Hadapi “Hoax”, Seskab: Suara Sekretariat Kabinet Ada di Website, Twitter, FB, Youtube, dan IG Resmi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 18 Februari 2017
Kategori: Berita
Dibaca: 25.549 Kali
Sesi dialog Seskab bersama pegawai Sekretariat Kabinet dalam Rapat Kerja Setkab di Istana Kepresidenan Cipanas, Jawa Barat, Sabtu (18/2). (Foto: Humas/Deni)

Sesi dialog Seskab bersama pegawai Sekretariat Kabinet dalam Rapat Kerja Setkab di Istana Kepresidenan Cipanas, Jawa Barat, Sabtu (18/2). (Foto: Humas/Deni)

“Secara resmi suara Seskab itu disuarakan oleh media yang dimiliki oleh Setkab secara resmi, di Twitter, di IG, di Facebook, itulah suara kita,” papar Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, saat dialog dalam Rapat kerja Sekretariat Kabinet (Setkab) Sabtu (18/2) sore di Cipanas, Jawa Barat.

“Yang pertama ingin saya sampaikan, Saudara-saudara sekalian, ada hal yang tidak bisa dihindari ketika media sosial ini menjadi mendominasi dalam kehidupan keseharian kita. Bahkan kalau Saudara-saudara kalian, saya yakin 90% lebih, begitu bangun tidur yang dicari bukan kitab suci tetapi handphone, buka sosial media, buka Whatsapp, buka Twitter, buka Facebook, Instagram, dan seterusnya,” tutur Seskab menyampaikan arahannya.

Hal ini, lanjut Seskab, telah menjadi pola dan gaya hidup. Ia menyampaikan bahwa hal ini sebenarnya yang disebut dengan mengalami serbuan informasi yang di-framing oleh teknologi dunia.

“Maka kalau Saudara-saudara lihat, dari 5 orang terkaya di dunia sekarang ini, itu kelimanya bukan industriawan, bukan bankers tapi yang bekerja di sosial media, siapapun. Mulai dari Facebook, kemudian Amazon, dan macam-macam,” ujar Mas Pram panggilan akrab Pramono Anung.

Di negara mana pun, lanjut Seskab, ini adalah hal yang tidak bisa dihindarkan. Bahkan Amerika, Ia mencontohkan, dalam pemilu terakhir antara Hillary Clinton melawan Donald Trump, bagaimana Amerika yang dianggap, Langley itu tempatnya CIA, itu bisa diretas bahkan data yang kemudian menjadi milik FBI itu bisa dibuka.

 

“ini menunjukkan sebenarnya, Saudara-saudara sekalian, perang ke depan itu tidak lagi sebenarnya perang fisik, perang ke depan adalah perang bagaimana membangun, mem-framing apa yang di dalam back mind kita, dalam pikiran kita,” tutur Seskab seraya sampaikan termasuk yang belakangan ini yang terjadi.

 

Sebagai contoh, Seskab menyampaikan dalam pemilu DKI Jakarta sadar atau tidak sadar dibelah oleh media sosial ini, dan pembelahan ini membuat antar teman dan antar saudara saling berhadap-hadapan.

“WA grup Saudara-saudara yang dulunya satu alumni, yang suaranya adalah homogen, biasanya ramai atau seru ketika ada yang ulang tahun, atau mohon maaf ada yang meninggal dunia, mereka mengucapkan dan sebagainya, tiba-tiba menjadi sangat keras untuk pro kontra mendukung satu dan lainnya. tanpa tahu kebenarannya,” ujar Seskab menjelaskan.

Solusi yang ditawarkan oleh Seskab yakni adanya literasi media. Ia juga sampaikan bahwa apa yang terjadi sekarang ini akan ada waktunya pada titik kulminasi, titik batas yang disebut dengan orang mengalami kejenuhan media.

“Di negara-negara yang sudah maju sekarang ini pemanfaatan sosial media sudah mulai menurun, karena apa, mereka sudah jenuh. Mereka membaca media sosial bukan lagi membawa kenyamanan, tapi memberikan rasa marah. Apalagi sekarang, kemarin itu perdebatan di sosial media begitu luar biasa. Benar-salahnya relatif. Orang sangat susah sekali untuk mmbedakan itu,” tutur Seskab.

Yang perlu dilakukan oleh pegawai Setkab, menurut Seskab, memperkaya pemahaman, pengetahuan yang ada.

(FID/EN)
Berita Terbaru