Tolak Dubes RI, Presiden Jokowi Sebut Tata Krama Presiden Brasil Tidak Lazim

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 23 Februari 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 51.549 Kali
Presiden Jokowi saat berkunjung ke TPI Panimbang, Kab. Pandeglang, Banten, Senin (23/3)

Presiden Jokowi saat berkunjung ke TPI Panimbang, Kab. Pandeglang, Banten, Senin (23/3)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai, tindakan Presiden Brasil Dilma Rousseff yang menolak surat kepercayaan Duta Besar Republik Indonesia Toto Riyanto secara mendadak, di Istana Kepresidenan Brasil, Jumat (20/2) pukul 09.00 waktu setempat, sebagai sebuah tata krama yang tidak lazim.

“Ya kalau hal-hal seperti itu menurut saya sebuah tata krama yang tidak lazim,” kata Presiden Jokowi kepada wartawan yang mencegatnya saat menemui nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kecamatan Panimbang, Pandeglang, Banten, Senin (23/2).

Menurut Presiden, atas tindakan yang dilakukan oleh Presiden Brasil Dilma Rousseff yang mengaitkan penolakannya menerima credentials (penyerahan surat kepercayaan) dengan eksekusi terpidana mati narkoba, termasuk seorang warga Brasil di Indonesia, Marco Archer, pada 18 Januari 2015 lalu, dan rencana hukuman mati warga kedua dalam waktu dekat itu, ia telah meminta Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi untuk menarik pulang Dubes RI untuk negara tersebut.

“Hari Jumat (20/2) sudah saya perintah untuk duta besar kita ditarik pulang. Itu perintah saya,” tegasnya.

Ketika ditanya apakah akan membekukan hubungan diplomatik dengan Brasil, Presiden Joko Widodo menjawab: “Ya kita lihat nanti.”

Tetap Dilaksanakan

Secara terpisah Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menegaskan Pemerintah Indonesia tetap akan menjalankan hukuman mati terhadap narapidana narkoba sekalipun mendapat protes keras dari Brasil dan Australia.

“Kita sudah sampaikan berkali-kali bahwa kita memiliki kedaulatan dan tetap jalankan hukuman mati. Perlu diingat putusan hukuman mati bukan dilakukan Presiden tapi pengadilan,” kata Jusuf Kalla kepada pers di Kantor Wapres Jakarta, Senin (23/2).

Wapres mengaku ia bisa memahami jika sebuah negara melakukan protes keras jika warga negaranya dihukum mati di negara lain. Namun demikian, ia mengingatkan, bahwa, Indonesia yang memiliki ketentuan hukum bagi bandar narkoba juga memutuskan hukuman mati setelah melalui persidangan hukum.

“Indonesia, juga beberapa kali pernah mengajukan protes saat sejumlah warga negara Indonesia terancam hukuman mati di Timur Tengah atau beberapa negara di kawasan lain,” ujar Kalla.

Wapres menilai, apa yang dilakukan oleh Presiden Brasil Dilma Rousseff yang menolak credentials Dubes Toto Riyanto saat akan menyerahkan surat mandat sebenarnya tak perlu terjadi mengingat Indonesia memiliki hukum dan berdaulat.

“Sekali lagi kita tetap akan jalankan hukuman mati terhadap terpidana mati bandar narkoba,” kata Wapres.

Wapres juga mengaku telah menyampaikan sikap pemerintah Indonesia kepada pemerintah Australia, yang juga melakukan protes atas pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati narkoba, yang akan terus melaksanakan eksekusi tersebut.

“Kita juga sudah tegaskan kepada pemerintah Australia bahwa hukuman mati kepada warga negaranya akan dijalankan,” kata Kalla mengenai eksekusi berikutnya kepada terpidana mati narkoba, termasuk dua warga Australia yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Saat ditanya kapan akan dilakukan eksekusi terhadap terpidana mati, Wapres mengatakan, “Eksekusi akan menunggu waktu yang tepat“. (Humas Setkab/ANT/ES)

Berita Terbaru