PP No. 4/2018: Inilah Pengaturan Pesawat Udara Negara Asing dan Pesawat Udara Sipil Asing

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 Februari 2018
Kategori: Berita
Dibaca: 35.493 Kali

Pesawat AsingPeraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengamanan Wilayah Udara Republik Indonesia (RI) yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 13 Februari 2018 juga mengatur Pesawat Udara Negara Asing dan Pesawat Udara Sipil Negara Asing yang terbang di atas daratan dan/atau perairan Indonesia.

Menurut PP ini, Pesawat Udara Negara Asing dapat melaksanakan hak lintas udara di atas Alur Laut Kepulauan dan/atau transit pada alur yang telah ditetapkan untuk penerbangan dari satu Bandar Udara atau pangkalan udara negara asing ke Bandar Udara atau pangkalan udara negara asing lainnya melewati laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif tanpa mengganggu kepentingan Indonesia di Wilayah Udara Yurisdiksi.

Pesawat Udara Negara Asing sebagaimana dimaksud meliputi: a. Pesawat Udara Negara Asing bagian dari kapal laut; dan/atau b. Pesawat Udara Negara Asing yang terbang dari negara asal (land based aircraft), baik pesawat tunggal (single flight) atau beberapa pesawat dalam bentuk formasi (formation flight).

Dalam PP ini disebutkan, perwakilan negara dari Pesawat Udara Negara Asing yang melaksanakan hak lintas udara di atas Alur Laut Kepulauan sebagaimana dimaksud wajib memberitahukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri dan Panglima TNI.

Selain itu, Awak Pesawat Udara Negara Asing yang melaksanakan hak lintas udara di atas Alur Laut Kepulauan sebagaimana dimaksud wajib menyampaikan rencana penerbangan (flight plan), menghidupkan transponder, dan melakukan komunikasi dengan Unit Pelayanan Pemanduan Lalu Lintas Penerbangan.

“Pesawat Udara Negara Asing yang melintas di luar Alur Laut Kepulauan harus memiliki lzin Diplomatik (diplomatic clearance) dan lzin Keamanan (security clearance),” bunyi Pasal 19 ayat (6) PP ini.

Untuk Pesawat Udara Sipil Asing, menurut PP ini, dapat terbang di Wilayah Udara di atas Alur Laut Kepulauan setelah mendapat rute penerbangan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional.

“Awak Pesawat Udara Sipil Asing yang memilih rute penerbangan di atas Alur Laut Kepulauan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud harus memberitahukan kepada  Unit Pelayanan Pemanduan Lalu Lintas Penerbangan,” bunyi Pasal 20 ayat (2) PP ini.

Ditegaskan dalam PP ini, Pesawat Udara Negara Asing yang mengikuti rute di atas Alur Kepulauan dilarang: a. melakukan manuver latihan perang; b. menyimpang lebih dari 25 mil laut kedua sisi dari garis sumbu Alur Laut Kepulauan; dan/atau c. terbang dekat ke pantai kurang dari 10 persen jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan Alur Laut Kepulauan.

Penyimpangan dari rute sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dapat dilakukan setelah mendapat izin dari pemandu Lalu Lintas Penerbangan. “Pesawat Udara Negara Asing dan Pesawat Udara Sipil Asing yang melaksanakan hak lintas Alur Laut Kepulauan dan hak lintas transit di Wilayah Udara yang tidak dapat melakukan komunikasi dan/atau tidak ada pemandu Lalu Lintas Penerbangan harus memonitor frekuensi radio internasional  atau frekuensi radio darurat internasional setiap waktu,” bunyi Pasal 22 PP ini.

Dalam PP ini ditegaskan Pesawat Udara Negara Asing dan Pesawat Udara Sipil Asing yang terbang di Wilayah Udara dilarang mengangkut material biologi, bahan kimia, dan radio aktif yang berkontribsi untuk senjata pemusnah massal.

Palaksanaan Tindakan

Dalam PP ini disebutkan, Pesawat Udara yang melakukan pelanggaran dilakukan tindakan pengenalan secara visual, pembayangan, penghalauan, dan/atau pemaksaan mendarat oleh Pesawat Udara TNI.

Untuk Pesawat Udara Sipil Indonesia dan Pesawat Udara Sipil Asing yang dikuasai secara melawan hukum dan/atau dikuasai oleh teroris yang mengancam pusat pemerintahan, pusat ekonomi, objek vital nasional, dan keselamatan negara, menurut PP ini, dilakukan tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan untuk Pesawat Udara Negara Asing yang bersenjata dan/atau Pesawat Udara Negara Asing pengintai yang mengancam pusat pemerintahan, pusat ekonomi, objek vital nasional, dan keselamatan negara, menurut PP ini, dilakukan tindakan penggunaan senjata.

Demikian juga untuk Pesawat Udara Negara Asing tanpa awak yang melanggar wilayah kedaulatan wilayah negara Republik Indonesia, menurut PP ini, dikenai tindakan penggunaan senjata.

Pesawat Udara Negara Asing yang terbang di zona identifikasi pertahanan udara (air defence identification zone/ADIZ) pada ruang udara di Wilayah Udara dengan tidak memiliki lzin Diplomatik (diplomatic clearance) dan lzin Keamanan (security clearance), menurut PP ini, dilakukan tindakan penghalauan dan/atau pemaksaan mendarat oleh Pesawat Udara TNI.

Menurut PP ini, Pesawat Udara yang dipaksa mendarat oleh Pesawat TNI dilakukan penyelidikan awal oleh Tentara Nasional Indonesia berupa: a. pemeriksaan dokumen; b. pemeriksaan pesawat; dan c. pemeriksaan awak pesawat dan penumpang.

Dalam hal terdapat pelanggaran hukum dan/atau indikasi tindak pidana dalam penyelidikan awal, menurut PP ini, personel Pesawat Udara diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 19 Februari 2018 itu. (Pusdatin/ES)

Berita Terbaru