Transkrip Presiden Joko Widodo saat Meresmikan Pembukaan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2017, di Istana Negara, pada hari Kamis, 14 September 2017

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 18 September 2017
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 5.352 Kali

Logo-Pidato2Bismillahhirrahmanirrahim, Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Saya ingin mengingatkan kita semuanya bahwa kita tidak boleh memandang pengelolaan keuangan negara hanya sebagai urusan teknis saja, hanya urusan prosedural saja.  Apa yang kita lakukan harus mengarah kepada perbaikan-perbaikan sistem. Ini yang selalu dan berkali-kali saya ulangi, perbaikan sistem.

Apalagi sekarang sudah terjadi destructive innovation. Semunya bergerak, semuanya berkembang dengan cepat, dengan cara-cara yang tidak terduga, dengan cara yang tidak terduga, inovasinya cepat sekali.

Oleh sebab itu kita juga harus berani berubah. Akuntansi kita mestinya harus kita arahkan, orientasi tidak kepada orientasi prosedur, oprientasinya harus dirubah pada orientasi hasil. Hasilnya pun juga harus yang berkualitas. Arahnya mesti kesana semuanya.

 Karena kalau kita lihat banyak terjadi inefisiensi, baik APBN maupun APBD. Saya sudah cek satu per satu, banyak sekali inefisiensi itu. Setiap kegiatan yang ada, coba dilihat satu per satu, tidak jelas hasil yang akan dicapai.

Kegiatan ini apa sih hasilnya yang akan dicapai? Tidak jelas. Tujuan dan sasaran tidak berorientasi pada hasil. Ya sudah,asal laporannya, SPJ sudah, dah rampung. Sekali lagi, tujuan, sasaran tidak berorientasi pada hasil. Hati-hati dengan ini.

Percuma kita membuat kegiatan-kegiatan, program-program, tapi hasilnya tidak kelihatan.

Banyak sekali yang ukuran-ukuran kinerjanya tidak jelas, banyak. Kemudian juga banyak tidak ada keterkaitan program dengan sasaran pembangunan. Lepas sendiri-sendiri.

Kemudian kalau dirinci lagi, rincian kegiatan tidak sesuai dengan maksud kegiatan. Kemana nggak jelas juga. Inilah saya kira banyak inefisiensi di APBN/APBD yang perlu kita perbaiki besar-besaran.

Sekali lagi, akuntansi kita harusnya berorientasi kepada hasil, bukan kepada prosedur. Yang lalu-lalu kita terlalu banyak membuat aturan-aturan, pagarnya dibuat tinggi-tingi. Tetapi yang lompat juga masih banyak sekali, untuk apa pagar kalau yang lompat juga masih bisa.

Kalau saya, saya sampaikan kepada Menteri Keuangan, buat prosedur laporan itu yang simpel, yang sederhana. Sudah berkali-kali saya sampaikan, ini penting sekali. Dan memang sudah ditindaklanjuti arahan saya tadi oleh Kementerian Keuangan melakukan revisi PMK Nomornya 168, menjadi PMK Nomor 173,

Coba, laporan itu apa sih, laporan sampai 44 laporan, ada yang 14 jenis laporan, belum anaknya. Ini laporan induknya nanti beranak sampai berapa Ibu Menteri?
108 atau 112 seingat saya.

Nah ini kita bekerja untuk membuat laporan atau bekerja untuk menghasilkan  sesuatu? Saya sudah sampaikan, buat yang simple, yang sederhana. Urusan SPJ sederhana, jangan sampai apa, bertumpuk-tumpuk laporan, ya apa dibaca sih?

Buat sajalah 2 atau 3 laporan maksimal. Itu sudah maksimal untuk saya. Ruwet lagi itu sudah. Yang paling penting gampang dicek, gampang dikontrol, gampang diikuti, hasilnya jelas, sudah.

Saya mengalami waktu Wali Kota mengalami, waktu Gubernur mengalami, sekarang juga masih mengalami. Nggak mau saya, harus kita setop.

Coba Bupati/Walikota lihat Kepala Dinas kita, Kepala Sekolah kita, sampai tengah malam, tengah malam, saya tanya apa ini yang dikerjakan? SPJ, Pak. Coba dicek saja ke Kepala Sekolah.

Saya pikir dulu awal-awal saya nggak ngerti, saya pikir waduh ini rajin bener ini Kepala Sekolah saya ini, sampai tengah malam lampu masih hidup. Saya pikir menyiapkan rencana KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) untuk anak didiknya. Senang dong, wah bagus-bagus. Begitu dilihat, apa ini? SPJ pak.

Coba dilihat Bapak/Ibu Gubernur/Bupati/Wali Kota,lihat. Ngurusi SPJ.  Keluhan yang sama disampaikan kepada saya, penyuluh. Pak, ini 70% Pak, pikiran dan tenaga kita habis untuk nyiapin SPJ. Tadi sama Kepala Sekolah juga gitu, penyuluh juga gitu.

Dana desa tanya Kepala Desa. Pusing semuanya, bukan ngerjain membuat irigasi atau membuat embung. Pusingnya tidak ngerjain itunya, ngerjain laporannya. Coba Bupati/Wali Kota/ Gubernur tanyakan, pada pusing ndak?
Diem semuanya?  Bener ndak ini? Betul. Kalau sering turun ke bawah, ke Kepala Sekolah, Kepala Dinas, pusingnya di laporan, laporan, laporan, laporan, laporan.

Karena peraturan disini nanti turun ke Provinsi tambah lagi aturannya, turun ke Kabupaten/Kota disitu ada  aturannya lagi. Itu yang namanya beranak-pinak seperti itu. Laporan harusnya 44 menjadi 108 laporan, 44 itu sudah terlalu banyak ditambah lagi anaknya, jadi 108 tadi. Pusing semuanya kita. Ngabis-ngabisin kertas saja.

Padahal situasi dunia global sudah berubah total semuanya, mestinya kita sekarang melakukan, kalau, ini akan menjadi kunci kalua kita lakukan dengan transaksi non cash. Itu paling mudah.

Coba kita lihat dulu kita rintis di DKI Jakarta. Non cash transaction itu paling, sangat, akan sangat membantu.  Wong sekarang ini dunia sudah berubah begitu sangat cepat mengenai pembayaran.

Coba Elon Musk pakai PayPal, Jack Ma pakai Alipay, sudah pasti modalnya hanya smart phone, hanya gawai aja, dah tunjukin. Tik tik tik tik, rampung. Kita masih buat laporan 44 jenis laporan, 108 jenis laporan, mabok semuanya dong kita nanti.

Ndak lah, ini harus betul-betul kita harus rombak semuanya, kita harus rombak, harus berani. sehingga kita semakin cepat bergeraknya, semakin cepat memutuskan dan terjebak kepada laporan, laporan, laporan.

Saya dapat laporan ini di DKI Jakarta, yang transaksi non cash ini sudah memiliki 752 entitas. Ini sudah berkembang cepat sekali. Gampang sekali kalau hal-hal seperti ini semua melakukan.

Sekali lagi, penyerdehanaan SPJ menjadi kunci yang harus kita lakukan, sehingga tenaga, pikiran kita bisa kita gunakan untuk mengikuti proses kegiatan program yang ada, mengecek kualitas-kualitas proyek program yang ada, dan tidak tertumpuk, terjebak kepada banyaknya laporan yang harus kita buat

Saya kira semuanya juga senang kok laporannya hanya  2 gitu. Senang nggak? Senang kan. Atau masih ada yang senang laporannya 108 laporan , nggak tau juga saya kalau ada yang senang tulis menulis.

Tapi yang penting meskipun laporannya hanya 2, yang paling penting akuntabel, gampang dicek, gampang dikontrol, pengawasannya mudah, pengawasannya mudah diikuti. Saya kira itu.

Kuncinya akan ada disitu. karena kita juga sudah, budaya WTP ini sudah, saya kira sangat baik tadi misalnya saya kira di Kementerian Lembaga sudah 84 persen, di Provinsi sudah 90 persen, di Kabupaten/Kota sudah 66 persen. Sangat baik, sebuah progres yang sangat baik.

Tetapi WTP kan bukan tujuan. Tujuan akhirnya bagiamana sebuah pogram itu memberikan hasil, program itu bisa tepat sasaran.

 Sekali lagi titip saya hanya satu, penyederhanaan akuntasi kita yang berkaitan dengan laporan-laporan yang ada.

Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh. 

Transkrip Pidato Terbaru