3 Kontrak Gas Ditandatangani, Negara Berpotensi Terima Tambahan Penerimaan Rp 3,47 Triliun
Tiga kesepakatan jual beli gas bumi ditandatangani dalam acara peluncuran program proyek listrik 35.000 megawatt (MW) yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Bantul, Yogyakarta, Senin (4/5) kemarin. Perjanjian itu berpotensi memberikan tambahan penerimaan negara sekitar Rp 3,74 triliun (299 juta dollar AS) selama masa kontrak berlangsung.
Tiga perjanjian tersebut terdiri atas dua perjanjian jual beli gas (PJBG) dan satu pokok-pokok perjanjian atau Head of Agreement(HOA). Perjanjian yang pertama adalah PJBG antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ConocoPhillips Grissik Ltd dengan PT PLN (Persero) untuk memenuhi kebutuhan pasokan gas untuk sektor kelistrikan di Sumatera, Jawa bagian barat, dan Batam sebesar 40 BBTUD (billion British thermal unit per day) selama tiga tahun.
Perjanjian yang kedua adalah amandemen PJBG antara KKKS Petroselat dengan PLN untuk memenuhi kebutuhan pasokan gas untuk kelistrikan di Riau sebesar lima BBTUD untuk periode lima tahun. Sedangkan HOA ditandatangani antara PetroChina International Jabung Ltd dengan BUMD PT Bumi Samudra Perkasa yang akan memasok listrik untuk pembangkit PLN di wilayah Jambi.
“Secara keseluruhan, Penandatanganan PJBG dan HoA pada hari ini akan memberikan tambahan pendapatan negara sampai akhir kontrak sebesar 299 Juta dollar AS,” kata Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (4/5).
Amien menuturkan pemanfaatan seluruh gas bumi yang terkontrak ini telah sejalan dengan Peraturan Menteri ESDM No 03 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri dan Program Listrik 35.000 MW. Dalam merealisasikan program ini, sektor hulu gas bumi diharapkan dapat berkontribusi sebesar 13.400 MW.
SKK Migas berkomitmen untuk meningkatkan pasokan gas untuk domestik. Sejak tahun 2003, pasokan gas untuk domestik meningkat rata-rata sembilan persen per tahun. Pada 2013, volume gas untuk memenuhi kebutuhan domestik lebih besar dibandingkan ekspor. Tahun 2014 lalu, pasokan gas untuk domestik mencapai 59,8 persen sementara untuk ekspor sebesar 40,20 persen. Sedangkan untuk tahun ini, pemanfaatan gas untuk domestik diperkirakan akan naik menjadi 62,7 persen, sedangkan untuk ekspor akan turun menjadi 37,3 persen.
Menurut Amien, kesepakatan-kesepakatan pasokan gas domestik seperti yang ditandatangani kemarin dapat meringankan beban anggaran nasional agar tidak semakin berat menanggung subsidi akibat pemakaian BBM untuk kelistrikan. “Selain akan mendukung peningkatan rasio elektrifikasi, penggunaan gas ini juga akan menurunkan beban subsidi pemerintah akibat pemakaian BBM untuk kelistrikan,” ujarnya.
Namun, selain menyampaikan dukungan sektor hulu migas untuk memasok gas bagi sektor kelistrikan, Amien juga mengimbau kepada sektor kelistrikan, industri, dan pengguna gas domestik lainnya agar dapat memahami bahwa harga gas domestik saat ini tidak dapat dipertahankan sama dengan sebelumnya, mengingat sebagian besar temuan cadangan gas saat ini terdapat di daerah remote danfrontier area dengan risiko lebih tinggi, sehingga diperlukan biaya pengembangan lapangan yang semakin tinggi. (Humas SKK Migas/ES)