KUR Mendukung Upaya Pengurangan Pengangguran di Tanah Laut
KUR terdiri dari KUR mikro Rp 5 juta hingga Rp 20 juta, dan KUR ritel di atas Rp 20 juta hingga Rp 500 juta. KUR diberikan kepada pelaku UMKM yang mempunyai usaha minimal berjalan enam bulan. Layak atau tidaknya pelaku UMKM memperoleh KUR adalah wewenang pihak perbankan setelah dilakukan survei ke lokasi usaha. Jika dari hasil survei dan analisa usaha tersebut memiliki prospek yang bagus, maka pihak perbankan memberikan KUR. Selain kelayakan usaha, persyaratan memperoleh KUR adalah melampirkan KTP, KK, foto, dan surat keterangan usaha.
Salah satu daerah yang melaksanakan KUR adalah Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. KUR disalurkan oleh dua bank, yakni BRI Cabang Pelaihari dan Bank Kalsel Cabang Pelaihari. Pelaksanaan KUR mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Tanah Laut yang aktif turut menyosialisasikan KUR hingga ke pelosok-pelosok desa. Hasilnya adalah realisasi KUR meningkat tajam dari Rp 554 juta dengan jumlah nasabah 6 orang tahun 2007 menjadi Rp 313,01 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 29.937 orang pada Agustus 2013. Bank yang terbesar menyalurkan KUR adalah BRI, yakni Rp 269,01 miliar dengan jumlah nasabah 29.108 orang, sedangkan Bank Kalsel menyalurkan KUR sebesar Rp 44 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 829 orang. Khusus tahun 2012 realisasi KUR sebesar Rp 78,55 miliar, dan khusus periode Januari Agustus 2013 realisasi KUR mencapai Rp 16,41 miliar.
Dari total KUR Rp 313,01 miliar sektor usaha yang terbanyak mendapat KUR adalah sektor perdagangan (restoran, toko sarana produksi tanaman (saprotan), warung sembako, toko spare part, toko pakaian, jual beli ikan, dan toko kue) sebesar Rp 156,50 miliar atau 50%, sektor jasa (bengkel motor, bengkel mobil) sebesar Rp 93,90 miliar atau 30%, dan sektor pertanian (kelapa sawit dan padi) sebesar Rp 62,60 miliar atau 20%. Adapun tenaga kerja yang terserap dalam usaha-usaha yang dibiayai KUR sekitar 50.000 orang. Hal ini berdampak kepada pengurangan pengangguran di Tanah Laut sehingga tinggal 4,20% tahun 2012 dari sebelumnya 5,99% pada tahun 2007.
Siswanto, warga Desa Martadah, Kecamatan Tambang Ulang, salah seorang yang sukses menjalankan usahanya setelah menerima KUR. Pria yang ramah ini menggeluti bisnis pupuk dan sembako di toko sekaligus rumahnya. Siswanto mengawali usahanya berjualan sembako dengan modal kecil Rp 5 juta pada tahun 1996, dan pada tahun 2006 mengembangkan sayap usahanya dengan berjualan pupuk. Untuk pengembangan usaha tahun 2008, Siswanto meminjam KUR ke BRI. Tahun itu juga Siswanto meminjam KUR sebesar Rp 50 juta untuk tambahan modal membeli pupuk dan sembako. Ia berkewajiban membayar angsuran Rp 2.090.000/bulan untuk jangka waktu 3 tahun. Berkat KUR barang dagangannya menjadi banyak dan jumlah pembeli pun bertambah. Siswanto melunasi pinjamannya lebih cepat pada tahun 2010, dan tahun itu pula ia kembali meminjam KUR Rp 125 juta dengan angsuran Rp 4.932.000/bulan untuk jangka waktu 3 tahun. Ternyata Siswanto hanya membutuhkan waktu setahun melunasi pinjamannya, dan tahun 2011 ia kembali mendapat KUR sebesar Rp 225 juta dengan angsuran Rp 8.818.750/bulan untuk jangka waktu 3 tahun. Sebelum mendapat KUR omsetnya berkisar Rp 750 ribu Rp 1 juta/hari, namun setelah mendapat KUR omsetnya melejit menjadi Rp 15 juta Rp 20 juta/hari dan ia mengambil keuntungan 10%.
Berkat KUR Siswanto berhasil membangun sebuah rumah besar, dua buah toko sembako, dan sebuah toko pupuk yang semuanya berdampingan dengan total biaya Rp 200 juta beberapa tahun lalu. Semula ia dan isterinya yang berjualan, dan seiring kemajuan usaha Siswanto merekrut seorang karyawan.
Sungguh saya tidak pernah bermimpi memiliki usaha sebesar ini. Ini semua berkat KUR. Saya harus bekerja keras lagi untuk memajukan toko sembako dan toko pupuk agar dapat menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang, kata ayah dua anak dan kakek dua cucu ini.
Pedagang lain yang mendapat KUR adalah Kusnadi. Warga Desa Martadah Baru, Kecamatan Tambang Ulang, ini sehari-harinya berjualan sayur-mayur. Kusnadi hampir sepuluh tahun berjualan sayur-mayur dan modal awalnya berasal dari kantongnya sendiri. Untuk memperlancar usahanya tersebut dia telah tiga meminjam KUR, yakni tahun 2009 sebesar Rp 5 juta, tahun 2011 Rp 5 juta, dan tahun 2013 Rp 10 juta. Kusnadi membeli sayur-mayur dari para petani, lalu menjualnya di pasar. Sebelum mendapat KUR Kusnadi kesulitan membeli sayur-mayur dalam jumlah banyak karena keterbatasan modal, dan setelah mendapat KUR ia lebih leluasa berbelanja sayur-mayur. Sebelum memperoleh KUR omsetnya Rp 100.000 -150.000 /hari. Perubahan terjadi setelah ia memperoleh KUR omsetnya meningkat menjadi Rp 350.000 Rp 500.000/hari dan ia memperoleh keuntungan 20%. Dari omsetnya tersebut Kusnadi tidak mengalami kesulitan membayar angsuran Rp 518.700/bulan untuk jangka waktu 2 tahun. Saya lancar membayar angsuran tiap bulan, dan saya selalu membayar tepat waktu, katanya.
KUR merupakan Program Pro Rakyat Klaster 3 dan diluncurkan Presiden SBY di Gedung BRI, Jakarta, tanggal 5 November 2007. Pemerintah memberikan jaminan melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Rp 2 triliun/tahun. Semula KUR dilaksanakan oleh 6 bank, lalu tahun 2010 diperluas menjadi 33 bank yang meliputi 7 bank nasional dan 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD). Pada periode 2007 Juni 2013 realisasi KUR sebesar Rp 119,22 triliun dengan jumlah nasabah 8,9 juta orang. Berbagai usaha yang mendapat manfaat KUR cukup beragam meliputi perdagangan, perikanan, pertanian, pertenakan, perkebunan, jasa dan lain sebagainya.
(Arif Rahman Hakim & Khusnul Khotimah)