RUEN, Rencana Umum Energi Nasional

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 24 Maret 2017
Kategori: Opini
Dibaca: 143.663 Kali

Screenshot_2017-03-24-17-52-34_1Oleh: M. Hamidi Rahmat

Rencana Umum Energi Nasional yang disingkat RUEN merupakan kebijakan Pemerintah Pusat mengenai rencana pengelolaan energi tingkat nasional yang menjadi penjabaran dan rencana pelaksanaan Kebijakan Energi Nasional yang bersifat lintas sektor untuk mencapai sasaran Kebijakan Energi Nasional.

Demikian pengertian yang tercantum pasal 1 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017.

Perpres Nomor 22 Tahun 2017 tentang RUEN ini ditandatangani Presiden Jokowi pada tanggal 2 Maret 2017. RUEN yang ditetapkan tersebut adalah RUEN yang telah disepakati dalam Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) ke 3 yang dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2016.

Penetapan RUEN ini merupakan pelaksanaan pasal 12 ayat 2 dan pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Pasal 12 ayat 2 tersebut mengamanatkan Dewan Energi Nasional bertugas : (a) merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR, (b) menetapkan rencana umurn energi nasional, (c) menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi, serta (d) mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral. Sedangkan pasal 17 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah menyusun rancangan rencana umum energi nasional berdasarkan kebijakan energi nasional.

Kebijakan Energi Nasional atau KEN itu sendiri telah ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 2014 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014. Dasar penerbitan Peraturan Pemerintah atau PP ini adalah pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007. KEN yang ditetapkan tersebut juga sudah mendapat persetujuan DPR melalui Keputusan DPR Nomor 01/DPR RI/III/2013-2014.

Sebagaimana diketahui bahwa KEN merupakan pedoman untuk memberi arah pengelolaan energi nasional guna mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional berkelanjutan.

Arah kebijakan energi ke depan berpedoman pada paradigma bahwa sumber daya energi tidak lagi dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, tetapi sebagai modal pembangunan nasional. Tujuannya untuk : (a) mewujudkan kemandirian pengelolaan energi, (b) menjamin ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi dalam negeri, (c) mengoptimalkan pengelolaan sumber daya energi secara terpadu dan berkelanjutan, (d) meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi, (e) menjamin akses yang adil dan merata terhadap energi, pengembangan kemampuan teknologi, industri energi dan jasa energi dalam negeri, (f) menciptakan lapangan kerja dan terkendalinya dampak perubahan iklim dan terjaganya fungsi lingkungan hidup. Demikian penjelasan yang tertera dalam Lampiran 1 RUEN.

Apa yang diatur dalam RUEN

Pertama, Prinsip Umum RUEN. RUEN disusun oleh Pemerintah dan ditetapkan oleh Dewan Energi Nasional untuk jangka waktu sampai dengan tahun 2050 yang memuat : (a) pendahuluan, kondisi energi nasional saat ini dan ekspektasi masa mendatang, (b) visi, misi, tujuan dan sasaran energi nasional, (c) kebijakan dan strategi pengelolaan energi nasional, dan (d) penutup.

Penjabaran kebijakan dan strategi pengelolaan energi nasional diuraikan lebih lanjut dalam matrik program RUEN yang terdapat dalam Lampiran 2 RUEN. Fungsi RUEN adalah sebagai : (a) rujukan perencanaan pembangunan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (b) rujukan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional dan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik, (c) rujukan rencana penyusunan APBN/APBD oleh Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah serta pelaksanaanya, (d) pedoman Kementerian dan Lembaga untuk menyusun Rencana Strategis, (e) pedoman Pemerintah Provinsi untuk menyusun RUED-P (Rencana Umum Energi Daerah Provinsi), (f) pedoman Kementerian dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan koordinasi perencanaan energi lintas sektor, dan (g) pedoman masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan nasional bidang energi.

Kedua, Skema Pelaksanaan RUEN. (a) Dewan Energi Nasional bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan sosialisasi RUEN kepada instansi terkait, baik di Pusat maupun di Daerah dan pihak lain terkait; dan pembinaan penyusunan rancangan RUED-P, (b) Dewan Energi Nasional melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan RUEN dan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral, (c) pelaksanaan pengawasan dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait, baik di Pusat maupun di Daerah dan pihak lain terkait dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, (d) hasil pengawasan dibahas dalam Sidang Anggota dan dilaporkan kepada Ketua Dewan Energi Nasional atau dapat dibahas dalam Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional, dan (e) Dewan Energi Nasional memantau tindak lanjut rekomendasi hasil pengawasan pelaksanaan KEN, RUEN dan kebijakan energi lintas sektoral.

Ketiga, RUEN dapat ditinjau kembali dan dimutakhirkan secara berkala setiap 5 tahun sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan, dalam hal : (a) KEN mengalami perubahan mendasar, dan/atau (b) perubahan lingkungan strategis antara lain perubahan indikator perencanaan energi, baik di tingkat nasional, tingkat regional maupun tingkat internasional. Selanjutnya, rencana perubahan RUEN diputuskan dalam Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional.

Diversifikasi Energi

Sudah banyak diberitakan baik dalam media cetak maupun media elektronik bahwa sejak tahun 2004, Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak netto (net oil importer). Artinya impor minyak kita lebih besar dari ekspornya. Hal tersebut disebabkan karena kebutuhan minyak yang terus meningkat sementara produksinya terus menurun. Peningkatan konsumsi minyak nasional ini bukan hanya akibat dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga karena pertambahan penduduk.

Disamping itu, tingginya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri juga disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat kita yang sangat boros atau tidak efisien. Hal ini mungkin disebabkan sebagian harga BBM yang masih disubsidi. Di lain pihak, fasilitas kilang minyak kita tidak mengalami penambahan berarti sejak pembangunan kilang Balongan pada tahun 1994, sehingga impor BBM terus meningkat. Pada Tabel 1 di bawah ini dapat kita lihat trend produksi, konsumsi dan impor BBM kita.

Tabel 1 : Konsumsi BBM dan Produksi Kilang Tahun 2010 2015

Screenshot_2017-03-24-17-38-24_1
Sumber : Lampiran 1 RUEN, hal 9.

Kecenderungan konsumsi BBM seperti tabel 1 diatas sudah berlangsung lama. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor sumber energi, maka diversifikasi energi menjadi suatu keharusan. Tujuan diversifikasi energi adalah untuk mengurangi ketergantungan energi nasional terhadap suplai dari energi fosil, dan menggantinya dengan sumber energi baru dan energi terbarukan, seperti energi air terjun, energi matahari, energi angin, energi laut hingga energi nuklir. Namun, energi nuklir telah ditetapkan sebagai sumber energi sebagai pilihan terakhir.

Disamping menerapkan kebijakan diversifikasi energi, hal yang tidak kalah pentingnya adalah kesadaran masyarakat kita dalam menghemat dan mengefisienkan konsumsi energinya. Tanpa kesadaran masyarakat tersebut, kebijakan Pemerintah ini tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat merupakan suatu keharusan pula. Target dari kebijakan diversifikasi energi nasional dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2 : Sasaran Sasaran yang diamanatkan dalam KEN
Tahun 2015-2050 dan Bauran Energi Nasional Tahun 2015

 

Screenshot_2017-03-24-17-38-54_1

Sumber : Lampiran 1 RUEN, hal 12 dan 23.

Tabel 2 di atas menjelaskan kepada kita bahwa sampai saat ini kita masih mengandalkan energi fosil yang kontribusi sebesar 95%. Sementara EBT yang tidak akan habis baru mampu berkontribusi sebesar 5% dalam bauran energi nasional. Namun demikian, dalam RUEN telah ditetapkan bahwa Pemerintah akan terus meningkatkan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan (EBT). Jika pada tahun 2015, kontribusi EBT baru mencapai 5%, maka pada tahun 2025 ditargetkan menjadi lebih dari 23%, dan naik lagi menjadi lebih dari 31% pada tahun 2050. Sedangkan kontribusi gas relatif stabil, berkisar sekitar 23%. Untuk batubara akan meningkat dari 25% pada tahun 2015 menjadi lebih dari 30% pada tahun 2025, tetapi setelah itu dikurangi sehingga menjadi sekitar 25% pada tahun 2050. Khusus untuk minyak bumi telah ditargetkan untuk dikurangi peranannya setiap tahun. Jika pada tahun 2015 kontribusinya mencapai 46%, maka angka tersebut akan turun menjadi kurang dari 25% pada tahun 2025, dan terus menurun sehingga menjadi kurang dari 20% pada tahun 2050.

Pemanfaatan EBT

Kebijakan peningkatan peran EBT dalam bauran energi nasional seperti yang digambarkan pada Tabel 2 bukan tanpa alasan yang kuat. Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa negara kita kaya akan sumber EBT, seperti air terjun, panas bumi, sinar matahari, angin, arus laut. Namun sampai saat ini belum termanfaatkan dengan maksimal. Besarnya potensi EBT di negara kita dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 : Potensi Energi Terbarukan Indonesia Tahun 2015

 

Screenshot_2017-03-24-17-39-27_1

Sumber : Lampiran 1 RUEN hal 20.

Pemanfaatan EBT memang lebih cocok untuk pembangkit tenaga listrik. Sayangnya pembangkit listrik kita masih mengandalkan energi fosil. Pada tahun 2015 hampir 90% pembangkit listrik menggunakan energi fosil, seperti batubara sebesar 56,1% kemudian diikuti oleh gas bumi sebesar 24,9% dan BBM sebesar 8,6%. Sementara porsi EBT baru mencapai 10,5%. Trend penggunaan sumber energi untuk pembangkit listrik nasional dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah.

Gambar 1 : Bauran Produksi Listrik Energi Tahun 2010-2015

Screenshot_2017-03-24-17-37-46_1

Sumber : Lampiran 1 RUEN hal 13.

Rendahnya pemanfaatan dan pengembangan EBT pada pembangkit listrik terjadi karena berbagai permasalahan, antara lain: (a) belum maksimalnya pelaksanaan kebijakan harga, (b) ketidakjelasan subsidi EBT pada sisi pembeli (off-taker), (c) regulasi yang belum dapat menarik investasi, (d) belum adanya insentif pemanfaatan EBT, (e) minimnya ketersediaan instrumen pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan investasi, (f) proses perizinan yang rumit dan memakan waktu yang lama, dan (g) permasalahan lahan dan tata ruang.

Untuk meningkatkan pemanfaatan dan pengembangan EBT pada pembangkit listrik, maka 7 permasalah mendasar di atas harus segera dibenahi dengan serius oleh Kementerian dan Lembaga terkait. Jika tidak, maka rencana dan target yang telah ditetapkan dalam RUEN hanya akan menjadi dokumen yang tersimpan rapi, tanpa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Oleh karena itu mari kita dorong dan kita bantu instansi terkait untuk membenahinya.

 

Opini Terbaru