya untuk merawat, untuk menjaga, untuk memelihara negara kita yang kita cinta ini.

Tapi juga saya harus menyampaikan apa adanya bahwa memang masih banyak pekerjaan besar yang harus kita kerjakan. Negara sebesar Indonesia yang memiliki tiga puluh empat provinsi, lima ratus empat belas kabupaten dan kota, untuk menjadi sebuah negara besar yang kuat ekonominya memang kita harus melalui ujian-ujian, melalui cobaan-cobaan yang diberikan Allah kepada kita. Harus bisa juga melalui rintangan-rintangan, hambatan-hambatan yang ada. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang baik ini marilah kita bersama-sama merawat, menjaga, memelihara negara dan bangsa yang kita cinta ini.

Kita harus ngomong apa adanya masih banyak ketimpangan, masih ada kesenjangan, masih ada kemiskinan, iya. Saya berikan contoh saja, sekarang ini kita sedang fokus dan konsentrasi membangun infrastruktur, baik berupa pelabuhan besar, sedang, maupun kecil, baik berupa airport terutama yang berada pada daerah-daerah pinggiran, baik berupa jalan tol, baik berupa jalan-jalan antarprovinsi, antarkabupaten dan kota. Antara barat, tengah, dan timur ini memang masih ada ketimpangan di bidang ini.

Saya berikan contoh di Papua, ini contoh yang sering saya ambil adalah Papua. Karena di sini hadir Ketua HIPMI yang asli Papua, saudara Bahlil. Ini coba, ini jalan yang ada di Papua, di Merauke ke arah Boven Digoel. Ini jalan utama seperti ini. Coba kita lihat, ini jalan, ini jalan utama. Bukan jalan kampung, ini jalan utama. Seratus kilometer ditempuh dalam tiga hari, coba. Masak di tengah jalan karena memang tidak ada warung. Saya hanya ingin memberikan bayangan, ini jalan Trans Papua yang sekarang ini baru dalam proses kita bangun dan insyaallah nanti 2019 kita akan bisa terhubung antara kabupaten/kota dan antarprovinsi. Ini sudah tapi belum teraspal, tapi sudah kita buka. Juga di provinsi-provinsi yang lain, yang infrastrukturnya memang masih perlu kita kebut, kita selesaikan.

Kenapa ini harus diselesaikan? Ya karena ini kita berhadapan dengan persaingan antarnegara, persaingan/kompetisi dengan negara-negara lain.

Oleh sebab itu, pada kesempatan yang baik ini saya mengajak kita semuanya untuk konsentrasi membangun negara ini. Jangan sampai energi kita habis hanya untuk hal-hal yang menghabiskan energi tapi tidak dapat manfaatnya kita.

Saya selalu sampaikan, mengkritik itu silakan, memberikan masukan silakan, memberikan saran silakan, saya selalu terbuka. Tapi tolong dibedakan antara kritik dan mencela, antara kritik dan fitnah, antara kritik dan memaki, berbeda, berbeda. Kritik dan mencela berbeda, kritik dan memaki berbeda, kritik dan fitnah itu berbeda. Kritik itu berbasis data dan memberikan solusi.

Kemudian fitnah yang ada, coba kita lihat fitnah yang ada di media sosial. Mungkin lebih dari empat tahun ini, menuduh Presiden Jokowi itu PKI. Saya lahir tahun ‘61, PKI dibubarkan tahun ‘65, saya baru berumur tiga setengah tahun/empat tahun. Masa ada PKI balita? Logikanya tidak masuk.

Coba lihat gambar ini lagi, lihat gambar. Ini waktu Ketua Umum PKI tahun 1955, itu pidato di dalam kampanye pemilu. Saya lihat gambarnya, coba cari ini gambar ini tahun berapa, tahun 1955 saat pemilu, DN Aidit pidato saya ada di bawahnya coba. Saya lahir saja belum, sudah digitu-gitukan, coba. Ini gambar seperti ini tidak hanya satu, dua, tiga, banyak sekali.

Apakah masih mau kita terus-teruskan cara-cara seperti ini? Apakah kita dengan berbasis dari masjid-masjid yang kita miliki membangun ketakwaan kita, membangun akhlak kita, membangun iman kita, bukan justru menyodorkan gambar-gambar yang seperti tadi saya sampaikan. Logikanya tidak masuk. Lahir saja belum sudah bisa di bawahnya mimbar. Tapi gambarnya agak mirip sih, dan itu memang kepala saya. Badannya beda, kepala saya ditaruh di situ.

Anak-anak muda sekarang pintar-pintar. Inilah era digital yang memang sudah masuk di negara kita yang harus kita hadapi, ada positifnya, ada negatifnya. Kita ambil, tentu saja marilah kita ambil bersama manfaat dari media sosial itu dari sisi positifnya.

Yang terakhir, ingin saya sampaikan bahwa negara kita Indonesia sekarang ini sedang menggeser untuk mencari partner, menjalin hubungan yang lebih baik dengan negara-negara lain. Terutama, karena kita sudah lama kalau ber-partner itu selalu dengan Jepang, dengan Amerika, dengan Eropa, dengan China, dengan Korea Selatan, yang banyak kesana. Ini dalam tiga setengah tahun ini kita ingin menggeser agar investasi partner itu masuk ke negara-negara yang ada di Timur Tengah, yang sudah lama sekali kita tidak pernah menjalin komunikasi yang baik.

Oleh sebab itu tiga tahun yang lalu kenapa saya ke Saudi Arabia bertemu dengan Sri Baginda Raja Salman, kemudian ke Uni Emirat Arab bertemu dengan Sheikh Mohammed, ke Qatar bertemu dengan Sheikh Tamim. Saya mengundang beliau untuk ke Indonesia. Alhamdulillah yang saya undang sudah dua yang datang, yaitu Sri Baginda Raja Salman dan Sheikh Tamim kemudian hadir ke Indonesia. Sekarang hubungan kita dengan beliau-beliau ini semakin baik.

Saat saya ke Saudi Arabia semuanya kaget, saya sendiri juga kaget, dan itu tidak lazim, saya dijemput di depan pintu pesawat, enggak lazim. Memang sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia kita ini di-respect-i. Negara lain itu respect ke kita, hanya kita saja yang tidak mengerti. Saya tanya kepada Sri Baginda Raja Salman, juga ke Sheikh Tamim, Sheikh Mohammed, saya tanya kepada beliau, kenapa sih mereka tidak banyak ber-partner dengan Indonesia? Investasi di Indonesia? Padahal ini adalah negara-negara besar dengan petrodollar yang sangat melimpah. Apa jawabnya saat itu? Lha wong tidak pernah ada Presiden Indonesia yang datang ke sini, menteri-menterinya juga tidak pernah ke kita. Kita tidak tahu ada peluang ekonomi apa yang bisa kita ber-partner dengan Indonesia, enggak tahu.

Oleh sebab itu, kenapa saya undang untuk datang ke Indonesia. Waktu Raja Salman datang ke Indonesia saya juga jemput. Ini juga enggak lazim, saya jemput juga di depan pintu pesawat, karena beliau menjemput saya di depan pintu pesawat, gantian. Yang belum, saat saya turun di Uni Emirat Arab, saya dijemput juga di depan pintu pesawat oleh Sheikh Mohammed. Naik mobilnya disetiri sendiri oleh Sheikh Mohammed. Saya diajak masuk ke mobil, beliau menyampaikan kepada saya, “Presiden Jokowi, ajudan dan paspampres jangan boleh masuk ke mobil saya. Hanya Presiden Jokowi saja yang boleh masuk ke mobil saya. Karena saya ingin berbicara empat mata dan tidak didengarkan oleh yang lain-lain.” Kalau Saudara ada yang bertanya pembicaraannya apa, itu juga rahasia.

Begitu keluar dari airport beliau setiri saya, nyetir, setir sendiri. Mobilnya tidak ada mereknya, saya cari-cari, saya lirik-lirik, saya juga biar keliatan tidak ndeso itu saya lirik-lirik, ini mereknya apa ini, saya lihat-lihat. Tidak ada mereknya. Itu waktu nyetiri saya kelihatannya kok pelan sekali, saya lihat spidometernya lebih dari dua ratus kilometer perjam. Artinya, itu ngebut tapi wong namanya mobil-mobil bagus, ya mobilnya mobil bagus, tidak terasa. Ini dua ratus kilometer perjam kok anteng saja. Saya tengok-tengok di spido-nya, “waduh sudah lebih dari dua ratus,” saya agak deg-degan juga. Mobil yang di belakang, sudah lewat semuanya, ditinggal.

Inilah hubungan-hubungan pribadi yang ingin kita jalin dengan negara-negara dengan penduduk muslim yang banyak di negara-negara terutama di negara-negara Timur Tengah.

Terakhir bulan Januari yang lalu saya juga pergi ke Cox’s Bazar, dimana lebih dari satu koma satu juta pengungsi Rohingya itu hidup di pengungsian yang sangat memprihatinkan sekali. Dan Indonesia, saya adalah Presiden pertama yang datang ke Cox’s Bazar. Apa yang ingin kita tunjukkan? Yang ingin kita tunjukkan adalah bahwa kita ini juga memiliki, ingin menjalin, tidak hanya ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, tapi juga ukhuwah basyariyah dengan saudara-saudara kita yang ada di negara-negara lain yang dalam kondisi sangat memprihatinkan.

Setelah itu, dari Cox’s Bazar saya terbang, dari Bangladesh saya terbang langsung ke Afghanistan, ke Kabul. Delapan hari sebelum kita ke Kabul ada bom yang menewaskan dua puluh tiga orang. Dua hari sebelumnya juga ada bom lagi yang menewaskan seratus tiga orang. Bahkan dua jam sebelum saya turun pesawat di Kabul, ada bom lagi yang menewaskan lima orang.

Memang sebelum saya ke Kabul, Panglima TNI, Kapolri sudah menyampaikan kepada saya, “Presiden Jokowi, sebaiknya Bapak tidak pergi ke Kabul karena situasinya tidak aman.” Tapi saya sampaikan, “ini sudah saya rencanakan, sudah kita rencanakan, saya ingin ke Afghanistan, saya ingin ke Kabul. Bismillah, saya berangkat.”

Ya, akhirnya berangkat tapi malam sebelumnya saya telepon ke Presiden Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan. Saya sudah dengar di Kabul seperti itu, saya minta nanti saya dari airport ke Istana minta dijemput panser yang antiroket dan antipeluru. Ya, saya punya permintaan dong, kita sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Saya minta disiapkan panser antiroket dan antipeluru. Karena kita kan juga belum bisa membayangkan, belum pernah kesana.

Dan saya turun, pesawat kita turun, kanan kiri ada bukit-bukit, turun begini. Memang di Afghanistan berbukit-bukit. Turun, saya juga deg-degan juga lihat jendela. Waduh ini diroket pesawatnya, saya dijemput antiroket, antipeluru tapi kalau pesawatnya diroket kan kena kita. Tapi alhamdulillah begitu turun di Kabul, buka pintu pas hujan salju. Itu kalau katanya orang Afghanistan itu sebuah barakah.

Dijemput oleh Wakil Presiden Afghanistan. Beliau bisik-bisik kepada saya, “Presiden Jokowi, ini pesan dari Presiden Ashraf Gani, dimohon Bapak tidak naik panser antipeluru dan antiroket.” “Lho lho lho lho, sudah turun kok ganti ini, terus?” “Kami mohon Bapak memakai mobil biasa dari airport menuju ke Istana.” Saya tanya alasannya apa, karena tadi malam perjanjiannya pakai panser antiroket, antipeluru. “Agar persepsi dan image dari luar Kabul dan Afghanistan ini aman, sehingga Bapak kami mohon pakai mobil biasa.” Saya pikir-pikir lagi, “waduh sudah sampai di Kabul ini saya bilang, masa saya mau balik lagi, kan tidak mungkin.” Ya sudah, bismillah saya naik mobil biasa.

Tapi setelah saya naik mobil itu saya juga tenang saja. Kenapa tenang? Wong kanan kiri saya yang mengawal tank banyak, ada tank, di atas ada helikopter, ya ngapain saya takut? Naik panser sama naik mobil biasa juga sama saja menurut saya. Dan alhamdulillah sampai di Istana dengan selamat.

Kenapa saya datang kesana dengan risiko-risiko seperti itu? Karena dua tahun yang lalu saat Presiden Ashraf Ghani ke Indonesia beliau meminta kepada kita untuk menjadi mediator konflik di Afghanistan yang sudah berjalan lebih dari empat puluh tahun, dan tidak pernah berhenti konflik itu, perang itu. Kita sudah berapa kali, ini sudah lima kali, baik dari Afghanistan kesini, kita kesana. Baik dari pemerintah, dari High Peace Council, kemudian dari ulama juga, kemudian dari kelompok taliban juga pernah ke Indonesia semuanya. Tapi ini memang pertemuan tertutup jadi belum kita buka kemana-mana. Dan kita harapkan nantinya doa restu para ustad, para ustadzah, para santri, serta Saudara-saudara semuanya, Afghanistan bisa damai kembali atas prakarsa mediasi Indonesia sebagai mediator dari konflik yang ada.

Terakhir, saya yakin dan optimis Indonesia akan mampu meraih kemajuan dan kejayaan. Dan melalui masjid kita tebarkan persaudaraan, kita tebarkan ukhuwah, kita tebarkan persatuan masyarakat kita, dan kita tebarkan keteduhan hati, keteduhan iman.

Saya itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.
Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru