Soal Putusan MK, Seskab: Presiden Tidak Akan Persulit Izin Pemeriksaan Anggota DPR
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mematuhi, memenuhi, dan juga menjalankan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang mengharuskan pemeriksaan anggota DPR-RI harus dengan seizin Presiden.
Presiden (Jokowi) tidak akan mempersulit bahkan akan pro aktif terhadap pelaksanaan pemeriksaan anggota (DPR) karena bagaimanapun Presiden mempunyai komitmen yang kuat terhadap pemberantasan korupsi, kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung di sela-sela mendampingi Presiden Jokowi berkunjung ke Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis (24/9) siang.
Menurut Seskab, Presiden Jokowi akan meminta Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) untuk mempersiapkan tata cara prosedur pemberian izin itu, sehingga dilakukan standarisasi, dan juga bisa dilakukan dengan cepat.
Seskab Pramono Anung menegaskan, Presiden sangat mempercayai aparat penegak hukum. Jadi kalau kemudian ada anggota dewan siapapun itu terindikasi ataupun dipanggil artinya prosedur itu dijalankan. Baru kemudian ada extra effort di Lembaga Kepresidenan atau Presiden sendiri katakanlah mencari tahu kebenaran soal hal itu karena akan menjelaskan seluruhnya kepada penegak hukum, paparnya.
Menjawab pertanyaan apakah keputusan MK yang mengharus pemeriksaan kepada anggota DPR harus mendapat persetujuan oleh Presiden terlebih dahulu itu menyudutkan Presiden, Pramono Anung mengatakan, apapun pemerintah menghormati MK karena MK adalah penjaga konstitusi, the guardian of constitution.
Jadi betul-betul harus dihormati sehingga apapun yang diputuskan itu sudah tidak ada persoalan senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, harus dijalankan. Ini pengalaman kita bersama bukan hanya persoalan izin kepada anggota, mungkin beberapa nggak cocok bagi sebagian kelompok tapi wajib dijalankan, tegas Pramono.
Sebelumnya dalam sidang yang berlangsung Selasa (22/9) lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa permintaan keterangan kepada anggota Dewan yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat izin terlebih dahulu dari Presiden, bukan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Putusan ini tak hanya berlaku untuk anggota DPR, tapi juga berlaku untuk anggota Majelis Permusyawartan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Sementara itu, untuk pemanggilan anggota DPRD Provinsi yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan dari menteri dalam negeri. (SLN/UN/ES)