PP Diteken Presiden, Inilah Fasilitas dan Kemudahan Perpajakan di Kawasan Ekonomi Khusus

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 11 Januari 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 28.521 Kali

KEKDengan pertimbangan dalam rangka meningkatkan penanaman modal pada kawasan ekonomi khusus (KEK) yang dapat menunjang pengembangan ekonomi nasional dan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu, serta untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, pemerintah memandang perlu memberikan fasilitas dan kemudahan di kawasan ekonomi khusus berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, lalu lintas barang, ketenagakerjaan, keimigrasian, pertanahan, serta perizinan dan nonperizinan.

Atas dasar itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 21 Desember 2015 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus.

Dalam PP itu disebutkan, fasilitas dan kemudahan yang diberikan bagi Badan Usaha serta Pelaku Usaha di KEK meliputi: a. perpajakan, kepabeanan, dan cukai; b. lalu lintas barang; c. ketenagakerjaan; d. keimigrasian; e. pertanahan; dan f. perizinan dan nonperizinan.

Adapun bidang usaha yang memperoleh fasilitas dan kemudahan di KEK meliputi: a. bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama KEK; dan b. bidang usaha yang merupakan Kegiatan Lainnya di luar Kegiatan Utama KEK.

“Bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama di KEK sebagaimana dalam Pasal 3 huruf a ditetapkan oleh Dewan Nasional KEK, dengan meminta pertimbangan dari menteri atau kepala lembaga terkait,” bunyi Pasal 4 Ayat (1,2) PP tersebut.

Fasilitas dan Kemudahan Perpajakan

Menurut PP ini, Badan Usaha dan Pelaku Usaha diberikan fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan cukai berupa: a. Pajak Penghasilan; b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan/atau c. kepabeanan dan/atau cukai.

Untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. memiliki penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola KEK dari Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota atau Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya; b. memiliki perjanjian pembangunan dan/atau pengelolaan KEK antara Badan Usaha dengan Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota, atau Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya; dan c. membuat batas tertentu areal kegiatan KEK.

Adapun syarat umum yang harus dipenuhi adalah: a. merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri; dan b. telah mendapatkan Izin Prinsip Penanaman Modal dari Administrator KEK.

PP ini menegaskan, kepada Wajib Pajak badan baru yang melakukan penanaman modal baru dengan rencana penanaman modal baru lebih dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan bidang usahanya merupakan rantai produksi Kegiatan Utama di KEK diberikan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan untuk jangka waktu paling kurang 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 25 (dua puluh lima) tahun sejak produksi komersial dan telah merealisasikan nilai penanaman modal.

Kepada Wajib Pajak badan baru yang melakukan penanaman modal baru dengan rencana penanaman modal baru paling sedikit sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan bidang usahanya merupakan rantai produksi Kegiatan Utama di KEK diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk jangka waktu paling kurang 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun sejak produksi komersial dan telah merealisasikan nilai penanaman modal.

Kepada Wajib Pajak badan baru yang melakukan penanaman modal baru dengan rencana penanaman modal baru kurang dari Rp500.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); bidang usaha beserta rantai produksinya merupakan Kegiatan Utama; dan berlokasi pada KEK yang ditentukan oleh Dewan Nasional, dapat diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk jangka waktu paling kurang 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun sejak produksi komersial dan telah merealisasikan nilai penanaman modal.

“Besaran pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diberikan paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang,” bunyi Pasal 7 Ayat (4) PP tersebut.

PP ini juga menyebutkan, pemasukan barang yang berasal dari impor oleh Pelaku Usaha di KEK dari lokasi:  a. Pelaku Usaha lain dalam satu KEK; b. Pelaku Usaha pada KEK lainnya; c. Tempat Penimbunan Berikat diluar KEK; dan d. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas diberikan fasilitas berupa: a. penangguhan bea masuk; b. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau c. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.

Selain itu Toko yang berada pada KEK pariwisata dapat berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Sementara pembelian rumah tinggal atau hunian pada KEK yang Kegiatan Utama di KEK pariwisata, diberikan: a. pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan b. pembebasan Pajak Penghasilan atas Penjualan atas barang yang tergolong sangat mewah.

Adapun dalam hal pada Bidang Usaha lainnya di KEK ditetapkan sebagai Jasa Keuangan dapat diberikan fasilitas perpajakan, kepabeanan dan cukai.

Melalui PP ini, pemerintah juga mendorong pemerintah daerah agar dapat menetapkan pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah dan/atau retribusi daerah kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Pengurangan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud diberikan paling rendah 50% (lima puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen), dan 1) ditetapkan dengan peraturan daerah.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 28 Desember 2015 itu. (Pusdatin/ES)

Berita Terbaru