Inilah PP Tentang Organisasi Kemasyarakatan Yang Didirikan WNA di Indonesia
Dengan pertimbangan bahwa organisasi kemasyarakatan yang didirikan oleh warga negara asing (WNA) di Indonesia perlu menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, memberi manfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara, serta tetap menghormati nilai sosial budaya masyarakat, patuh dan tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia, pemerintah memandang perlu mengatur mengenai pemberian perizinan, tim perizinan, dan pertimbangan pengesahan badan hukum, serta tata cara pengenaan sanksi bagi organisasi kemasyarakatan berbadan hukum yayasan asing atau sebutan lain.
Atas pertimbangan tersebut, maka pada 2 Desember 2016, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2016 tentang Organisasi Kemasyarakatan Yang Didirikan Oleh Warga Negara Asing.
Dalam PP itu disebutkan, Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang didirikan oleh warga negara asing dapat melakukan kegiatan di wilayah Indonesia. Ormas sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. badan hukum yayasan asing atau sebutan lain; b. badan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia; atau c. badan hukum yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing.
Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. badan hukum yayasan asing atau sebutan lain yang mengelola dana secara mandiri; dan b. badan hukum yayasan asing atau sebutan lain yang melaksanakan program kegiatan dari lembaga donor asing.
Menurut PP ini, Ormas badan hukumyayasan asing atau sebutan lain wajib memiliki izin Pemerintah Pusat. Izin sebagaimana dimaksud berupa: a. Izin prinsip; dan b. Izin operasional.
Izin prinsip sebagaimana dimaksud diberikan oleh Menteri (yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri), dan izin operasional diberikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, bunyi Pasal 4 ayat (4) PP tersebut.
Untuk memperoleh izin prinsip, menurut PP ini, Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain harus memenuhi persyaratan paling sedikit: a. Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia; dan b. memiliki asas, tujuan, dan kegiatan organisasi yang bersifat nirlaba.
Izin prinsip sebagaimana dimaksud diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. Perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum izin prinsip berakhir, bunyi Pasal 7 ayat (2,3) PP ini.
PP ini menegaskan, Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain harus mempunyai tempat kedudukan manajemen efektif dan berkantor pusat di negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Izin prinsip bagi Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain, menurut PP ini, diperoleh melalui tahapan: a. pengajuan permohonan; b. verifikasi dokumen; c. pertimbangan dari Tim Perizinan; dan d. Penerbitan
Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dilakukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh ketua atau pengurus ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain kepada Menteri, bunyi Pasal 10 ayat (1) PP ini.
Dalam hal izin prinsip diberikan, menurut PP ini, Menteri memberikan izin kepada pemohon untuk bermitra dengan 1 (satu) kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait. Sementara dalarn hal izin prinsip ditolak, pemohon tidak dapat melakukan kegiatannya di wilayah Indonesia.
Adapun Izin operasional bagi ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain, menurut PP ini, hanya dapat diberikan seterah ormas mendapatkan izin prinsip.
Untuk memperoleh izin operasional, menurut PP ini, Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain harus memiliki: a. perjanjian tertulis dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan bidang kegiatannya; dan b. rencana kerja tahunan dengan Pemerintah Daerah setempat.
lzin operasional sebagaimana dimaksud pada diberikan tidak melebihi jangka waktu izin prinsip dan dapat diperpanjang. Perpanjangan izin operasional sebagaimana dimaksud diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum izin operasional berakhir, bunyi Pasal 16 ayat (3,4) PP tersebut.
Menurut PP ini, pengajuan permohonan izin operasional diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh ketua atau pengurus Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain kepada menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian yang menjadi mitra.
Personel Ormas
Menurut PP ini, Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain yang telah mendapatkan izin prinsip dan izin operasional dapat menjalankan kegiatannya di wilayah Indonesia. Ormas sebagaimana dimaksud dalam menjalankan kegiatannya di wilayah Indonesia wajib mempekerj akan staf berkewarganegaraan Indonesia.
PP ini juga menjelaskan, bahwa Ormas yang didirikan oleh warga negara asing dapat mengajukan permohonan penugasan staf berkewarganegaraan asing paling banyak 3 (tiga) orang.
Setiap staf berkewarganegaraan asing yang telah disetujui oleh Tim Perizinan untuk bekerja pada ormas yang didirikan oleh warga negara asing, tegas PP ini, wajib tunduk dan patuh pada perjanjian tertulis dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang menjadi mitra dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PP ini juga menegaskan, Ormas badan hukum sebagaimana dimaksud hanya dapat disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia setelah mendapatkan pertimbangan Tirn p erizinan.
Untuk memperoleh pertimbangan Tim perizinan, menurut PP ini, Ormas badan hukum sebagaimana dimaksud mengajukan permohonan kepada Menteri selaku koordinator Tim Perizinan. Permohonan sebagaimana dimaksud diajukan dengan melampirkan persyaratan paling sedikit: a. surat permohonan pertimbangan pengesahan; b. surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa,dan negara Indonesia; c. identitas pendiri yang dibuktikan dengan paspor yang sah; dan d. struktur kepengurusan yayasan.
Sanksi
Dalam hal Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan Pasal 52 Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan, menurut PP ini, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentiankegiatan; c. pembekuan izin operasional; d. pencabutan izin operasional; e. pembekuan izin prinsip; f. pencabutan izin prinsip; dan/atau g. sanksi keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai tata cara penjatuhan sanksi administratif sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilaksanakan sebagai berikut: a. pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi dapat melakukan secara bertahap dan/atau tidak bertahap; b. penjatuhan sanksi oleh pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dilakukan setelah berkoordinasi dengan Menteri melalui Tim Perizinan; c. pembatalan perjanjian tertulis oleh menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian dilakukan setelah berkoordinasi dengan Menteri melalui Tim Perizinan.
Penjatuhan sanksi administratif untuk Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dilakukan sesuai dengan ketentuan penjatuhan sanksi administratif terhadap Ormas sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, bunyi Pasal 33 PP tersebut.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 6 Desember 2016, oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly. (Pusdatin/ES)