Sambutan Presiden Joko Widodo dalam Peresmian Pembukaan Kongres XVII Muslimat Nahdatul Ulama di Gedung Serbaguna 2, Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Kamis 24 November 2016
Oleh Humas    
Dipublikasikan pada 24 November 2016
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 6.458 Kali
Bismillahirahmanirahim, alhamdulillahirabbil alamin assholatu wassalam anbiya wal mursalin, sayyidina wahhabibina wa maulana muhammadin waalaihi wasohbihi ajmain amma badu.
Yang saya hormati yang saya muliakan para alim ulama, para habib, para kyai, Ibu Nyai. Yang saya hormati seluruh pimpinan lembaga negara, para Menteri Kabinet Kerja. Yang saya hormati Ketua Umum PBNU Bapak Prof Dr Said Aqil Siroj beserta seluruh jajaran pengurus NU.
Yang saya hormati Ketua Umum PP Muslimat NU Ibu Khofifah Indar Parawansa, beserta seluruh jajaran pengurus Muslimat NU dari pusat sampai daerah. Para pimpinan partai politik, seluruh pimpinan pondok pesantren yang pada pagi hari ini hadir, hadirin dan tamu undangan yang berbahagia.
Banyak orang yang menyampaikan sekarang ini Jakarta panas. Sebetulnya tidak panas, hanya hangat. Apalagi, sekarang ibu-ibu muslimat NU hadir di Jakarta, semuanya menjadi sejuk, semuanya menjadi dingin kembali, alhamdulillah.
Yang pertama, saya ingin mengingatkan bahwa Jakarta ini ibukota Republik Indonesia. Jadi marilah kita semuanya kita jaga, kita rawat bersama. Saya yang biasanya enggak pernah naik kuda, saya bela-belain naik kuda. Agar Jakarta menjadi dingin kembali.
Yang kedua yang perlu saya ingatkan. Bangsa kita ini bangsa yang majemuk, bangsa yang sangat beragam. Sangat beragam. Kalau data saya, di Indonesia ini ada bahasa lokal 600-an. 646 bahasa lokal, ada suku-suku, ada 1.128, banyak sekali. Berbeda kulit, berbeda rambut, berbeda mata, beragam sekali bangsa kita ini. Tadi disampaikan oleh Kyai Haji Aqil Siroj yang satu suku saja bisa berkelahi, bisa berperang, kita ini ada 1.128. Inilah yang perlu saya ingatkan kita jaga. Kita jaga, kita rawat bersama.
Saya setiap datang ke provinsi, setiap datang ke pulau-pulau kecil, setiap datang ke kabupaten/kota betul-betul merasakan sekali betapa kita ini memang berbeda-beda, betapa kita ini memang beragam. Satu provinsi saja bisa berbeda-beda. Setelah salam, assalamulaikum warahamatullahi wabarakatuh, di Provinsi Sumatera Utara ada tambahan salam. Di tingkat kabupaten beda-beda, di Nias, ini hanya di Sumatera Utara, itu berbeda-beda. Di Nias, salamnya yaahowu, di Nias. Begitu ke Utara sedikit, di Toba beda lagi. Di Toba, di Mandailing, di Simalungun horas. Nanti di Karo beda lagi majua-jua, di Prapat beda lagi jua-jua. Saya pindah kabupaten ya bingung, ini kok ganti lagi Pak. Saya biasanya saya pakai bahasa lokal barang satu kata, dua kata, beda-beda. Itu baru satu provinsi. Kita bisa membayangkan kita memiliki 34 provinsi, memiliki 516 kabupaten dan kota. Betapa beragamnya kita.
Saya sering diingatkan oleh Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid mengenai keberagaman, mengenai kemajemukan kita untuk hati-hati. Kalau bertemu beliau selalu mengingatkan saya. Ya inilah anugerah dari Allah yang diberikan kepada kita yang harus kita rawat yang harus kita jaga. Agama juga berbeda-beda. Oleh sebab itu, saya ingin mengingatkan kita semuanya, marilah yang mayoritas itu melindungi yang minoritas tetapi yang minoritas harus menghormati dan menghargai yang mayoritas. Saling melindungi, saling menjaga, saling menghargai, inilah ke-Indonesia-an kita. Kita sering lupa ini.
Dan alhamdulillah, tadi saya diberikan informasi dari Ibu Khofifah bahwa yang hadir di sini semua dari seluruh provinsi yang ada di seluruh Indonesia, dari kbaupaten dan kota. Di depan tadi ada yang menyampaikan ke saya, Pak saya dari Belitong, Pak saya dari Serui. Serui itu di Papua Barat, katanya 8 hari naik kapal ke sini. Semuanya hadir, semuanya datang.
Kemudian yang ketiga yang berkaitan dengan media sosial. Tadi juga sudah disampaikan oleh Ibu Khofifah bahwa Muslimat NU ini tidak gaptek. Tapi hati-hati dalam menggunakan media sosial. Saya ingin mengajak, marilah kita bersama-sama memberikan pembelajaran kepada anak-anak kita, mengedukasi anak-anak kita. Karena kalau saya lihat dalam sebulan belakangan ini, 3-2 minggu belakangan ini yang ada di media sosial adalah saling menghujat, saling mengejek, saling menjelekkan, saling memaki, saling fitnah, saling adu domba. Ini fakta yang harus saya sampaikan.
Banyak berita-berita bohong. Itu bukan nilai-nilai Islami kita, itu bukan tata nilai nilai-nilai ke-Indonesia-an kita, karena tata nilai kita adalah budi pekerti yang baik, nilai-nilai sopan santun, itulah tata nilai Indonesia. Dan saya juga ingin mengingatkan bahwa di media sosial yang namanya pornografi juga sangat merebak. Agar diingatkan kepada anak-anak kita baik muali dari PAUD, di TPA, di Madrasah, kita ingatkan menggunakan media sosial untuk kepentingan-kepentingan yang positif.
Yang terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Muslimat NU yang telah memberikan, mengikhlaskan kader terbaiknya, Ibu Khofifah Indar Parawansa, untuk ikut membantu pemerintah di Kementerian Sosial. Saya senang sekali dengan Ibu Khofifah, sangat lincah, sangat dinamis. Kadang-kadang saya telepon beliau malam-malam, Bu ini di Garut ada banjir bandang, mohon ditengok secepat-cepatnya. Bu Khofifah, Pak saya sudah di Garut. Terlambat, jadi perintah dan pelaksanaannya Ibu Khofifah sudah datang di sana saya baru telepon. Waktu di Yahukimo juga sama, Pak saya masih dalam perjalanan dari Jayapura mau menuju ke Yahukimo. Bersyukur sekali sekali lagi pemerintah memiliki menteri yang hebat Ibu Khofifah Indar Parawansa.
Terakhir dengan mengucap bismillahirahmanirahim saya nyatakan Kongres ke-17 PP Muslimat NU dibuka. Terima kasih.
Wassalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh.