Presiden: Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial Hadir untuk Pemerataan Ekonomi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 Oktober 2017
Kategori: Berita
Dibaca: 23.015 Kali
Presiden Jokowi saat menyerahkan Penguasaan Tanah dan Pengelolaan Hutan Indonesia Tahun 2017 di Istana Negara, Rabu (25/10). (Foto: Humas/Jay)

Presiden Jokowi saat menyerahkan penguasaan tanah dan pengelolaan hutan Indonesia tahun 2017 di Istana Negara, Rabu (25/10). (Foto: Humas/Jay)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka Konferensi Tenurial Reformasi Penguasaan Tanah dan Pengelolaan Hutan Indonesia Tahun 2017 di Istana Negara, Rabu (25/10) pagi. Mengawali sambutan, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa di awal tahun pemerintah telah menetapkan fokus tahun 2017 adalah pemerataan ekonomi dan salah satu cara untuk mencapainya melalui reforma agraria dan perhutanan sosial.

 
“Semangat reforma agraria dan perhutanan sosial adalah bagaimana lahan, bagaimana hutan yang merupakan bagian dari sumber daya alam Indonesia dapat diakses oleh rakyat, dapat diakses oleh masyarakat, dan dapat menghadirkan keadilan ekonomi dan menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat,” tutur Presiden Jokowi.

 
Biasanya setiap tahun, lanjut Presiden, dari Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu hanya diserahkan pada masyarakat 400 ribu-500 ribu sertifikat di seluruh Indonesia. Untuk tahun ini, Presiden sampaikan telah perintahkan kepada Menteri ATR/Kepala BPN untuk serahkan 5 juta sertifikat, tahun depan 7 juta, dan tahun berikutnya 9 juta sertifikat lagi kepada masyarakat.
 
“Untuk apa? Supaya masyarakat memiliki pegangan status hukum hak atas tanah dan tidak lagi terjadi  sengketa di mana mana, sengketa lahan dan sengketa tanah di mana-mana. Ini yang saya dengar setiap saya ke daerah, setiap saya ke provinsi, ke desa selalu yang disampaikan masalah sengketa lahan. Antara masyarakat adat dengan pemerintah, masyarakat adat dengan perusahaan, antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan perusahaan,” tambah Kepala Negara. 
 
Masalah tanah ini, menurut Presiden, jika tidak diselesaikan sampai kapanpun ada sengketa-sengketa, benturan-benturan seperti itu akan terjadi terus. Hal ini disebabkan, lanjut Presiden, penguasaan tanah/lahan dan tata pemerintahannya merupakan komponen utama dalam memberikan kesempatan kepada kelompok marginal, kelompok yang membutuhkan.

“Untuk membuka kesempatan baru ekonomi rakyat berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan kelestarian menuju pembangunan yang berkeadilan. Karena itu, pemerintah menargetkan alokasi untuk perhutanan sosial 12,7 juta hektar, termasuk juga reforma agraria, 12,7 juta hektar,” papar Presiden seraya menyampaikan bahwa peruntukannya bagi kelompok-kelompok masyarakat masyarakat marginal atau non elit.

Kelompok non elit, menurut Presiden, adalah masyarakat yang membutuhkan akses dan keadilan ekonomi sehingga ketimpangan kesejahteraan bisa ditekan. Melalui penyelenggaraan Konferensi Internasional Tenurial 2017 ini, Presiden mengharapkan dapat diambil suatu kesempatan untuk menyinergikan masyarakat sipil dengan kementerian dan lembaga dalam rangka percepatan program pemerataan ekonomi.
“Selain itu, saya harap konferensi ini akan lahir hasil nyata, rumusan peta jalan yang dapat diterapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sipil, dan para pelaku usaha dalam rangka mempercepat program refroma agraria dan perhutanan sosial. Dan terutama peta jalan yang dapat menunjukkan arah yang pasti dan berkelanjutan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar kepada rakyat, kesempatan yang lebih besar pada masyarakat,” ungkap Presiden Jokowi.
 
Hari ini, Presiden menegaskan pengakuan hutan adat yang secara keseluruhan pada 9 (sembilan) kelompok masyarakat hukum adat dan diresmikan pengakuan hutan adatnya dengan area seluas 3.341 hektar. Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga memberikan secara langsung hak pengelolaan hutan desa kepada 9 lembaga pengelola hutan desa, seluas 80.228 hektar. 
Saat sesi dialog, Presiden sampaikan juga kepada pengelola hutan adat untuk belajar dari desa-desa atau ke pengelola hutan adat lain yang sudah mempraktikkan, baik dari sisi konservasi maupun bisnisnya dapat berjalan beriringan bersama-sama.

“Bisa dilihat nanti yang di Yogya-Klaten, bisa dilihat. Kemudian buat business plan, rencana bisnisnya seperti apa, rencana untuk konservasinya merawat dan memelihara hutannya seperti apa, kebutuhan anggarannya berapa sehingga menjadi jelas. Jangan sampai ini sudah diserahkan kemudian hutannya tidak produktif, percuma,” Presiden menegaskan.

Tujuan pengelolaan hutan ini, menurut Presiden, agar lebih produktif, entah untuk hutan wisata maupun airnya bisa dimanfaatkan untuk dijual, dan memberikan income kepada masyarakat yang ada di sekitar hutan ini. “Jangan sampai sudah diserahkan tidak mendapatkan manfaat apa-apa, percuma ini. Karena ini nanti yang mau kita serahkan ini akan semakin banyak. Cek bener, sudah enggak ada masalah sengketa, langsung diberikan. Dan ini gede-gede loh ya, 1.400 hektar itu gede banget loh, gede sekali,” pungkas Presiden Jokowi.
Sebagai informasi, konferensi ini berlangsung selama 3 (tiga) hari, yaitu pada tanggal 25-27 Oktober 2017 dan diikuti oleh 300 peserta. Turut mendampingi Presiden Jokowi dalam acara tersebut, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, dan para bupati serta wali kota sebagai undangan. (FID/JAY/EN)
Berita Terbaru