Setelah UU Tax Amnesty, Pemerintah Akan Dorong Perbaikan 3 Undang-Undang

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 10 Agustus 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 27.191 Kali
Presiden Jokowi berbincang dengan Seskab saat acara sosialisasi tax amnesty di Semarang (9/8). (Foto:Humas/Oji).

Presiden Jokowi berbincang dengan Seskab saat acara sosialisasi tax amnesty di Semarang (9/8). (Foto:Humas/Oji).

Terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak akan diikuti oleh Perubahan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan (PPh), khususnya PPh Badan, dan Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).

Hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menjawab harapan penurunan tarif pajak dari salah satu peserta sosialisasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Rama Shinta Ballroom, Patra Jasa Semarang Convention Hotel, Selasa (9/8) malam.

“Pikiran sederhana saya mengatakan seperti ini. Kalau di Singapura PPh Badan kena 17 persen, kenapa kita harus 25 persen. Kita ini mau bersaing. Gimana kita mau bersaing, sana kena 17 persen, sini kena 25 persen. Ya lari ke sana semua,” ucap Presiden Jokowi memberikan gambaran mengapa Pemerintah mulai mempertimbangkan untuk menurunkan tarif pajak.

Saat ini, lanjut Presiden, pemerintah masih menghitung dan mengkalkulasi, apakah penurunan akan dilakukan secara langsung misalnya dari 25 persen ke 17 persen, atau dilakukan secara bertahap misalnya dari 25 persen, ke 20 persen, baru kemudian 17 persen. “Kalau negara lain bisa, kita harus bisa,” tegasnya.

Harapan penurunan tarif pajak sendiri disampaikan salah satu peserta karena ada kecenderungan orang akan menghindar ketika tarifnya mahal.

“Daripada nanti dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, mendingan diturunkan juga agar semua jadi mudah, murah, dan transparan. Selain itu dunia usaha juga semakin bergairah,” jelas salah satu peserta yang menanyakan apakah ada rencana Pemerintah untuk menurunkan tarif pajak.

Presiden menjelaskan, dalam era kompetisi yang sangat ketat, Indonesia dituntut untuk cepat melakukan perubahan dan penyesuaian. Jika tidak mampu mengikuti, akan ditinggal bangsa lain.

Ia menegaskan, pemerintah masih mengumpulkan banyak masukan dari banyak pihak untuk mempertimbangkan apa yang harus diputuskan dan dilakukan.  “Maksimal insya Allah tahun depan akan rampung semuanya,” jelas Presiden.

Meski perubahan tiga Undang-Undang tersebut harus melalui proses pembahasan di DPR, Presiden meyakini bahwa para anggota DPR akan mendukung proses pembahasan itu. Selain mengkaji Undang-Undang, Pemerintah juga tengah mengkaji kemungkinan pengembangan salah satu pulau Indonesia sebagai tax heaven (surga pajak), seperti halnya Labuan yang ada di Malaysia.

“Kita juga punya pulau banyak, buat satu pulau untuk tax heaven, kenapa tidak, misalnya. Ini juga sedang dalam proses semua,”ungkap Presiden menjelaskan kajian-kajian yang sedang dilakukan Pemerintah saat ini.

Khianati Kepercayaan

Dalam sesi tanya jawab yang dipandu langsung oleh Dirjen Pajak, Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa Presiden Jokowi telah memberikan kelonggaran melalui kebijakan tax amnesty.

“Seperti ada di Undang-Undang Tax Amnesty, untuk semua harta yang memang belum dimasukkan dalam SPT. Jika Bapak/Ibu memasukkan dalam tax amnesty, kami stop,”ujar Sri Mulyani seraya menjelaskan bahwa penghentian penyelidikan akan dilakukan ketika harta yang bersangkutan dilaporkan seluruhnya melalui program tax amnesty.

Namun, Sri Mulyani mengingatkan, jangan sampai hanya sebagian harta yang dilaporkan dan dilanjutkan dengan permohonan penghentian penyelidikan.

“Saya tidak ingin, ada yang menungganginya dengan melaporkan 10 persennya dan dilaporkan untuk menghentikan penyelidikan. Itu mengkhianati kepercayaan Bapak Presiden,” tambah Sri Mulyani.

Pada kesempatan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengajak seluruh peserta untuk ikut mendukung kebijakan Pemerintah. Tidak hanya dengan hadir atau sekadar menggunakan fasilitas.

“Ini sangat serius, betul-betul membangun Republik Indonesia. Yang disampaikan Presiden tadi itu angin segar. Kalau seperti koin itu, sisi angin segar, di sisi lain adalah kewajiban anda sebagai warga negara,” ujar Menteri Keuangan mengingatkan bahwa kewajiban membayar pajak adalah salah satu kewajiban seorang warga negara. (RMI/DID/ES)

Berita Terbaru