Pidato Di Boao Forum Asia, Presiden Jokowi: Pernah Menderita, Jangan Ada Ketegangan Di Asia
Pada hari terakhir kunjungannya ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ibu Negara Irana tampil sebagai pembicara kunci pada Boao Forum for Asia (BFA), yang digelar di BOAO International Convention Center, Hainan, Sabtu (28/03/2015) pagi.
Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana tiba di lokasi pada pukul 09.50 waktu setempat, dan disambut langsung oleh Presiden RRT Xi Jinping, yang selanjutnya mendampinginya dengan duduk bersebelahan di forum tersebut.
Dalam acara yang mengusung tema “Asia’s New Future: Towards a Community of Common Destiny” itu, Presiden Jokowi menjadi pembicara ketiga setelah Presiden Armenia Serzh Sargsyan dan Presiden Austria Heinz Fischer. Adapun pembicara lainnya adalah Presiden Nepal, Presiden Sri Lanka, Presiden Uganda, Presiden Zambia, Perdana Menteri (PM) Kazakhstan, PM Malaysia, PM Belanda, PM Qatar, PM Swedia, First Deputy PM Rusia, dan Menteri Luar Negeri Thailand.
Belajar Teknologi
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengemukakan, ada empat tantangan yang dihadapi negara-negara Asia. Yang pertama, meningkatkan kualitas hidup rakyat. Yang kedua, menjaga pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan. Yang ketiga, keamanan. Yang keempat, lapangan pekerjaan.
Menurut Presiden Jokowi, faktor kunci utama untuk mencapai hal tersebut ada dua. Satu, stabilitas, baik stabilitas internal maupun stabilitas eksternal. Yang kedua, pembangunan infrastruktur. “Memiliki infrastruktur yang baik otomatis ekonomi akan tumbuh,” ujarnya.
Presiden menekankan, kita harus belajar dari masa lalu. Ia mengingatkan, Asia pernah menderita karena perang dan penjajahan. Namun, sejak kemerdekaan dengan kerja keras, menurutnya, tingkat ekonomi mulai bergeser, dari Barat menuju ke Timur.
“Tapi, ada yang perlu diperhatikan bahwa kita harus belajar teknologi dari Barat. Namun harus tetap menjaga nilai-nilai budaya dan nilai-nilai tradisi,” pesan Jokowi.
Bagaimana menjaga stabilitas internal, Presiden Jokowi mengingatkan, bahwa kepentingan nasional harus di atas kepentingan individu, kepentingan golongan/partai. “Jangan sampai pembangunan lambat dan penghilangan investasi karena hal tersebut,” tuturnya.
Untuk eksternal, Presiden Jokowi menekankan, bahwa sengketa harus diselesaikan dengan cara-cara yang damai dan bijak, dan jangan sampai terjebak dalam permainan-permainan yang merugikan kita semuanya.
Presiden Jokowi menegaskan, negara-negara Asia tidak boleh dibiarkan memiliki ketegangan-ketegangan dan perlombaan senjata, karena ini adalah permainan berbahaya dengan biaya yang sangat mahal, yang tidak menguntungkan siapa pun, tidak menguntungkan negara manapun.
“Saya lihat Tiongkok bergerak cepat serba cepat, bangun jalan tol cepat, bangun kereta api cepat, bangun industri cepat dan para pemimpinnya bekerja dengan cepat,” ungkap Jokowi seraya menyebutkan, Indonesia juga ingin membangun dengan cepat, pembangkit listrik, industri, kereta api, jalan tol, dan pelabuhan.
“Kita ingin investasi, kita ingin membangun cepat,” tegas Jokowi.
Pada akhir sambutannya, Presiden Jokowi menekankan kepada semua pihak, agar kita harus menghargai yang kita miliki sekarang. Ia mengingatkan, bahwa pentingnya uasaha bersama serta kemauan bekerja sama dengan kebijaksanaan, dan percaya diri untuk memastikan adanya stabilitas yang akan meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Boao Forum for Asia (BFA) merupakan sebuah organisasi internasional non pemerintahan dan nirlaba yang setiap tahunnya menyelenggarakan konferensi dengan menghadirkan pemimpin RRT, para pemimpin negara asing, para pebisnis top dari kawasan Asia Pasifik.
BFA diresmikan pada 27 Februari 2001 di Boao Provinsi Hainan. Forum ini didedikasikan untuk mempromosikan potensi negara-negara Asia sebagai upaya untuk bersama-sama meningkatkan pembangunan ekonomi melalui integrasi perekonomian kawasan.
Mendampingi Presiden Jokowi dalam kesempatan itu adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Menlu Negeri Retno L.P. Marsudi, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Menteri Perdagangan Rahmat Gobel, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. (DND/PS/ES)