KUR Meningkatan Pendapatan UMKM di Boyolali

By Humas     Date 4 Juli 2014
Category: Pro People
Read: 7.839 Views

img_6970Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, terbantu dengan adanya Kredit Usaha Rakyat (KUR). Berkat adanya KUR mereka memperoleh tambahan modal yang berdampak positif dalam mengembangkan usahanya. Pihak perbankan bekerja sama dengan Pemerintah  Kabupaten Boyolali, koperasi, dan berbagai asosiasi pengusaha, gencar menyosialisasikan KUR ke pelosok-pelosok desa.

Di Boyolali KUR dilaksanakan oleh tujuh bank, yakni BRI, BNI, Bank Mandiri, BTN, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Jateng. Realisasi penyaluran KUR retil dan mikro pada periode 2010 hingga April 2014 mencapai Rp 290,33 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 27.905 orang. Adapun tenaga kerja yang terserap dalam berbagai bidang usaha yang dibiayai KUR sepanjang 2010 hingga April 2014 sekitar 83.715 orang.


Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, terbantu dengan adanya Kredit Usaha Rakyat (KUR). Berkat adanya KUR mereka memperoleh tambahan modal yang berdampak positif dalam mengembangkan usahanya. Pihak perbankan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Boyolali, koperasi, dan berbagai asosiasi pengusaha, gencar menyosialisasikan KUR ke pelosok-pelosok desa. Di Boyolali KUR dilaksanakan oleh tujuh bank, yakni BRI, BNI, Bank Mandiri, BTN, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Jateng. Realisasi penyaluran KUR retil dan mikro pada periode 2010 hingga April 2014 mencapai Rp 290,33 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 27.905 orang. Adapun tenaga kerja yang terserap dalam berbagai bidang usaha yang dibiayai KUR sepanjang 2010 hingga April 2014 sekitar 83.715 orang. Penyalur KUR terbesar adalah BRI Cabang Boyolali. Sejak KUR dilaksanakan tahun 2007 BRI Cabang Boyolali telah menyalurkan KUR hingga tahun 2013 sebesar Rp 127,02 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 14.733. Khusus tahun 2013 KUR yang disalurkan sebesar Rp 20,49 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 1.097 orang. Usaha-usaha yang dibiayai KUR meliputi pertanian, sarana pertanian, perdagangan, warung sembako, toko pakaian, industri pengolahan pertanian, kerajinan, dan lain sebagainya. KUR dirasakan manfaatnya oleh Tri Tunggal, pembudidaya lele di Desa Tegal Rejo, Kecamatan Sawit. Pria berusia 40 tahun ini sejak tahun 2000 berbudidaya lele. Sebagian besar warga Desa Tegal Rejo berbudidaya lele. Untuk meningkatkan usahanya pada tahun 2008 Tri meminjam KUR Rp 20 juta dari BRI Unit Sawit. Dana KUR dipergunakan untuk tambahan membeli benih dan pakan lele. Saat itu dia memiliki dua kolam. Berkat suntikan dana dari KUR usaha budidaya lelenya berkembang. Setelah lunas pada tahun 2010 Tri kembali meminjam KUR sebesar Rp 50 juta dari BRI Cabang Boyolali. Ia memberikan sertifikat tanah sebagai jaminan. Uang KUR dipergunakan untuk membeli enam kolam lele, sehingga ia memiliki delapan kolam. Tak berhenti hanya di situ, Tri terus mengembangkan usahanya. Setelah lunas ia meminjam KUR lagi untuk ketiga kalinya sebesar Rp 100 juta untuk jangka waktu tiga tahun. Dana KUR dipergunakan untuk menyewa tujuh kolam dengan sewa Rp 400.000/panen, masa panen 3,5 bulan. Dalam menjalankan usaha budidaya ternak lele, Tri membutuhkan modal sebesar Rp 15 juta yang digunakan untuk membeli bibit sebanyak 10.000 ekor/kolam dan pakan lele. Dari budidaya kolam lele ini 1 kolam dapat menghasilkan rata-rata 12 kuintal /kolam dalam jangka waktu 3,5 bulan. Ia memperoleh untung bersih rata-rata Rp 3 juta/kolam. Dari usaha budidaya lele itu Tri menciptakan lapangan kerja untuk 8 orang. Mereka bertugas mengambil lele dan menimbangnya. “Saya yakin budidaya lele mempunyai masa depan yang bagus, karena mudah menjualnya. Saya bertekad terus mengembangkan usaha budidaya lele ini agar dapat menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang,” katanya sambil tersenyum. Tri mengembangkan sayap usahanya dengan berjualan sembako di sebuah toko bertingkat dua di dekat rumahnya. Omsetnya rata-rata per hari mencapai Rp 750 ribu/hari. Modal berjualan sembako berasal dari keuntungannya berbudidaya lele. Selain memiliki toko sembako, Tri juga memiliki tanah ladang seluas 500 m² dan kendaraan bermotor. Penerima manfaat KUR lainnya adalah Sri Mulyono, pembudidaya jamur tiram di Desa Tambak, Kecamatan Mojosongo. Ia dan isterinya, Suharmi, merintis budidaya jamur tiram pada tahun 2004 setelah belajar dari tetangganya. Berkat kerja keras usaha budidaya jamur tiram berjalan lancar. Seiring banyaknya permintaan jamur tiram dari para pelanggan, tahun 2009 Mulyono membutuhkan tambahan modal dan meminjam KUR Rp 5 juta dari BRI. Ia berkewajiban membayar angsuran Rp 390 ribu/bulan selama 18 bulan. Selanjutnya tahun 2010 Mulyono pinjamannya meningkat menjadi Rp 6 juta, tahun 2012 sebesar Rp 10 juta, dan tahun 2014 sebesar Rp 14 juta. Berkat KUR usaha budidaya jamur tiramnya mengalami kemajuan. Uang KUR selain untuk mengembangkan usaha budidaya jamur tiram juga dipergunakan untuk membangun toko yang berjualan alat-alat tulis dan usaha jasa fotokopi. Sebelumnya ia telah memiliki warung sembako. Omsetnya dari usaha fotokopi rata-rata per hari Rp 750 ribu, sedangkan omsetnya dari warung sembako rata-rata per hari Rp 500 ribu. “Saya bersyukur dengan adanya KUR, karena KUR telah memperlancar usaha saya, sehingga taraf ekonomi keluarga saya meningkat,” kata Mulyono. Ia kini memiliki dua buah sepeda motor, tanah ladang seluas 180 m², dan rumahnya layak huni. Kegembiraan mendapat KUR juga dirasakan oleh Nur Hasyim, peternak sapi di Desa Bakulan, Kecamatan Cempogo. Nur beternak sapi sejak tahun 2007 yang modal awalnya berasal dari kantongnya sendiri. Tahun 2010 Nur memperoleh KUR Rp 50 juta dengan jaminan sertifikat tanah. Ia membayar angsuran Rp 3 juta/bulan selama dua tahun. Setelah lunas pada tahun 2012 Nur mendapat KUR untuk kedua kalinya sebesar Rp 99 juta untuk jangka waktu dua tahun. Ia lancar membayar angsuran, dan setelah lunas tahun 2014 ia mendapat kepercayaan lagi dari bank sebesar Rp 200 juta untuk jangka waktu tiga tahun dengan sistem selama 5 bulan membayar bunga Rp 2.166.687, setelah itu pada bulan ke-6 membayar bunga dan angsuran Rp 35.500.667. Uang KUR dipergunakan untuk tambahan modal mengembangkan usaha peternakan sapi. Ia membeli sapi yang berasal dari Boyolali dan sekitarnya. Tiap bulan ia dapat menjual 50 ekor sapi yang telah digemukkan selama 3 bulan, dan memperoleh keuntungan rata-rata Rp 5 juta/ekor. “KUR telah memperlancar usaha saya di sektor peternakan sapi. Berkat KUR usaha peternakan dan penjualan sapi berjalan lancar,” kata Nur. Sektor usaha lain yang didanai KUR adalah usaha kerajinan logam. Salah seorang perajin logam yang mendapat KUR adalah Siti Fatimah. Warga Desa Cempogo yang berusia 39 tahun ini memulai usaha kerajinan logam tahun 2000. Sebelumnya ia bekerja di sebuah industri rumah yang bergerak di bidang usaha kerajinan logam. Berbekal pengalaman tersebut ia memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan modal awal uangnya sendiri. Pelan tapi pasti usahanya berjalan lancar. Tahun 2010 Siti mendapat KUR Rp 20 juta dengan jaminan sertifikat tanah. Uang KUR dimanfaatkan untuk tambahan berbelanja bahan baku kerajinan logam dari Surabaya. Setelah lunas tahun 2014 ia mendapat KUR lagi sebesar Rp 20 juta. “Usaha kerajinan logam saya buat berdasarkan pesanan, dan biasanya pembeli terlebih dahulu memberikan uang muka. Omset saya rata-rata Rp 100 juta/bulan dengan keuntungan Rp 10 juta/bulan,” katanya. Untuk mempromosikan usaha kerajinan tangan itu ia memajang foto-foto produk kerajinan tangan di rumahnya, dan bekerja sama dengan pemda setempat melalui ajang pameran. Melalui ajang pameran tersebut produk kerajinan tangannya dikenal oleh masyarakat. Usaha kerajinan logam telah meningkatkan taraf ekonominya, di mana ia kini telah memiliki sebuah mobil kijang, sebuah mobil box, dan sebuah sepeda motor. Selain itu usaha kerajinan logam itu membantu memberi nafkah bagi 10 orang karyawan. Modal sangat penting dalam menjalankan suatu usaha. Banyak usaha yang berkembang karena didukung modal yang kuat. Tidak sedikit usaha yang berprospek bagus dan memiliki nilai jual yang tinggi, namun karena keterbatasan modal menyebabkan para pelaku UMKM mengalami kesulitan mengembangkan usahanya. Masalah permodalan tersebut lalu teratasi ketika pemerintah melaksanakan program KUR, yakni pinjaman dana untuk para pelaku UMKM yang disalurkan oleh bank-bank milik pemerintah. KUR terbukti mujarab memacu perkembangan UMKM di seluruh daerah di Indonesia. KUR merupakan Program Pro Rakyat Klaster 3 yang diluncurkan Presiden SBY di Gedung BRI, Jakarta, tanggal 5 November 2007. Program ini merupakan upaya pemerintah membantu permodalan bagi UMKM dalam mengembangkan usahanya. Pemerintah memberikan jaminan melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Rp 2 triliun/tahun. KUR terdiri dari KUR mikro Rp 5 juta hingga Rp 20 juta, dan KUR ritel di atas Rp 20 juta hingga Rp 500 juta. KUR diberikan kepada pelaku UMKM yang mempunyai usaha minimal berjalan enam bulan. Layak atau tidaknya pelaku UMKM memperoleh KUR adalah wewenang pihak perbankan setelah dilakukan survei ke lokasi usaha. Jika dari hasil survei dan analisa usaha tersebut memiliki prospek yang bagus, maka pihak perbankan memberikan KUR. Selain kelayakan usaha, persyaratan memperoleh KUR adalah melampirkan KTP, KK, foto, dan surat keterangan usaha. Proses pencairan KUR 3 – 7 hari, dan bunganya kecil di bawah 1% yakni 0,57% – 0,95% per bulan. Semula KUR dilaksanakan oleh enam bank, lalu tahun 2010 diperluas menjadi 33 bank yang meliputi 7 bank nasional dan 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD). Pada periode 2007 – Maret 2014 penyaluran KUR di Indonesia mencapai Rp 150,260 triliun dengan jumlah nasabah 10.784 juta orang. Khusus tahun 2013 realisasi KUR tahun 2013 mencapai Rp 36,5 triliun, atau di atas target pemerintah sebesar Rp 36 triliun. Ditargetkan penyaluran KUR tahun 2014 mencapai Rp 38 triliun. Adapun tenaga kerja yang terserap dalam usaha-usaha yang dibiayai KUR sepanjang 2007 –2013 sekitar 35 juta orang. Dengan demikian KUR ikut berperan dalam mengurangi angka pengangguran dari 10,28% tahun 2006 menjadi 6,25% pada tahun 2013. (Kriswasana & Yogiantoro).>

Penyalur KUR terbesar adalah BRI Cabang Boyolali. Sejak KUR dilaksanakan tahun 2007 BRI Cabang Boyolali telah menyalurkan KUR hingga tahun 2013 sebesar Rp 127,02 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 14.733. Khusus tahun 2013 KUR yang disalurkan sebesar Rp 20,49 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 1.097 orang. Usaha-usaha yang dibiayai KUR meliputi pertanian, sarana pertanian, perdagangan, warung sembako, toko pakaian, industri pengolahan pertanian, kerajinan, dan lain sebagainya.

KUR dirasakan manfaatnya oleh Tri Tunggal, pembudidaya lele di Desa Tegal Rejo, Kecamatan Sawit. Pria berusia 40 tahun ini sejak tahun 2000 berbudidaya lele. Sebagian besar warga Desa Tegal Rejo berbudidaya lele. Untuk meningkatkan usahanya pada tahun 2008 Tri meminjam KUR Rp 20 juta dari BRI Unit Sawit. Dana KUR dipergunakan untuk tambahan membeli benih dan pakan lele. Saat itu dia memiliki dua kolam. Berkat suntikan dana dari KUR usaha budidaya lelenya berkembang.

Setelah lunas pada tahun 2010 Tri kembali meminjam KUR sebesar Rp 50 juta dari BRI Cabang Boyolali. Ia memberikan sertifikat tanah sebagai jaminan. Uang KUR dipergunakan untuk membeli enam  kolam lele, sehingga ia memiliki delapan kolam. Tak berhenti hanya di situ, Tri terus mengembangkan usahanya. Setelah lunas ia meminjam KUR lagi untuk ketiga kalinya sebesar Rp 100 juta  untuk jangka waktu tiga tahun. Dana KUR dipergunakan untuk menyewa tujuh kolam dengan sewa Rp 400.000/panen, masa panen 3,5 bulan.

Dalam menjalankan  usaha  budidaya ternak lele, Tri membutuhkan modal sebesar Rp 15 juta yang digunakan untuk membeli bibit sebanyak 10.000 ekor/kolam dan pakan lele. Dari budidaya kolam lele ini 1 kolam dapat menghasilkan rata-rata 12 kuintal /kolam dalam jangka waktu 3,5 bulan. Ia memperoleh untung bersih rata-rata Rp 3 juta/kolam.

Dari usaha budidaya lele itu Tri menciptakan lapangan kerja untuk 8 orang. Mereka bertugas mengambil lele dan menimbangnya. “Saya yakin budidaya lele mempunyai masa depan yang bagus, karena mudah menjualnya. Saya bertekad terus mengembangkan usaha budidaya lele ini agar dapat menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang,” katanya sambil tersenyum.

Tri mengembangkan sayap usahanya dengan berjualan sembako di sebuah toko bertingkat dua di dekat rumahnya. Omsetnya rata-rata per hari mencapai Rp 750 ribu/hari. Modal berjualan sembako berasal dari keuntungannya berbudidaya lele. Selain memiliki toko sembako, Tri juga memiliki tanah ladang seluas 500 m² dan kendaraan bermotor.

Penerima manfaat KUR lainnya adalah Sri Mulyono, pembudidaya jamur tiram di Desa Tambak, Kecamatan  Mojosongo.  Ia dan isterinya, Suharmi, merintis budidaya jamur tiram pada tahun 2004 setelah belajar dari tetangganya. Berkat kerja keras usaha budidaya jamur tiram berjalan lancar. Seiring banyaknya permintaan jamur tiram dari para pelanggan,  tahun 2009 Mulyono membutuhkan tambahan modal dan meminjam KUR Rp 5 juta dari BRI. Ia berkewajiban membayar angsuran Rp 390 ribu/bulan selama 18 bulan. Selanjutnya tahun 2010 Mulyono pinjamannya meningkat menjadi Rp 6 juta, tahun 2012 sebesar Rp 10 juta, dan tahun 2014 sebesar Rp 14 juta. Berkat KUR usaha budidaya jamur tiramnya mengalami kemajuan.

Uang KUR selain untuk mengembangkan usaha budidaya jamur tiram juga dipergunakan untuk membangun toko yang berjualan alat-alat tulis dan usaha jasa fotokopi. Sebelumnya ia telah memiliki warung sembako. Omsetnya dari usaha fotokopi rata-rata per hari Rp 750 ribu, sedangkan omsetnya dari warung sembako rata-rata per hari Rp 500 ribu. “Saya bersyukur dengan adanya KUR, karena KUR telah memperlancar usaha saya, sehingga taraf ekonomi keluarga saya meningkat,” kata Mulyono. Ia kini memiliki dua buah sepeda motor, tanah ladang seluas 180 m², dan rumahnya layak huni.

Kegembiraan mendapat KUR juga dirasakan oleh Nur Hasyim, peternak sapi di Desa Bakulan, Kecamatan CempogoNur beternak sapi sejak tahun 2007 yang modal awalnya berasal dari kantongnya sendiri. Tahun 2010 Nur memperoleh KUR Rp 50 juta dengan jaminan sertifikat tanah. Ia membayar angsuran Rp 3 juta/bulan selama dua tahun. Setelah lunas pada tahun 2012 Nur mendapat KUR untuk kedua kalinya sebesar Rp 99 juta untuk jangka waktu dua tahun. Ia lancar membayar angsuran, dan setelah lunas tahun 2014 ia mendapat kepercayaan lagi dari bank  sebesar Rp 200 juta untuk jangka waktu tiga tahun dengan sistem selama 5 bulan membayar bunga Rp 2.166.687, setelah itu pada bulan ke-6 membayar bunga dan angsuran Rp 35.500.667. Uang KUR dipergunakan untuk tambahan modal mengembangkan usaha peternakan sapi. Ia membeli sapi yang berasal dari Boyolali dan sekitarnya. Tiap bulan ia dapat menjual 50 ekor sapi yang telah digemukkan selama 3 bulan, dan memperoleh keuntungan rata-rata Rp 5 juta/ekor.

“KUR telah memperlancar usaha saya di sektor peternakan sapi. Berkat KUR usaha peternakan dan penjualan sapi berjalan lancar,” kata Nur.

Sektor usaha lain yang didanai KUR adalah usaha kerajinan logam. Salah seorang perajin logam yang mendapat KUR adalah Siti Fatimah. Warga Desa Cempogo yang berusia 39 tahun ini memulai usaha kerajinan logam tahun 2000. Sebelumnya ia bekerja di sebuah industri rumah yang bergerak di bidang usaha kerajinan logam. Berbekal pengalaman tersebut ia memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan modal awal uangnya sendiri. Pelan tapi pasti usahanya berjalan lancar. Tahun 2010 Siti mendapat KUR Rp 20 juta dengan jaminan sertifikat tanah. Uang KUR dimanfaatkan untuk tambahan berbelanja bahan baku kerajinan logam dari Surabaya. Setelah lunas tahun 2014 ia mendapat KUR lagi sebesar Rp 20 juta.

“Usaha kerajinan logam saya buat berdasarkan pesanan, dan biasanya pembeli terlebih dahulu memberikan uang muka. Omset saya rata-rata Rp 100 juta/bulan dengan keuntungan Rp 10 juta/bulan,” katanya.

Untuk mempromosikan usaha kerajinan tangan itu ia memajang foto-foto produk kerajinan tangan di rumahnya, dan bekerja sama dengan pemda setempat melalui ajang pameran. Melalui ajang pameran tersebut produk kerajinan tangannya dikenal oleh masyarakat.

Usaha kerajinan logam telah meningkatkan taraf ekonominya, di mana ia kini telah memiliki sebuah mobil kijang, sebuah mobil box, dan sebuah sepeda motor. Selain itu usaha kerajinan logam itu membantu memberi nafkah bagi 10 orang karyawan.

Modal sangat penting dalam menjalankan suatu usaha. Banyak usaha yang berkembang karena didukung modal yang kuat. Tidak sedikit usaha yang berprospek bagus dan memiliki nilai jual yang tinggi, namun karena keterbatasan modal menyebabkan para pelaku UMKM mengalami kesulitan mengembangkan usahanya. Masalah permodalan tersebut  lalu teratasi ketika pemerintah  melaksanakan  program KUR, yakni pinjaman dana untuk  para pelaku UMKM yang disalurkan oleh bank-bank milik pemerintah. KUR terbukti mujarab memacu perkembangan UMKM di seluruh daerah di Indonesia.

KUR merupakan Program Pro Rakyat Klaster 3 yang diluncurkan Presiden SBY di Gedung BRI, Jakarta, tanggal 5 November 2007. Program ini merupakan upaya pemerintah membantu permodalan bagi UMKM dalam mengembangkan usahanya. Pemerintah memberikan jaminan melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Rp 2 triliun/tahun. KUR terdiri dari KUR mikro Rp 5 juta hingga Rp 20 juta, dan KUR ritel di atas Rp 20 juta hingga Rp 500 juta.  KUR diberikan kepada pelaku UMKM yang mempunyai usaha minimal berjalan enam bulan. Layak atau tidaknya pelaku UMKM memperoleh KUR adalah wewenang pihak perbankan setelah dilakukan survei ke lokasi usaha. Jika dari hasil survei dan analisa usaha tersebut memiliki prospek yang bagus, maka pihak perbankan memberikan KUR. Selain kelayakan usaha, persyaratan memperoleh KUR adalah melampirkan KTP, KK, foto, dan surat keterangan usaha. Proses pencairan KUR 3 – 7 hari, dan bunganya kecil di bawah 1% yakni 0,57% – 0,95% per bulan.

Semula KUR  dilaksanakan   oleh  enam  bank, lalu tahun 2010 diperluas menjadi 33 bank yang meliputi 7 bank nasional dan 26 Bank Pembangunan  Daerah (BPD). Pada periode  2007 – Maret 2014 penyaluran KUR di Indonesia mencapai Rp 150,260 triliun  dengan jumlah nasabah 10.784 juta  orang. Khusus tahun 2013 realisasi KUR tahun 2013 mencapai Rp 36,5 triliun, atau di atas target pemerintah sebesar Rp 36 triliun. Ditargetkan penyaluran KUR tahun  2014 mencapai Rp 38 triliun. Adapun tenaga kerja yang terserap dalam usaha-usaha yang dibiayai KUR sepanjang 2007 –2013 sekitar 35  juta orang. Dengan demikian KUR ikut berperan dalam mengurangi angka pengangguran dari 10,28% tahun 2006 menjadi 6,25% pada tahun  2013. (Kriswasana & Yogiantoro).

Latest Pro People