Era Baru Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Bagian 5 – Selesai): ULP Mandiri Merupakan Sebuah Keniscayaan

By Humas     Date 16 Oktober 2014
Category: Articles
Read: 9.415 Views

Oleh: Tim Pemantauan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Asdep Bidang Perancangan PUU Bidang Perekonomian[1]

Tim ULPBerdasarkan Pasal 130 Peraturan Presiden tentangPengadaan, diatur bahwa paling lambat tanggal 1 Januari 2014, setiap kementerian/lembaga/pemerintah daerah/institusi harus telah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP). Mengingat sejak tanggal 1 Januari 2015, pengadaan barang/jasa Pemerintah harus dilakukan oleh ULP.

Berdasarkan data dari Direktorat Pengembangan Profesi, Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan SDM, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, jumlah ULP yang sudah terbentuk di kementerian/lembaga/pemerintah daerah/instansi adalah 500 ULP dari 714 K/L/D/I di seluruh Indonesia, yang terdiri dari 79 ULP dari 172 K/L/I, dan 421 ULP dari 542 provinsi/kabupaten/kota.

Namun total jumlah ULP tersebut tidak sebanding dengan jumlah ULP mandiri, mengingat dari 500 ULP yang telah terbentuk baru 18 ULP yang pemanen dan berdiri sendiri, dan kesemuanya merupakan ULP di provinsi/kabupaten/kota, selebihnya ULP dibentuk dengan fungsi yang melekat dan dibentuk secara adhoc (ex-officio).

Dalam kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan Sekretariat Kabinet terhadap Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Bogor, Kota Balikpapan, dan Kota Mataram, diperoleh informasi mengenai kendala yang menjadi hambatan atas pembentukan ULP yang mandiri.

Dalam rangka mendorong pembentukan ULP dengan format yang ideal, pada tanggal 8 Oktober 2014 di Sekretariat Kabinet telah diselenggarakan Rapat Koordinasi guna membahas dan mencari solusi penyelesaian permasalahan dalam pembentukan ULP di provinsi/kabupaten/kota yang terkumpul selama pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut.

Dalam pertemuan tersebut para peserta rapat menyampaikan beberapa masukan dan saran konstruktif atas hambatan pembentukan ULP mandiri, khususnya mengenai pentingnya penerbitan Peraturan mengenai Pedoman Pembentukan ULP di Pemerintahan Provinsi/Kabupaten/Kota, agar pemerintah/kota/kabupaten memiliki dasar hukum dan panduan dalam pembentukan ULP mandiri tersebut. Selain itu, Pemerintahan Provinsi/Kabupaten/Kota mengharapkan pula ketegasan kementerian/lembaga terkait dalam menetapkan pedoman pembentukan ULP dalam waktu segera, untuk memberikan kepastian dalam penyiapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015. Dengan harapan pedoman yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga terkait, dapat memperkuat kelembagaan ULP, serta memberikan kepastian dalam pembinaan kepegawaian khususnya dalam jenjang karier bagi pegawai yang ditugaskan di ULP.

Namun demikian, hal yang paling penting dalam pembentukan ULP mandiri di provinsi/kabupaten/kota tersebut, kiranya lebih difokuskan pada kemandirian secara fungsi, bukan hanya mandiri secara kelembagaan. Sehingga bagaimanapun bentuk dan sifat ULP tersebut, ULP diharapkan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara mandiri dan bebas dari intervensi pihak lain.

Banyak keuntungan dan manfaat apabila ULP dibentuk secara mandiri dan permanen. Hal ini dialami langsung oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, yang telah memiliki ULP mandiri berbentuk Kantor yang dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Layanan Pengadaan Barang/Jasa. Adapun keuntungan yang dirasakan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dengan adanya Kantor Layanan Pengadaan dimaksud, adalah pencapaian target pembanguan dilakukan tepat waktu dan efisiensi penyerapan anggaran dapat tercipta.

Selain itu, kemandirian Kantor Layanan Pengadaan tersebut juga menghasilkan peningkatan kedisiplinan pegawai Kantor Layanan Pengadaan untuk lebih fokus dalam penyelesaian tugas fungsi di Kantor Layanan Pengadaan karena personil tidak lagi melakukan tugas lain diluar tugas pokok pengadaan, sehingga pemenuhan tugas dan fungsi berdampak lebih terencana dan efesien dari segi waktu.

Hal yang sama juga dialami oleh provinsi/kabupaten/kota lain yang telah membentuk ULP secara permanen dan mandiri, walaupun diawal pembentukan ULP mandiri berpotensi menghadapi resistensi dari pihak-pihak yang belum memahami manfaat ULP) sebagai akibat dari sistem yang diterapkan dalam ULP tersebut. Untuk itu, dalam rangka mendorong pembentukan ULP mandiri baik secara fungsi maupun kelembagaan, diperlukan adanya pengaturan yang lebih teknis operasional terutama bagi provinsi/kabupaten/kota sebagai pedoman bagi provinsi/kabupaten/kota dalam membentuk ULP. Hal tersebut perlu dilakukan selain sebagai kepastian bagi provinsi/kabupaten/kota, juga sebagai upaya untuk menjaga kualitas ULP mandiri, sehingga pembentukan ULP mandiri tidak sekedar untuk “menggugurkan kewajiban” dan eforia pembentukan ULP.

Kondisi tersebut perlu tetap dipertahankan agar pembentukan ULP tetap sesuai dengan tujuan pembentukannya, sehingga keniscayaan pembentukan ULP mandiri juga disertai dengan kualitas ULP yang dibuktikan dengan peningkatan kualitas penyelenggaraan pengadaan barang/jasa, terutama dalam efisiensi penyerapan anggaran dan efektifitas pelaksanaan pengadaan.



[1]    Tim terdiri atas Asdep Bidang Perancangan PUU Bidang Perekonomian, Kabid Ekonomi Makro, Keuangan, dan Ketahanan Pangan, Kasubid Moneter, Fiskal, dan Badan Usaha, Kasubid Ketahanan Pangan, dan Analis Hukum Bidang Moneter, Fiskal, dan Badan Usaha.

Latest Articles