Sambutan Presiden Joko Widodo pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, 8 Januari 2017 di Gedung Kanzus Sholawat, Pekalongan, Jawa Tengah

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 8 Januari 2017
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 9.356 Kali

Logo-Pidato2-8Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirabbil’alamin, washalatu wasalamu ala asrafil ambiyai wamursalin, sayyidina wa habibina wa syafi’ina wamaulana Muhammadin, wa’alaalihi washahbihi ajmain,
Amma ba’du.

Yang saya hormati Yang Mulia Al Habib Muhammad Luthfi Bin Ali Yahya, terima kasih mengundang saya pada Maulid Nabi tahun ini,
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, Gubernur Jawa Tengah, para Bupati/Wali Kota, Panglima TNI, Kapolri,
Yang saya hormati Yang Mulia para Ulama, para Habaib, para Kyai, Pak Ustaz, seluruh jamaah yang pada siang ini hadir,
Alhamdulillah kita bisa bersilaturahim di Kota Pekalongan ini.

Hadirin dan undangan yang berbahagia,
Puji dan syukur kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya, kita dapat berkumpul di sini, bersilaturahmi di sini, untuk memperingati Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Shalawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada bimbingan kita Nabi Muhammad SAW.

Tadi kita sudah diingatkan semuanya, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini perlu persatuan, perlu kesatuan, dan NKRI adalah harga mati. Seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi dalam hal politik, kekuatan politik. Rasulullah pernah membentuk kontrak politik dengan semua unsur, dengan semua komponen masyarakat melalui Piagam Madinah. Untuk apa ini? Untuk mempersatukan, untuk sebuah kesatuan. Dan dengan Piagam Madinah ini jelas sekali bahwa ajaran Islam, umat Islam itu menghargai kemajemukan suku, kemajemukan golongan, beraneka macamnya agama. Dan negara kita, perlu saya ingatkan kepada kita semuanya, Indonesia ini memiliki 700 lebih suku, 1.100 lebih bahasa lokal. Beda-beda semuanya kita ini. Ini perlu kita ingatkan. Suku, 700 lebih. Ada suku Aceh, itupun tidak hanya satu. Ada suku Jawa, itupun juga tidak hanya satu. Suku Sunda, juga tidak hanya satu. Batak, suku Batak, suku Madura, suku Bugis, suku Banjar, suku Sasak, suku Badui, suku Minang, suku Dayak, suku Kawanua, banyak sekali.

Artinya apa? Kita ini dianugrahi Allah memang bermacam-macam. Itu anugrah yang patut kita syukuri. Tetapi harus dijaga kesatuan kita. Berbeda negara yang lain, hanya satu suku. Kita 700. Patut kita syukuri. Ini adalah kekuatan kalau kita bisa membangun persatuannya. Ini patut kita syukuri. Kalau kita bisa membangun kesatuan, ini adalah sebuah potensi.

Saya selalu diingatkan oleh Habib Luthfi. Ketemu di Solo saya diingatkan, “Pak Presiden, persatuan”. Tadi mau masuk diingatkan lagi oleh Habib, beliau menyampaikan, “persatuan dan kesatuan.” Itu yang selalu diingatkan kepada saya. Karena saya tahu, dan beliau lebih tahu dari saya, bahwa kita ini bersuku-suku.

Saya berikan contoh masalah wilayah saja, provinsi kita ini punya 34 provinsi, memiliki 516 kabupaten dan kota. 516 kabupaten dan kota dari Sabang sampai Merauke. Satu provinsi saja, kalau ketemu atau pidato, setelah assalamualaikum, ada salam lokal yang beda-beda. Contoh di Sumatera Utara saja, beda-beda. Di bagian selatan, saya hampir keliru saat ke sana. Saya pikir horas, ternyata ya’ahowu. Begitu masuk ke tengah beda lagi, mejuah-juah, maju agak ke timur, juah-juah. Di Medan, kemudian di Toba, horas. Satu provinsi sudah 4 (empat) salamnya, salam lokalnya, satu provinsi. Kita memiliki 516 kota dan kabupaten. Ini kalau tidak kita jaga persatuan kita, tidak kita jaga kesatuan kita, inilah yang perlu kita ingatkan kepada kita semuanya.

Kemudian yang kedua, saya ingin mengingatkan masalah nilai-nilai, nilai-nilai kesantuan, nilai-nilai kesopanan, nilai-nilai budi pekerti yang baik dalam kita berucap dan bertindak. Karena sekarang ini memang ada serangan yang kita tidak merasakan. Apa itu? Social media. Semuanya bawa HP, bawa HP, bawa gadget, bawa handphone semuanya. Informasi dari manapun bisa diterima. Tapi siapa yang bisa menyaring ini berita bohong atau berita benar, ini berita fitnah atau berita benar, ini berita menghasut atau bukan. Ini yang saya ingin agar kita semua mengingatkan pada kanan kiri kita, bahwa dunia ini sekarang sangat terbuka sekali, bahwa informasi tidak disaring, di-screening, nanti bisa banyak yang keliru, yang akhirnya bisa memecah-belah persatuan kita. Inilah yang harus kita jaga.

Saya senang sekali tadi kita menyanyikan Lagu Indonesia Raya bersama-sama. Kemudian ada pengucapan Pancasila. Habib terima kasih. Saya baru tahu juga hanya di sini.

(Dialog Presiden dengan Masyarakat)
Saya ingin salah satu maju ke depan, yang hapal Pancasila tunjuk jari. Ini coba Bapak. Kalau bersama-sama hapal. Coba sendiri, kita tes.

Ahmad Khomaidi: Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Presiden: Kenalkan dulu.
Ahmad Khumaidi: Nama saya Bapak Ahmad Khumaidi dari Comal.
Presiden: Pak Ahmad?
Ahmad Khumaidi: Dari Comal. Ahmad Khumaidi dari Comal.
Presiden: Pak Ahmad Khumaidi dari Comal. Silakan Pancasila.
Ahmad Khumaidi: Pancasila 1. Ketuhanan yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Deg-degan Pak, deg-degan.
Presiden: Ada waktu di sana hafal, waktu naik ke panggung jadi hilang semuanya, ada.
Ahmad Khumaidi: Iya Pak.
Presiden: Tapi Pak Ahmad Khumaidi tadi sudah 100 persen benar. Silakan sepedanya diambil di belakang. Saya bawa sepeda, ambil di belakang.

Ada lagi yang mau maju? Ini bukan Pancasila, beda lagi. Tadi saya sudah menyampaikan, di Indonesia itu ada 34 provinsi, sebutkan 5 saja.

Ya itu, yang pakai tas, semangat banget. Sebutkan 5 provinsi di Indonesia tapi yang di luar Jawa. Ini pasti mau nyebutnya Jawa Tengah, Jawa Timur, ndak, yang di luar Jawa. Kita supaya betul-betul tahu bahwa negara kita ini besar sekali.

Presiden: Silakan dikenalkan dulu.
Nurul Muid: Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Presiden: Waalaikumsalam.
Nurul Muid: Nama saya, Nurul Muid, dari Jepara Batealit.
Presiden: Pak Nurul. Tadi saya sampaikan, kita ini memiliki 34 provinsi. Sebutkan 5 saja tetapi yang di luar Jawa. Jangan di Jawa. Satu.
Nurul Muid: Palangkaraya, ya.
Presiden: Salah, itu ibukotanya. Provinsinya, provinsi. Misalnya di sini kan Jawa Tengah, ibukotanya Semarang.
Nurul Muid: Bali
Presiden: Satu, Bali.
Nurul Muid: Papua
Presiden: Papua, dua betul.
Nurul Muid: Aceh.
Presiden: Aceh, Nangroe Aceh Darussalam, betul.
Nurul Muid: Sumatera Utara, Sumatera Barat.
Presiden: Sumatera Utara, Sumatera Barat.
Nurul Muid: Lampung.
Presiden: Lampung. Mana lagi?
Nurul Muid: Makassar, Makassar.
Presiden: Sudah, tadi sudah lebih dari satu, sepeda diambil, sudah.
Nurul Muid: Terima kasih Pak.

Yang terakhir, ini masalah kebhinnekaan. Tadi sudah saya sampaikan ada 700 lebih suku di negara kita. Sebutkan 7 saja. Sebentar, ini boleh. Ini yang pakai tas, sini.

Aryanto: Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Nama saya Aryanto dari Pekalongan.
Presiden: Siapa? Aryanto?
Aryanto: Ya.
Presiden: Aryanto. Ya, mas Aryanto. Sebutkan 1 suku, satu?
Aryanto: Suku Sunda, Suku Jawa.
Presiden: Dua?
Aryanto: Suku Batak.
Presiden: Tiga?
Aryanto: Suku Dayak.
Presiden: Empat?
Aryanto: Suku Bugis.
Presiden: Lima?
Aryanto: Suku Bugis, Suku Sasak.
Presiden: Suku Sasak, Enam?
Aryanto: Satu lagi. Susu, Suku Minang.
Presiden: Ya sudah, betul, ambil sepedanya.

Jangan dikira gampang. Di sana bisa tertawa, begitu masuk ke panggung lupa semua itu. Tidak sekali dua kali saya seperti ini. Lupa, betul-betul lupa. Sepedanya hanya bawa 3.

Ya, terakhir sekali lagi saya ingin berpesan bahwa persatuan dan kesatuan marilah terus kita jalin antar suku, antar golongan, antar komponen masyarakat, antar agama. Karena sekali lagi, kita memang berbeda-beda, negara kita ini. Kalau kekuatan itu bisa kita satukan, persatuan itu bisa kita satukan, kesatuan itu betul-betul bisa kita satukan, saya meyakini insya Allah bahwa potensi, bahwa kekuatan negara kita ini adalah negara yang sangat besar kekuatannya, yang ditakuti oleh negara-negara yang lain. Tapi kalau kita sibuk usrek sendiri-sendiri, ribut sendiri-sendiri, tidak mempersatukan kekuatan kita, tidak mempersatukan potensi kita, kita akan menjadi bangsa yang kalah, bukan bangsa pemenang.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Terima kasih,
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru