Turunkan Kemahalan Di Papua, Ini 3 Skenario Menteri PUPR Basuki Hadimuljono

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 22 Juli 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 24.820 Kali

Warga-Lumpur-750x410Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) M Basuki Hadimuldjono mengurai agenda utama yang harus dipecahkan di Pulau Papua adalah menurunkan tingkat kemahalan, terutama di wilayah Pegunungan Papua. Mahalnya harga-harga kebutuhan pokok seperti semen Rp 2 juta per sak di kawasan Pegunungan Tengah Papua telah menyebabkan lambatnya pelayanan pembangunan ke masyarakat di pedalaman Papua.

Untuk menurunkan tingkat kemahalan ini, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Velix Wanggai menjelaskan, ada 3 (tiga) skenario yang dijalankan Kementerian PUPR.

Pertama, kata Velix, mempercepat ketersediaan infrastruktur dasar wilayah. Kedua, mendekatkan sentra-sentra produksi berpola hilirisasi pertanian, kehutanan dan pertambangan. Dan ketiga, merumuskan regulasi yang bersifat afirmatif dalam pembangunan infrastruktur di Pulau Papua.

Dalam konteks Skenario I,  jelas Velix, Kementerian PUPR mempercepat proyek-proyek infrastruktur PUPR berbasis kewilayahan sebagai tulang punggung ekonomi kota – kampung-kampung, namun infrastruktur dianggap pula sebagai simbol hadirnya negara di wilayah pedalaman dan perbatasan di Papua.

Guna merealisasikan komitmen itu, dalam Tahun Anggaran (TA) 2015 ini, menurut Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Velix Wanggai,  Kementerian PUPR mengalokasikan dana ke Papua dan Papua Barat sekitar Rp9,5 triliunan dari sektor APBN Pusat dan Dana Alokasi Khusus (DAK Infrastruktur) sebesar Rp3,9 triliunan.

“Alokasi itu untuk jalan dan jembatan, air minum, sanitasi, pengairan, dan infrastruktur permukiman,” papar Velix Wanggai melalui siaran persnya Rabu (22/7) siang.

Adapun untuk Skenario II yakni strategi pembangunan infrastruktur PUPR, lanjut Velix, dimaksudkan untuk mendukung sentra-sentra produksi pangan dan peternakan, sentra kawasan industri dan kawasan wisata.  “Hal ini sesuai desain kewilayahan Pulau Papua, yang telah dirancang dalam RPJMN Tahun 2015-2019,” ujarnya.

Velix Wanggai mengingatkan, dalam 5 tahun ke depan,  Pemerintah menetapkan 5 Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat di Provinsi Papua.  Hal itu mencakup wilayah adat Saereri (wilayah Kepulauan Teluk Cenderawasih), wilayah adat Mamta (Kabupaten Mamberamo hingga Kota Jayapura), wilayah adat  Me Pago (di wilayah Pegunungan Tengah sisi barat). Sedangkan, 2 KPE wilayah adat  lainnya adalah wilayah La Pago (wilayah Pegunungan Tengah sisi timur) dan wilayah adat Ha’anim (Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digul) .

Sejalan dengan pendekatan wilayah adat ini, kata Velix, Menteri PUPR Basuki Hadimuldjono menargetkan dalam 3 (tiga) tahun ke depan Trans Papua dapat menghubungkan 5 wilayah adat.

Velix menunjuk contoh misalnya, di wilayah adat Mamta, dibangun jalan Depapre-Bongkrang, Jayapura-Wamena-Mulia dan jembatan Holtekamp. Adapun di wilayah adat Me Pago dan La Pago dibangun ruas jalan Enarotali-Tiom dan akses jalan ke Pegunungan Tengah ke selatan Papua melalui  jalan Wamena-Habema-Kenyam.

Demikian pula, Kementerian PUPR mempercepat reklamasi Rawa Kurik, dan pembangunan embung dan irigasi untuk mendukung Merauke sebagai lumbung pangan nasional di wilayah adat Ha-anim.

Untuk Provinsi Papua Barat, menurut Velix, Kementerian PUPR akan mempercepat akses jalan di Kawasan Industri Teluk Bintuni dan Kawasan Arar Sorong,  peningkatan jalan ke kawasan peternakan di Bomberai Fakfak, maupun peningkatan kualitas jalan Manokwari-Bintuni dan kawasan Pegunungan Arfak.

“Dalam menangani jalan di kawasan Pegunungan ini, Menteri Basuki telah mengunjungi akses jalan di Kabupaten Ilaga Papua dan Kabupaten Pegunungan Arfak di Papua Barat beberapa waktu lalu,” ujar Velix Wanggai.

Sedangkan Skenario III, menurut Velix Wanggai, Kementerian PUPR merumuskan regulasi anggaran berpola tahun jamak (multi-years contract) guna mendukung percepatan pembangunan Trans-Papua.

Selain itu, Kementerian PUPR tetap memberi ruang bagi pengusaha asli Papua ikutserta dalam pelaksanaan proyek-proyek sesuai Perpres No. 84/2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Khusus di Wilayah Papua dan Papua Barat. “Hal ini sebagai komitmen pemberdayaan bagi penduduk asli Papua,” tadas Velix.

Kementerian PUPR berharap dengan tiga scenario itu akan dapat menurunkan harga dan menggerakan ekonomi regional Papua, sekaligus sebagai simbol hadirnya negara di kawasan-kawasan pinggiran di Tanah Air. (Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR/ES)

 

Berita Terbaru