Pertahankan Suku Bunga Acuan 7,50%, BI: Neraca Pembayaran Surplus

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 19 Mei 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 23.666 Kali

rupiahRapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang dipimpin Gubernur BI Agus Martowardojo, di gedung BI, Jakarta, Rabu (19/5) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga accuan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengemukakan, keputusan mempertahankan BI Rate pada angka 7,50% itu sejalan dengan stance kebijakan moneter yang cenderung ketat untuk menjaga agar inflasi berada dalam sasaran 4±1% pada 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2,5-3%.

Sementara itu, untuk memelihara momentum pertumbuhan ekonomi, menurut Tirta, BI melonggarkan kebijakan makroprudensial melalui revisi ketentuan GWM-LDR, ketentuan LTV untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), serta ketentuan pembayaran uang muka (down payment) untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).

“Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah tidak saja dalam mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, tetapi juga dalam mempercepat stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelas Tirta dalam siaran persnya siang ini.

Tirta menegaskan, Bank Indonesia mendukung upaya Pemerintah untuk mempercepat realisasi proyek-proyek infrastruktur dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural untuk menumbuhkan optimisme pelaku ekonomi terhadap perbaikan prospek ekonomi Indonesia.

Neraca Transaksi Berjalan Surplus

Rapat Dewan Gubernur BI juga menyampaikan, bahwa pemulihan ekonomi global masih berjalan tidak seimbang dengan risiko di pasar keuangan global yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan tidak secepat perkiraan semula seiring lebih rendahnya prakiraan pertumbuhan ekonomi AS dan Tiongkok.

Sebaliknya, perekonomian Eropa diperkirakan terus membaik ditopang pelonggaran kondisi moneter dan keuangan serta dampak penurunan harga minyak. “Perekonomian dunia yang melambat berdampak pada harga komoditas internasional yang masih terus menurun, meskipun harga minyak dunia mulai kembali mengalami kenaikan,” terang Tirta.

Di sisi domestik, lanjut Tirta, Rapat Dewan Gubernur BI juga mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2015 melambat, namun diperkirakan akan membaik pada triwulan-triwulan mendatang.

“Pertumbuhan pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 4,7% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,0% (yoy). Hal ini terutama didorong lemahnya kinerja beberapa komponen permintaan domestik terutama konsumsi pemerintah dan investasi pada sektor bangunan,” jelas Tirta.

Selain itu, belum terealisirnya belanja pada beberapa kementerian dan lembaga yang baru serta masih terbatasnya belanja modal terkait dengan implementasi proyek-proyek infrastruktur pemerintah mengakibatkan lemahnya kinerja konsumsi pemerintah dan investasi bangunan.

“Secara spasial, perlambatan ekonomi pada triwulan I/2015 terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia, baik di wilayah Jawa dan Jakarta, yang mengandalkan sektor manufaktur, maupun wilayah Sumatera dan Kalimantan, daerah penghasil komoditas sumber daya alam.” Kata Tira seraya menyebutkan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan membaik terutama pada semester II-2015, didukung oleh meningkatnya konsumsi dan investasi sejalan dengan meningkatnya realisasi pengeluaran fiskal oleh pemerintah serta meningkatnya penyaluran kredit oleh perbankan.

Ke depan, lanjut Tirta, percepatan realisasi belanja Pemerintah baik di kementrian/lembaga dan untuk implementasi proyek-proyek infrastruktur menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi 2015.

Mengenai Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), Rapat Dewan Gubernur BI mencatat pada triwulan I/2015 mencatat surplus, terutama ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan.

“Defisit transaksi berjalan tercatat sebesar 3,8 miliar dolar AS (1,8% PDB) pada triwulan I 2015, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS (2,6% PDB) dan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,1 miliar dolar AS (1,9% PDB),” jelas Tirta.

Peningkatan kinerja transaksi berjalan itu, lanjut Tirta, terutama ditopang oleh perbaikan neraca perdagangan migas, seiring dengan menyusutnya impor minyak karena harga minyak dunia yang lebih rendah, dan turunnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebagai implikasi positif dari reformasi subsidi energi.

Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia pada April 2015 menunjukkan perkembangan yang positif dengan mencatat surplus sebesar 0,45 miliar dollar AS, ditopang oleh kenaikan surplus neraca nonmigas. Di sisi lain, transaksi modal dan finansial tetap mencatat surplus triwulan I 2015. Surplus transaksi modal dan finansial tersebut terutama ditopang oleh aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio dan investasi langsung.

Dengan perkembangan tersebut, lanjut Tirta, cadangan devisa pada akhir April 2015 tercatat sebesar 110,9 miliar dolar AS atau setara dengan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Meski demikian, ke depan Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko peningkatan defisit transaksi berjalan seiring kenaikan impor menjelang lebaran, serta pola musiman pembayaran Utang Luar Negeri dan dividen.  (Depkom BI/ES)

Berita Terbaru