KUR Membantu Usaha Kecil di Lebak
Akses terhadap permodalan selalu menjadi kendala utama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mengembangkan usaha. Namun, kendala itu pelan-pelan mulai terkikis dengan adanya program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Program kredit usaha rakyat (KUR) merupakan program pemerintah yang ditujukan untuk usaha kecil dan menengah, sejak tahun 2007. Program kredit Rp 20 juta sampai Rp 500 juta ini bisa diakses pelaku usaha di 33 bank pemerintah tanpa agunan untuk mikro dan dengan syarat usaha berjalan minimal 6 bulan. Hampir 8 tahun program kluster 3 ini membantu pelaku UMKM untuk mengembangkan usaha. Kendala modal yang selama ini dikeluhkan pelaku UMKM bisa teratasi dengan program KUR. Hampir di seluruh Indonesia para pelaku UMKM merasakan program KUR baik mikro maupun ritel. Hal tersebut juga dirasakan oleh pelaku UMKM di Kabupaten Lebak.
Para pelaku UMKM di Lebak merasakan kehadiran KUR sangat membantu proses permodalan. Keterbatasan modal yang dimiliki membatasi produksi para pelaku UMKM di Lebak. KUR memberikan jawaban dalam pengembangan usaha para pelaku UMKM ini. KUR dirasakan pelaku usaha mulai dari usaha perdagangan hingga kerajinan meubel dan pembuatan dompet.
Ketertarikan pelaku UMKM terhadap program KUR antara lain karena bunga rendah, cicilan setiap bulan dimulai dari bulan depan setelah pencairan dan persyaratan yang mudah. Bunga rendah 12 persen per tahun atau 1 persen setiap bulan, cicilan tidak dihitung bulan depan setelah pencairan dan persyaratan hanya KTP, KK dan surat keterangan usaha dari desa. Selain itu sebenarnya bagi pihak bank dalam menyalurkan kredit harus memiliki kriteria bankable yaitu memiliki ijin usaha serta agunan yang marketable (letak agunan dipinggir jalan). Namun disinilah keunggulan dan perbedaan KUR dengan program kredit komersil lainnya. Calon nasabah KUR cukup memiliki usaha yang feasible atau layak. Kelayakan sebuah usaha yang akan diberikan kredit mempunyai kriteria antara lain, kemampuan menabung untuk membayar cicilan, bisa mengembangkan usaha, modal berputar untuk belanja terbaru. Kebanyakan nasabah KUR secara kasat mata sudah berkembang pesat tapi belum tergolong bankable karena tidak memiliki surat ijin usaha dan agunan. Akhirnya untuk melakukan pengusaha hanya bisa mengembangkan usaha secara per lahan.
Sebelumnya beberapa pelaku UMKM kebanyakan tidak berani berurusan dengan bank karena sudah terbayang bunga besar dan dikejar tagihan. Hal itu berubah setelah para pelaku usaha mengenal program KUR. Rata-rata mereka meminjam KUR dengan besaran Rp 5 juta sampai Rp 200 juta.
Kehadiran program KUR memberikan harapan pada pelaku usaha UMKM yang ingin berkembang dan bersaing. Pelaku usaha bisa menambah produksi barang dan menambah penghasilan. Ada juga yang bahagia mengenal KUR yang memiliki kemudahan syarat, cicilan dan bunganya karena pernah meminjam ke lembaga keuangan dengan cicilan dan bunga tinggi bahkan ditolak. Kemanfaatan dari program ini langsung mengenai sasaran dan memiliki nilai kegunaan yang besar.
Mayoritas nasabah di Lebak setelah mendapatkan pinjaman KUR usahanya berkembang. Terutama skala mikro pengusaha memiliki semangat untuk terus berkembang. Masyarakat dengan pemahaman awam terhadap dunia perbankan awalnya ragu untuk melakukan pinjaman ke bank. Namun semua berubah setelah mengenal program KUR yang memberikan kemudahan dalam prosedurnya. Usaha kecil yang dijalankan semakin bergairah karena suntikan dana segar. Proses produksi semakin lancar dan tambah banyak tentu hasilnya berlipat ganda.
Realisasi KUR yang disalurkan pada tahun 2007- Juni 2014 mencapai Rp 227,4 miliar yang diberikan kepada 33.021 usaha kecil. Perinciannya, meliputi KUR Mikro atau di bawah Rp 20 juta sebesar Rp 176,6 miliar yang dikucurkan kepada 32.428 usaha kecil dan KUR ritel yakni di atas Rp 20 juta hingga maksimal Rp 500 juta berjumlah Rp 51 miliar yang diberikan kepada 593 usaha. Khusus tahun 2014 KUR yang disalurkan sebesar Rp 65,5 miliar dengan jumlah nasabah 7.415 orang.
Salah satu pelaku usaha yang menikmati program KUR adalah Rahmat, seorang pengrajin dompet warga Desa Girimukti, Kecamatan Cimarga merasakan betul manfaat dari penyaluran KUR. Usaha kerajinan dompet yang digeluti sekarang berkembang dari produksi dompet 2.400 buah menjadi 4.800 per bulan. Ia mendapatkan skill membuat dompet karena pernah bekerja di pabrik dompet di Jakarta. Pada tahun 2004 memberanikan diri membuka sendiri usaha dompet. Usahanya dikerjakan keluarga sendiri serta 20 orang karyawan. Ia meminjam KUR sebesar Rp 10 juta untuk 2 tahun dengan cicilan Rp 518.700 sekarang memasuki cicilan kesembilan. KUR digunakan untuk membeli bahan baku kain serta benang. Ia ingin menambah pinjaman untuk menambah pembelian bahan baku kain. Penambahan pinjaman dirasakan kurang untuk pengembangan yang lebih besar. Sangat bermanfaat KUR untuk pengembangan usaha saya seperti sekarang. Saya ingin meminjam Rp 50 juta dengan bunga kecil seperti ini lagi kalau sudah lunas. Proses dan syaratnya mudah, semoga program KUR diteruskan kedepannya, tuturnya.
Ia menuturkan omzet usahanya per minggu mencapai Rp 30 sampai Rp 40 juta. Dengan keuntungan 10 persen atau Rp Rp 4 juta per minggu. Rahmat mengaku memiliki pelanggan di Jakarta seperti Pasar Mangga Dua dan Pasar Senen. Setiap minggu mengirim barang ke Jakarta, sekalian beli bahan untuk produksi kedepan. Toko memberikan harga yang berbeda kalau bayar tunai dengan bayar kredit, selisihnya lumayan. Untuk itu saya perlu pinjaman lebih besar, ujar Rahmat tersenyum.
KUR membantu perkembangan ekonomi warga penerima KUR lainnya adalah Jairam, warga Desa Giri Mukti, Cimarga. Pria yang berprofesi sebagai pengrajin dompet pinjam KUR untuk modal sebesar Rp 10 juta dengan tempo 2 tahun dengan cicilan Rp 517.000. Jairam menceritakan bahwa dirinya memiliki pengalaman ditolak bank ketika mengajukan pinjaman. Ketika ada teman yang menyarankan untuk datang ke BRI, ia senang bisa mendapatkan pinjaman modal untuk mengembangkan usaha. Pinjaman KUR digunakan untuk menambah bahan produksi dompet. Ia dibantu 20 karyawan untuk menghasilkan 60 lusin per minggu atau 240 lusin per bulan. Berbeda dengan Rahmat, pangsa pasar yang digarap Jairam adalah Bali. 240 lusin dompet per bulan ia kirim ke pulau dewata dengan target pembeli wisatawan mancanegara. Saya milih KUR karena prosedur yang mudah dan bunga ringan. Modal yang berputar tiap minggu sekitar Rp 70 juta dengan omzet Rp 7 juta yang saya dapat, tuturnya.
Sementara nasabah yang mendapatkan pinjaman KUR ritel adalah Malik Eryanto, warga Komplek BTN, Rangkasbitung, Lebak, pengusaha di bidang kerajinan meuble ini mendapatkan pinjaman KUR ritel sebesar Rp 100 juta dengan rekening koran. Pinjaman tersebut digunakan untuk menambah stok produksi meuble seperti lemari, kursi, tempat tidur dan jenis lainnya. Pinjaman tersebut juga untuk membeli bahan baku pohon mahoni yang kesediaan dan harganya berubah-ubah tidak menentu. Menurutnya kalau ada modal lebih leluasa jika ada kabar ada mahoni yang dijual, pihaknya bisa langsung mengambil.
Yanto begitu panggilan akrabnya merasakan manfaat KUR jika mendapatkan pesanan. Ia bisa mengerjakan pesanan hingga selesai dan melihat kepuasan pelanggan. Berbeda dengan sebelum ada pinjaman ketika ada pesanan, ia selalu meminta uang muka 30 persen. Jadi sekarang leluasa mengerjakan pesanan pelanggan tidak tampak meragukan seperti dulu karena selalu minta DP (uang muka). Kebanyakan yang saya kerjakan untuk hotel, SPBU dan pesanan kontraktor, tuturnya semangat.
Ia dibantu 5 karyawan dimana sebelumnya hanya 2 orang. Ia membandrol harga lemari rata-rata Rp 2- 3 juta tergantung model. Untuk kursi per set di jual dengan harga Rp 3-4 juta tergantung model kebanyakan pemesan datang dari usaha rias pengantin. Tempat tidur di jual dengan harga Rp 2 juta sudah lengkap dengan dipannya. Yanto juga menerima perbaikan meuble untuk diperbaiki. Dari situ ia mendapatkan omzet sebesar Rp 200 juta dengan margin keuntungan Rp 20 juta per bulan. Yanto juga sudah mempunyai pick up untuk mengantar barang, tidak menyewa seperti dulu lagi. (Firman & S. Dhuha)