Memperkuat Ekonomi dan Sosial melalui Sektor Pariwisata
Oleh: Oktavio Nugrayasa*
Dunia pariwisata membuka lembaran baru dalam menghadapi tahun 2025. Berdasarkan survei serta pendapat para ahli, minat wisatawan diyakini dan diprediksikan akan meningkat hingga sebesar 58,97 % (persen) terhadap cultural immersion atau pengalaman budaya yang mendalam. Mencuatnya trend tersebut pada tahun ini mencerminkan hasrat wisatawan memperoleh pengalaman lebih mendalam dan autentik dengan budaya lokal ketika berwisata.
Negara Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat luar biasa dan sudah diakui dunia, terutama karena kekayaan dan bentang alamnya yang beragam. Di Indonesia hampir punya semuanya, seperti keindahan pantai, gunung, danau, serta keanekaragaman hayati yang kaya. Selain itu, Indonesia juga memiliki kekayaan budaya yang kaya, seperti tradisi, seni, dan kuliner yang unik.
Potensi pariwisata di Indonesia juga semakin besar dan beragam berkat kearifan lokal warga dan kreativitasnya. Namun demikian, besarnya potensi pariwisata Indonesia masih belum dimanfaatkan secara maksimal, meskipun memiliki kekayaan alam, budaya, dan kreativitas masyarakat yang luar biasa dan sangat besar.
Daya Saing Parawisata Indonesia Lemah
Sebuah Destinasi Parawisata (DP) yang memiliki daya saing tinggi tidak lahir secara tiba-tiba. Diperlukan lingkungan yang kondusif (yang direncanakan dengan baik) untuk mewujudkannya, dan kebijakan di bidang parawisata menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan dimaksud. Menurut pengamat Goelder dan Ritchie juga memberikan argumentasi yang serupa bahwa Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) sangat berpengaruh terhadap kemampuan sebuah Destinasi Parawisata (DP) untuk menjaga daya saingnya hingga di tingkat Internasional dan terhadap kemampuan sektor swasta untuk mendapatkan keuntungan yang optimal dalam kegiatan usahanya.
Beberapa faktor yang menjadi kendala ataupun masalah yang dihadapi, antara lain daya saing pariwisata Indonesia yang masih lemah terkait:
- Aksesibilitas yaitu, kemudahan dalam memperoleh dan menggunakan sesuatu, baik itu sarana, prasarana, fasilitas, atau informasi.
- Infrastruktur yaitu, fasilitas fisik, sistem, dan perangkat keras yang dibutuhkan untuk mendukung
- Fasilitas wisatawan yaitu, sarana yang disediakan untuk mendukung kenyamanan, keamanan, dan kemudahan wisatawan saat berkunjung ke suatu destinasi wisata. Fasilitas ini dapat berupa akomodasi, tempat makan, tempat parkir, dan lain-lain.
- Pengeloaan atraksi yaitu, upaya untuk mengendalikan dan menyelenggarakan daya tarik wisata, seperti objek dan sumber daya wisata. Pengelolaan ini dilakukan untuk mencapai sasaran yang diinginkan, seperti melestarikan objek wisata dan meningkatkan kualitas layanan wisata.
- Sumber Daya Manusia atau SDM yang memadai.
Sebagai tambahan, masih kurangnya kualitas SDM, kurangnya publikasi, belum baiknya infrastruktur, masih kurangnya investasi, kurang diperhatikannya aspek lingkungan hidup, dan kurangnya perhatian pada objek wisata religi juga menjadi masalah.
Yang juga penting dalam hal menunjang ekosistem pariwisata di Indonesia adalah fasilitas penginapan, perhotelan dan layanan hospitality yang mudah diakses bagi para turis.
Perhotelan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi pariwisata dan menjadi fokus utama jika ingin mengembangkan potensi pariwisata di Indonesia. Industri perhotelan merupakan bagian integral dari ekosistem pariwisata, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional dengan menyediakan tempat penginapan bagi wisatawan dan memberikan lapangan kerja.
Pemerintah terus memperkuat sektor pariwisata sebagai salah satu pilar pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan. Melalui sektor ini, Indonesia tidak hanya mendorong penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan, tetapi juga meningkatkan ketahanan sosial di tengah dinamika global.
Khusus berkaitan dengan sikap pemerintah melalui Kementerian terkait juga aktif dalam mendorong peningkatan kualitas dan standar perhotelan, termasuk melalui sertifikasi CHSE yaitu, sertifikat yang diberikan kepada usaha pariwisata, destinasi pariwisata, dan produk pariwisata. CHSE merupakan singkatan dari Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability. Sertifikat ini menjamin bahwa usaha tersebut telah menerapkan protokol kesehatan dan ramah lingkungan. dan peluncuran pedoman pariwisata berkelanjutan.
Model Pembangunan Keparawisatan Indonesia
Satu hal yang perlu dipahami dalam memandang keparawisataan sebagai pemberi nilai tambah dalam perekonomian adalah bahwa tidak perlu terjadi kekeliruan dalam pemikiran bahwa seakan-akan keparawisataan adalah sektor pembangunan yang di nomorduakan. Salah pengertian dimaksud masih sering kali terjadi di dalam pemikiran banyak birokrat dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait.
Penulis menduga bahwa pola pikir ini didasarkan pada kebiasaan birokrasi dan masyarakat Indonesia yang berfikir instan sehingga sesuatu dianggap penting hanya jika memiliki peran paling utama atau paling jelas terlihat.
Ibarat dalam permainan sepak bola, pemain yang dianggap hebat hanyalah penyerang (striker) itulah sebabnya di Indonesia sangat sulit untuk membangun kerjasama tim. Padahal sebagaimana kita pahami, seorang penyerang juga tidak akan dapat memenangkan pertandingan jika tidak dibantu oleh sepuluh pemain lainnya. Oleh karena itu, sudah saatnya birokrasi dan pemangku kepentingan lainnya di bidang keparawisatan sebagai bagian yang sangat penting dalam kegiatan pembangunan walaupun bukan sebagai yang terdepan.
Dalam konsep kerjasama tim, semua fihak yang terlibat dianggap memiliki peran yang penting untuk mencapai sebuah tujuan. Dengan demikain, birokrasi dan pemangku kepentingan lainnya di bidang keparawistaan tidak perlu lagi merasa bahwa dirinya adalah warga kelas dua.
*Analis Ahli Madya Bidang Parawisata pada Asisten Deputi Energi, Sumber Daya Mineral, dan Parawista.