Soal Revisi UU KPK, Ruki: Kalau Presiden Menolak, DPR Tidak Bisa Memaksa

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 19 Juni 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 29.496 Kali
Ketua KPK Taufiqurahman Ruki

Ketua KPK Taufiqurahman Ruki

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurahman Ruki mengemukakan, sebanarnya rencana pembahasan revisi Undang-Undang KPK prosesnya baru akan dimulai tahun 2016. Ia tidak mengetahui, kenapa ada percepatan dalam revisi UU KPK itu.

Meski demikian, kata Ruki, karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menolak rencana dan usulan revisi Undang-Undang KPK, maka DPR sebagai salah pihak dalam rangka pembuatan Undang-Undang itu tidak bisa memaksa.

Berarti Presiden memastikan tak akan mau membahas dengan DPR? “Tidak mau membahas,” jawab Taufiqurahman Ruki kepada wartawan seusai mengikuti rapat terbatas, di kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/6) sore.

Meski demikian, menurut Taufiqurahman Ruki, KPK akan tetap memberikan masukan kepada DPR dalam rangka penyusunan  (revisi) itu kemudian, tetapi ia menegaskan, tentu sangat tidak mungkin KPK mengusulkan pasal-pasal yang bisa melemahkan dirinya sendiri.

Menurut Bapak, baiknya (revisi) kapan? “Presiden bilang akan ditangguhkan sampai nanti sinkronisasi Undang-Undang KUHP dan KUHAP,” jelas Ruki.

SP3 Untuk KPK         

Ketua KPK itu tidak menjelaskan mengenai 5 (lima) poin yang jadi fokus dalam revisi UU KPK. Namun soal adanya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3), Taufiqurahman Ruki menjelaskan, bahwa saat hal itu saat ini belum dibutuhkan oleh KPK.

Ruki menjelaskan, justru dengan tidak adanya kewenangan melakukan SP3, KPK dipaksa untuk bekerja lebih proper. Artinya, kita tidak boleh sampai di pengadilan dinyatakan bahwa tidak cukup bukti.

“Itu kita tetap, jadi kita tanpa SP3 betul-betul untuk kerja dengan proper. Itu sangat positif untuk kita,” ungkap Ruki seraya meyebutkan, dari perpespektif hukum  di pasal KUHP 78 atau 79 tentang gugurnya hak untuk menunut hukuman, itu apabila tersangkanya meninggal dunia, apabila perkaranya kadaluarsa maka kalau itu terjadi terpaksa perkaranya harus dihentikan.

Menurut Ruki, hal-hal  seperti yang harus dijelaskan sedikit di dalam Undang-Undang tetapi kalau perkara-perkara yang lain, kurang bukti atau segala macam, tidak boleh. “Tidak boleh sama sekali KPK diberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan,” tegasnya. (Humas Setkab/ES)

Berita Terbaru