Presiden SBY Menerima Gelar Doktor HC dari Malaysia
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato bertema perdamaian di Istana Negara Malaysia, Kuala Lumpur, Rabu (19/12). Presiden menyampaikan pidatonya usai menerima gelar Doktor Honoris Causa di bidang Pemimpin Perdamaian dari Universiti Utara Malaysia.
Pidato disampaikan di depan Yang Dipertuan Agong Tuanku Al Haj Abdul Halim selaku chancellor Universiti Utara Malaysia, Wakil Rektor Universiti Utara Malaysia, Dato Mohamed Mustafa Ishak, dan Civitas akademika Universiti Utara Malaysia yang, dan delegasi RI. Pidato Presiden SBY ini juga disiarkan secara langsung di kampus Universiti Utara Malaysia.
Penganugerahan gelar Phd yang diserahkan oleh Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong, merupakan pengakuan terhadap SBY atas sumbangannya kepada perdamaian dunia. Pengharagaan diharapkan akan memberi inspirasi para pemimpin untuk melakukan upaya intensif bagi perdamaian, khususnya di kawasan Asia,
Presiden SBY merupakan warga Indonesia pertama yang menerim gelar Honoris Causa dari Malaysia. “Saya merasa bangga menjadi orang Indonesia pertama yang mendapatkan gelar terhormat ini. Saya juga merasa bangga dapat bergabung dengan sederetan tokoh penting seperti Margareth Thatcher, Tun Dr. Mahatir Muhammad, dan Tun Abdullah Badawi yang telah mendapatkan penghargaan serupa. Dengan kerendahan hati, saya dedikasikan anugerah Doktor Honoris Causa ini kepada seluruh rakyat Indonesia,” kata Presiden SBY.
Presiden SBY pada Marat 2012 lalu juga menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Tsinghua, Beijing.
Membagi Pengalaman
Presiden SBY kemudian menyampaikan pikiran-pikiran dasa, pengalaman, strategi dan kebijakan sebagai presiden, serta usulan-usulan agar dunia menjadi lebih aman, lebih damai, lebih tertib dan lebih stabil di masa depan.
Pertama, makna dan hakikat perdamaian. Presiden SBY mengaku mendapat banyak pelajaran ketika menjadi salah satu pejabat militer senior dalam Peace Keeping Mission PBB di Bosnia 18 tahun yang lalu; dalam menyelesaikan dan meng-akhiri konflik bersenjata di Aceh 7 tahun yang lalu; dan juga dalam menyelesaikan residu masalah Timor Leste dengan Indonesia 5 tahun yang lalu, yang waktu itu masih menjadi agenda PBB.
“Pengalaman-pengalaman ini tertulis abadi dalam memori yang patut diketahui oleh para pecinta perdamaian dan generasi mendatang. Sebuah perjalanan dan pengalaman hidup yang sering tidak mudah, penuh tantangan, sarat dengan risiko, dan disertai pula dengan berbagai dinamika dan keadaan pasang-surut, atau “ups and downs”,” kata Presiden SBY.
Menurut Presiden SBY, perdamaian adalah soal perasaan, atau “feeling of peace”. Juga menyangkut pikiran, atau “peace of mind”. Dan juga, suasana kehidupan yang diharapkan berada dalam keadaan yang rukun dan damai, atau “state of harmony”.
Damai,kata Presiden SBY, jika tidak terjadi peperangan dan konflik-konflik yang disertai kekerasan. Juga terbebasnya masyarakat dari ketakutan terhadap aksi-aksi kekerasan dalam kehidupan sehari-harinya. Perasaan tenteram dan damai juga bisa dilihat jika masyarakat merasa mendapatkan keadilan, kehidupan yang layak, serta politik yang tertib dan matang.
Dalam lingkup internasional, damai tercipta manakala hadir sikap saling hormat-menghormati di antara bangsa-bangsa sedunia, disertai kuatnya komitmen bersama untuk terus menjaga keamanan dan ketertiban, baik secara regional maupun global.
Kedua, cara sebuah negara menjaga dan menegakkan keamanan dan perdamaian. Presiden SBy menilai selama ini Malaysia dan Indonesia bekerja keras menjaga dan memperkuat keamanan, ketertiban dan perdamaian di Negara-nya masing-masing.
Ketika mulai memimpin Indonesia di akhir tahun 2004, kata Presiden SBY, ia segera melakukan upaya pemulihan ekonomi sebagai esensi dan prakondisi bagi keamanan, ketenteraman dan ketertiban kehidupan masyarakat. Kemudian ia memulihkan situasi di berbagai daerah konflik, seperti di Ambon, Maluku Utara, dan Poso. telah dapat kami pulihkan.
Presiden SBY menambahkan langkah yang dilakukan dalam mengakhiri konflik di Aceh yang sudah berlangsung lebih dari 30 tahun. Walau seorang tentara berpangkat jenderal yang dibesarkan di Satuan Tempur Lintas Udara, kata Presiden SBY, ia memilih caranya sendiri dalam menangani Aceh. “Saya memiliki pandangan bahwa perang dan operasi militer bukanlah tujuan. Tujuannya adalah Aceh tetap berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia juga tetap terjaga. Itulah tujuannya,” kata Presiden SBY. Dalam penyelesian masalah hubungan Indonesia – Timor Leste pasca jajak pendapat tahun 1999, Presiden SBY menyampaikan pengalamannya ketika bersama Presiden Xanana Gusmao, Perdana Menteri Mari Alkatiri dan Menteri Luar Negeri Ramos Horta membentuk sebuah komisi bersama, The Commission of Truth and Friendship (CTF). “Saya masih ingat bahwa Menlu Ramos Horta bersama Menlu Hassan Wirayudha melakukan diplomasi dengan gigih di PBB dan forum internasional yang lain, untuk meyakinkan bahwa kedua negara sungguh ingin menyelesaikan masalah masa lalu itu dengan penuh tanggung jawab, dan berorientasi ke masa depan,” kata Presiden SBY.
Pada bagian akhir pidatonya, Presiden SBy menyebut peran Indonesia dan Malaysia dalam mewujudkan perdamaian di Libanon. “Perdana Menteri Abdullah Badawi dan saya, pernah mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan konferensi khusus OKI di Kuala Lumpur 6 tahun yang lalu, dengan tujuan ikut mencari solusi dan bisa menghentikan perang Israel – Libanon yang tengah berkecamuk waktu itu. Alhamdulillah, apa yang kita lakukan itu, bisa mempercepat terjadinya gencatan senjata,” kata Presiden SBy.
Dia menambahkan, bahwa pasca pertemuan di Kuala Lumpur tersebut, Indonesia mengirim kontingen militer dalam jumlah yang relatif besar, untuk bergabung dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB di Libanon, yang hingga kini masih kami pertahankan. (Kun/WID/ES)