201KUR Semakin Akrab Dengan UMKM di Kab. Cilacap
Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dilaksanakan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, bermanfaat dalam upaya mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sejak diluncurkan tahun 2007 KUR kini semakin akrab dengan para pelaku UMKM di berbagai pelosok desa di Cilacap, dan berkat adanya KUR mereka memperoleh tambahan modal untuk mengembangkan usahanya. Populernya KUR disebabkan pihak perbankan dan pemda setempat gencar melakukan sosialisasi KUR dalam berbagai acara.
Realisasi KUR yang disalurkan BRI Cabang Cilacap sejak KUR digulirkan tahun 2007 hingga 2013 mencapai Rp 311,72 miliar dengan jumlah nasabah 35.410 orang. Khusus tahun 2013 KUR yang telah disalurkan sebesar Rp 107,97 miliar dengan jumlah nasabah 8.236 orang.
Pada periode 2007 2013 sektor usaha yang terbanyak memperoleh KUR adalah sektor perdagangan dan industri yang meliputi toko sembako, usaha garmen, usaha buah-buahan, toko suvenir, counter HP & pulsa, industri bata merah, dan usaha sayur-mayur sebanyak Rp 233,79 miliar atau 75% total Rp 311,72 miliar. Sedangkan sektor perikanan dan pertanian memperoleh KUR sebesar Rp 62,34 miliar atau 20%, dan sektor jasa bengkel memperoleh KUR Rp 15,58 miliar atau 5%.
Berbagai sektor UMKM yang dibiayai KUR tahun 2007 2013 menyerap tenaga kerja sekitar 106.230 orang. Dengan demikian KUR ikut berperan mengurangi angka pengangguran di Cilacap yang tercatat menurun dari 11,92% tahun 2006 menjadi 6,76% pada tahun 2013.
Salah seorang pedagang yang mendapat KUR adalah Suparmi yang berjualan ayam di Pasar Gede, Cilacap. Suparmi telah belasan tahun berjualan ayam di Pasar Gede dengan modal sendiri, dan ia berjualan dari pukul 6 pagi hingga pukul 3 sore. Untuk mengembangkan usahanya tersebut Suparmi meminjam KUR dari BRI sebesar Rp 10 juta dengan kewajiban membayar angsuran Rp 518.700/bulan dalam jangka waktu dua tahun. Ia mengajukan KUR tanggal 12 Agustus 2013 dan terealisasi keesokan harinya. Uang KUR dipergunakan untuk tambahan modal membeli ayam. Setelah mendapat KUR ia mampu menjual ayam sebanyak 40 ekor per hari, sedangkan sebelum mendapat KUR ia menjual ayam sebanyak 20 ekor per hari. Dia menjual ayam Rp 60.000 per ekor. Sebelum mendapat KUR omsetnya Rp 1,2 juta/hari, sedangkan setelah mendapat KUR omsetnya meningkat menjadi Rp 2,4 juta/hari, dan ia mengambil keuntungan 20%. Peningkatan omsetnya tersebut disebabkan berkat KUR ia dapat menjual ayam dalam jumlah lebih banyak dibandingkan sebelum mendapat KUR. Dengan jumlah ayam yang banyak itu jumlah pembelinya pun semakin bertambah.
Saya baru pertama kali meminjam KUR, dan prosesnya mudah, serta tidak memakai jaminan. Alhamdulillah, berkat KUR usaha saya semakin maju, kata ibu dua anak itu.
Pedagang lain di Pasar Gede yang juga mendapat KUR adalah Marnis. Belasan tahun Marnis dan suaminya berjualan pakaian di emperan toko di Pasar Gede. Sebagian keuntungannya ditabung, dan tahun 2013 Marnis berhasil membeli sebuah toko seharga Rp 45 juta di Pasar Gede. Dia lalu pindah berjualan ke toko tersebut. Untuk memperlancar usahanya tersebut Marnis meminjam KUR Rp 10 juta. Ia mengajukan KUR tanggal 21 Desember 2013, dan uang KUR cair pada tanggal 27 Desember 2013. Marnis berkewajiban membayar angsuran Rp 518.700/bulan selama dua tahun.
Uang KUR dipergunakannya untuk tambahan modal berbelanja baju dan celana, sehingga barang dagangannya bertambah banyak. Selain itu jumlah pembelinya pun bertambah, dan mereka senang berbelanja di toko Marnis yang bersih, dan tidak kehujanan di musim hujan. Dulu sewaktu saya berjualan di emperan toko jumlah pembeli sedikit, karena tempat saya berjualan saat itu hanya memakai tenda dan sering bocor saat hujan, katanya.
Sebelum mendapat KUR omsetnya berkisar Rp 300.000 Rp 400.000 per hari, lalu terjadi perubahan setelah memperoleh di mana omsetnya melejit menjadi Rp 500.000 Rp 600.000 per hari dengan keuntungan 20%. Marnis menuturkan, jika kelak melunasi KUR ia akan meminjam KUR dalam jumlah lebih besar untuk mengembangkan usaha dagang pakaiannya tersebut.
KUR juga dinikmati Erik Mantopio, pedagang sandal dan sepatu untuk anak-anak di emperan toko di Pasar Gede. Pio, panggilan akrabnya, berjualan sandal dan sepatu sejak tahun 2012. Sebelumnya Pio bekerja di toko pakaian milik pamannya di Pasar Gede. Berbekal pengalaman membantu pamannya berdagang itu muncul keinginannya memiliki usaha sendiri, dan hal itu lalu diwujudkan pada tahun 2012. Saat itu ia bermodal Rp 6 juta yang berasal dari tabungannya sendiri dan bantuan dari pamannya. Pilihannya berdagang sepatu dan sandal sungguh tepat, karena barang dagangannya laku dan cukup banyak permintaan. Ia menjual sepatu dan sandal mulai dari harga Rp 15.000 hingga Rp 75.000. Untuk memenuhi permintaan para pelanggan, Pio meminjam KUR Rp 5 juta tanggal 16 Januari 2013 dan uang KUR cair tanggal 18 Januari 2013. Ia berkewajiban membayar angsuran Rp 259.000/bulan dalam jangka waktu setahun.
Sebelum mendapat KUR omsetnya rata-rata Rp 400.000 per hari, dan setelah memperoleh KUR omsetnya meningkat menjadi Rp 700.000. Dari omset Rp 700.000 tersebut Pio mengambil keuntungan 20%. Sebagian keuntungannya itu dipergunakan untuk berbelanja barang dagangan. Saya ingin menjadi pedagang besar, dan dengan bantuan KUR serta dibarengi kerja keras insya Allah saya berhasil mewujudkan impian itu, tuturnya dengan penuh optimis.
Sementara itu Hariyadi Wibowo, warga Desa Karangmangu, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, mendapat KUR Rp 20 juta untuk tambahan modal berjualan material bangunan. Hari, panggilan akrab ayah dua ini, membuka usaha dagang material bangunan tahun 2013 dengan modal Rp 30 juta yang berasal dari kantongnya sendiri. Untuk memperbesar usahanya tersebut Hari mengajukan KUR pada Senin, 25 November 2013 pagi, dan setelah dilakukan survei ke lokasi usaha pihak BRI menyetujui memberikan KUR pada sore harinya. Namun, karena sibuk Hari baru mengambil uang KUR pada keesokan harinya. Saya terkejut karena proses memperoleh KUR hanya sehari. Pihak bank menjelaskan, cepatnya proses memperoleh KUR karena selain usaha saya layak dibiayai KUR juga disebabkan dokumen saya lengkap yang meliputi KTP, KK, foto, dan surat keterangan usaha dari kepala desa, kata Hari menjelaskan.
Hari dan isterinya, Maria Ulfah, berjualan material bangunan pada pagi hingga sore. Tokonya terletak di lokasi yang strategis, yakni di Jl. Serayu yang ramai dilalui kendaraan, sehingga memudahkan orang berbelanja. Sebelum mendapat KUR omsetnya berkisar Rp 500.000/hari, dan setelah mendapat KUR omsetnya naik menjadi Rp 1 juta/hari, di mana Hari mengambil keuntungan 20%.
Sebelumnya Hari berdagang kayu dan usaha kayunya itu terletak di samping toko material bangunan. Usaha dagang kayu itu usaha milik keluarga dengan omset rata-rata Rp 6 juta per hari dan mempekerjakan empat karyawan. Karena ingin mandiri ia memberanikan membuka usaha material bangunan dengan modal sendiri dan diperkuat dengan dana KUR. Hari optimis usaha material bangunannya berkembang pesat karena banyak warga yang membutuhkannya.
Penerima KUR lainnya adalah Sumirah, warga Desa Bunton, yang memiliki usaha pembuatan bata merah. Sumirah telah belasan tahun menggeluti usaha pembuatan bata merah, dan menjualnya ke toko material bangunan dengan harga Rp 200/bata. Ia mengajukan KUR tanggal 7 Februari 2013 dan terealisasi empat hari kemudian. Angsurannya Rp 518.700/bulan dalam jangka waktu dua tahun. Uang KUR dipergunakan untuk tambahan modal membeli tanah dan kayu untuk membuat bata merah, sehingga produksinya meningkat menjadi 75.000 bata/bulan dari sebelumnya 45.000 bata/bulan. Hal ini juga berarti terjadi peningkatan omset dari Rp 9 juta/bulan menjadi Rp 15 juta/bulan, dan ia memperoleh keuntungan 20%. Dengan kata lain sebelum mendapat KUR ia memperoleh keuntungan Rp 1,8 juta/bulan, dan setelah memperoleh KUR keuntungannya melejit menjadi Rp 3 juta/bulan.
Sumirah mempekerjakan dua orang yang masing-masing mendapat upah Rp 50.000/hari, dan pembayarannya dilakukan seminggu sekali. Dengan omset Rp 15 juta/bulan Sumirah tidak kesulitan membayar angsuran KUR dan membayar upah dua karyawannya.
Saat ini saya mempekerjakan dua orang, dan saya harus bekerja lebih keras lagi agar usaha bata merah ini terus berkembang. Jika usaha bata merah ini semakin maju, tentu akan banyak tenaga kerja yang terserap, katanya.
KUR merupakan Program Pro Rakyat Klaster 3 yang diluncurkan Presiden SBY di Gedung BRI, Jakarta, tanggal 5 November 2007. Pemerintah memberikan jaminan melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Rp 2 triliun/tahun. KUR terdiri dari KUR mikro Rp 5 juta hingga Rp 20 juta, dan KUR ritel di atas Rp 20 juta hingga Rp 500 juta. KUR diberikan kepada pelaku UMKM yang mempunyai usaha minimal berjalan enam bulan. Layak atau tidaknya pelaku UMKM memperoleh KUR adalah wewenang pihak perbankan setelah dilakukan survei ke lokasi usaha. Jika dari hasil survei dan analisa usaha tersebut memiliki prospek yang bagus, maka pihak perbankan memberikan KUR. Selain kelayakan usaha, persyaratan memperoleh KUR adalah melampirkan KTP, KK, foto, dan surat keterangan usaha. Proses pencairan KUR 3 7 hari, dan bunganya kecil di bawah 1% yakni 0,57% – 0,95% per bulan.
Semula KUR dilaksanakan oleh enam bank, lalu tahun 2010 diperluas menjadi 33 bank yang meliputi 7 bank nasional dan 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD). Pada periode 2007 2013 penyaluran KUR di Indonesia mencapai Rp 137,698 triliun dengan jumlah nasabah 10,032 juta orang. Khusus tahun 2013 realisasi KUR tahun 2013 mencapai Rp 36,5 triliun, atau di atas target pemerintah sebesar Rp 36 triliun. Ditargetkan penyaluran KUR tahun 2014 mncapai Rp 38 triliun. Adapun tenaga kerja yang terserap dalam usaha-usaha yang dibiayai KUR sepanjang 2007 2013 sekitar 35 juta orang. Dengan demikian KUR ikut berperan dalam mengurangi angka pengangguran dari 10,28% tahun 2006 menjadi 5,62% pada Triwulan III 2013.
(Fajar Ilham & Arif Rahman Hakim)