Terkait UU Korupsi, Jaksa Agung: Ancaman Hukuman Pelaku Pungli Minimal 4 Tahun

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 20 Oktober 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 33.281 Kali
Jaksa Agung Prasetyo menjawab pertanyaan wartawan di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/10) sore. (Foto: Humas/Jay)

Jaksa Agung Prasetyo menjawab pertanyaan wartawan di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/10) sore. (Foto: Humas/Jay)

Jaksa Agung Prasetyo mengatakan pungutan liar (pungli) dan suap merupakan dua hal berbeda. Ia menyebutkan, pungli itu adalah sepihak, biasanya para petugas atau penyelenggara pemerintahan yang memiliki kewenangan dan kekuasaan meminta sesuatu yang berkaitan dengan kewenangannya. Karena itu, orang terpaksa memberikan karena kalau tidak diberikan uangnya tidak terlayani keperluannya.

“Sehingga di sini tentunya, mereka ini yang diminta pungli tidak perlu takut untuk melaporkan karena mereka cenderung menjadi korban,” kata Prasetyo kepada wartawan usai rapat koordinasi Presiden dengan Gubernur seluruh Indonesia,  di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/10) sore.

Lain halnya dengan suap, menurut Jaksa Agung, kalau suap dua pihak saling bekerja sama dan berkonspirasi, ada yang memberi dan ada yang menerima untuk tujuan tertentu. Karenanya, Jaksa Agung menegaskan, pungli hanya yang menerima dan meminta uang serta memeras, dan hal ini cenderung terjadi di mana-mana. “Ini yang harus diberantas,” ujarnya.

Mengenai konstruksi hukumnya, menurut Jaksa Agung Prasetyo, pungli ini terkait dengan Undang-Undang (UU) Korupsi pasal 12E, di mana ancamannya bisa 4 tahun minimal. “Tentunya tidak bisa kita generalisir, harus kita lihat case by case seperti apa,” jelas Prasetyo.

Tapi intinya, lanjut Jaksa Agung, bagaimana pun pungli ini harus diberantas karena praktik pemerasan seperti ini orang mengatakan sudah membudaya,  masif, dan menahun yang akhirnya tentunya banyak dampak negatif yang ditimbulkan.

Pertama, sebut Jaksa Agung, akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Kedua, bisa saja lalu lintas barang menjadi terganggu, penyelesaian perkara bertele-tele, putusan bisa dimainkan, dan sebagainya. “ Ini semua harus diteliti satu per satu,” tegasnya.

Menurut Jaksa Agung, dasar hukum Operasi Pemberantasan Pungli nanti adalah Keppres (Keputusan Presiden), dan tentunya pemerintah sekarang bertekad untuk pungli ini diberantas.

Ia juga mengemukakan, dalam rapat koordinasi tadi, Gubernur Sumsel juga mengusulkan agar Operasi Pemberantasan Pungli itu harus berkelanjutan, tidak boleh hanya sporadis, sebentar berhenti sebentar jalan lagi, harus berkelanjutan karena sudah begitu masifnya.

Menjawab pertanyaan wartawan tentang Satgas Sapu Bersih (Saber) Pungli, Prasetyo mengungkapkan satgas ini akan dipimpin oleh Menko Polhukam. “Anggotanya tentunya pihak  terkait, ada Polri, Kejaksaan, dan nantinya itu Gubernur juga akan dilibatkan pada saatnya,” jelas Prasetyo.

Jaksa Agung memastikan, anggota satgas ini tentunya dipilih orang-orang yang punya integritas, karena kalau mau menyapu bersih sapunya harus bersih. Adapun masa tugas tim adalah berkelanjutan sampai punglinya habis.

Mengenai posisi Kejaksaan sendiri, Jaksa Agung mengatakan, nanti akan diatur. Tapi ia menjelaskan, kalau kasusnya sampai ke persidangan, kejaksaan akan bertindak sebagai penuntut. “Sebagai penyidik ini kalau tindak pidana umum itu Polisi, tapi kalau dikaitkan dengan tindak pidana korupsi ya Jaksa bisa masuk situ, bisa,” pungkas Prasetyo. (FID/ES)

Pengantar Presiden Joko Widodo pada Rapat Koordinasi dengan Para Gubernur Seluruh Indonesia, di Istana Negara, Jakarta (20/10)

Berita Terbaru