Apa Perlunya Mengubah Perpres Tentang Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 Februari 2017
Kategori: Opini
Dibaca: 111.830 Kali

images (6)Oleh : M. Hamidi Rahmat

Sejak tahun lalu Pemerintah telah melaksanakan program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK).

Pelaksanaan program PIK didasarkan kepada Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, pada tanggal 8 Januari 2016 dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 19 Januari 2016 dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara RI Tahun 2016 Nomor 8.

Sebagaimana telah dijelaskan pada artikel terdahulu bahwa salah satu alasan kenapa program PIK ini dilaksanakan, adalah untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik rakyat secara adil dan merata serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Program ini juga untuk mendukung tercapainya program pemerintah yang telah diumumkan sebelumnya, yaitu program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW dan jaringan transmisi sepanjang 46 ribu km. Bukan hanya itu, program ini juga untuk mendukung program penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) karena program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW ini mengutamakan penggunaan energi baru dan terbarukan, seperti tenaga air dan tenaga uap, bahkan pembangkit listrik berbasis sampah.

Setelah setahun berjalan, dihadapi beberapa kendala yang segera perlu dicarikan solusinya. Salah satu solusi yang diperlukan adalah menyempurnakan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Aturan dalam Perpres lama ini yang perlu disempurnakan adalah atauran mengenai pelaksanaan pembiyaan, skema kerjasama penyediaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, kerjasama pemanfaatan aset, dan pengelolaan lingkungan hidup.

Oleh sebab itu pada tanggal 13 Februari 2017 Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Peraturan Presiden (Perpres) ini juga telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara.

Apa Perubahannya ?

Dibandingkan dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2016, dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2017, terdapat 11 item perubahan : ada ketentuan yang diubah, ada ketentuan yang ditambah dan ada ketentuan yang dihapus.

Pertama, ketentuan angka 9 pasal 1 diubah dengan menghapus frasa “melalui penandatanganan perjanjian jual beli/sewa jaringan tenaga listrik” pada akhir definisi, sehingga bunyinya menjadi Pengembang Pembangkit Listrik yang selanjutnya disingkat PPL adalah badan usaha penyediaan tenaga listrik berupa badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan swasta yang bekerja sama dengan PT PLN (Persero)”.

Kedua, ketentuan pasal 4 ditambah dengan ayat 3 yang berbunyi “Ketentuan mengenai kerjasama penyediaan tenaga listrik dalam rangka penugasan dilakukan berdasarkan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara”.

Ketiga, ketentuan ayat 2 pasal 5 yang semula cakupannya hanya meliputi pembangkit dan/atau transmisi, ditambah dengan distribusi, gardu induk, dan/atau sarana pendukung lainnya.

Keempat, ketentuan ayat 1 huruf d pasal 6 yang semula berbunyi pemberian fasilitas pembebasan pajak penghasilan dalam hal dilakukan revaluasi aset. diubah menjadi “pemberian kemudahan dalam bentuk insentif dan fasilitas perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Kelima, penyisipan pasal 8A yang berbunyi :
PT PLN (Persero) melakukan kerja sama penyediaan tenaga listrik dengan PPL melalui transaksi perjanjian jual beli dan bukan transaksi perjanjian sewa.
Akuntansi atas transaksi perjanjian jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pelaksanaan akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mulai dilaksanakan untuk laporan keuangan tahun 2016.

Keenam, adanya penambahan kerjasama antara PT PLN Persero (PLN) dengan badan usaha dalam negeri, sehingga ketentuan ayat 1 pasal 9 menjadi Pelaksanaan PIK melalui kerja sama penyediaan tenaga listrik dengan anak perusahaan PT PLN (Persero) dilakukan dalam hal adanya kerja sama antara PT PLN (Persero) dengan badan usaha dalam negeri dan/atau badan usaha asing.

Kemudian ayat 3 baru yang bertukar tempat dengan ayat 3 lama, terdapat penambahan perluasan kerjasama yang mencakup juga alih teknologi dan/atau peningkatan kemampuan produksi dalam negeri.

Pada pasal 9 juga terdapat penambahan ayat 4 yang berbunyi Kerjasama dengan badan usaha asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan dengan badan usaha asing yang sahamnya dimiliki oleh negara bersangkutan (badan usaha milik negara asing).

Ketujuh, ketentuan pasal 16 ditambah dengan ayat 4 yang berbunyi Ketentuan mengenai kerjasama dengan badan usaha asing dalam rangka penugasan dilakukan berdasarkan pedoman diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik Negara.

Kedelapan, ketentuan ayat 3 pasal 32 dihapus. Bunyi ayat 3 yang dihapus tersebut adalah “PIK yang semula berada pada lokasi bukan kawasan hutan namun kemudian lokasi tersebut diubah menjadi kawasan hutan, pelaksanaan PIK tersebut tetap dapat dilanjutkan dengan pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan.

Kesembilan, penambahan ayat 2 pasal 33 yang berbunyi “Penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pengadaan tanah atau pemanfaatan atas tanah infrastruktur lainnya”. Dengan demikian ayat 2 lama menjadi ayat 3 dan ayat 3 lama menjadi ayat 4.

Penambahan ayat 5 pasal 33 yang berbunyi Pemanfaatan atas tanah infrastruktur lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pemanfaatan atas tanah yang digunakan infrastruktur jalan, infrastruktur rel kereta api, atau infrastruktur pipa gas untuk dilintasi Infrastruktur Ketenagalistrikan baik di atas tanah maupun di bawah tanah.

Kesepuluh, penyisipan pasal 35A yang berbunyi :
Pemanfaatan atas tanah infrastruktur lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (5) dilakukan melalui kerja sama dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha.
Jangka waktu kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah selama jangka waktu penggunaan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang ditentukan oleh PT PLN (Persero).
Kerja sama PT PLN (Persero) dengan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemanfaatan barang milik negara/daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara/daerah.
PT PLN (Persero) dalam rangka kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberikan kompensasi berupa sewa barang milik negara/daerah yang diberikan sekali untuk selama jangka waktu kerjasama.
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat memberikan keringanan atas formula tarif/besaran sewa barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Kerja sama PT PLN (Persero) dengan badan usaha berdasarkan kaidah bisnis yang baik.
PT PLN (Persero) dalam rangka kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memberikan kompensasi yang diberikan sekali untuk selama jangka waktu kerjasama.
Dalam hal badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah badan usaha milik negara, dilakukan kerjasama antara badan usaha milik negara.
Pelaksanaan kerjasama antara badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (7) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.

Kesebelas, penyisipan pasal 37A yang berbunyi :
PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero), atau PPL dapat memanfaatkan limbah yang digunakan oleh pembangkit tenaga listrik yang berasal dari energi fosil berupa batubara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Pemanfaatan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai bahan bangunan untuk infrastruktur.

Kenapa Perlu Diubah ?

Sebagaimana diketahui bahwa PLN adalah badan usaha milik negara yang ditugaskan Pemerintah untuk mengurusi semua aspek kelistrikan yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu PLN berkewajiban untuk menyediakan listrik bagi seluruh rakyat Indonesia dimanapun mereka berdomisili. Namun penyediaan tenaga listrik tersebut dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan PLN dan keuangan negara. Penugasan terbaru dari Pemerintah kepada PLN adalah untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dari 84,4% pada tahun 2015 menjadi 97,4% pada tahun 2019 melalui pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan (PIK) 35.000 MW beserta jaringan transmisi sepanjang 46 ribu km dan jaringan distribusinya.

Oleh karena sifatnya penugasan dari Pemerintah, maka PLN harus melakukan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya meskipun tidak/kurang ekonomis secara bisnis. Dengan demikian sewajarnyalah PLN mendapat insentif dan kemudahan-kemudahan dari Pemerintah. Salah satu bentuk insentif dan kemudahannya adalah insentif dan fasilitas perpajakan sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat 1 huruf d pada Perpres yang baru.

Dalam hal PLN mampu melaksanakan PIK melalui swakelola, maka cakupannya tidak hanya dibatasi untuk pembangkit dan transmisi saja, tetapi juga mencakup distribusi, gardu induk dan sara pendukung lainnya. Hal ini dimaksudkan agar PIK dapat terlaksana dengan cepat di semua sektor. Hal inilah yang ditampung dalam ketentuan ayat 2 pasal 5.

Penyisipan pasal 8A dimaksudkan untuk menegaskan bahwa kerja sama penyediaan tenaga listrik dengan Pengembang Pembangkit Listrik (PPL) melalui transaksi perjanjian jual beli dan bukan transaksi perjanjian sewa. Dengan demikian aset maupun hutang PPL terlepas dari pembukuan PLN. Sebagaimana diketahui bahwa selama ini aset dan hutang PPL tercantum dalam pembukuan keuangan PLN. Karena hutang PPL tersebut cukup banyak, maka sangat memberatkan pembukuan keuangan PLN.

Perubahan pasal 9 dimaksudkan agar PLN maupun anak pusahaan PLN tidak hanya bisa melakukan kerjasama dengan badan usaha asing, tetapi juga dengan badan usaha nasional, guna mendapatkan partner yang kredibel dan reputabel. Disamping itu, cakupan kerjasama juga diperluas, tidak hanya dalam penyediaan pendanaan yang diperlukan oleh PLN dan memiliki ketersediaan energi yang akan digunakan oleh PLN dalam PIK, tetapi juga mencakup alih teknologi dan peningkatan kemampuan produksi dalam negeri. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan perusahaan nasional. Sementara kebijakan mengutamakan kerjasama dengan badan usaha milik negara asing daripada badan usaha swasta asing, dimaksudkan untuk jaminan keberlangsungan proyek kerjasama dimaksud.

Penghapusan ketentuan ayat 3 pasal 32 karena PLN dapat membebaskan lahan-lahan milik masyarakat sesuai dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2012. Apabila setelah dilakukan pembebasan oleh PLN, lahan tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka khusus untuk lahan-lahan yang sudah dibebaskan oleh PLN seharusnya tidak ditetapkan menjadi kawasan hutan karena sudah menjadi aset PLN.

Dengan perubahan pasal 33, tanah yang diperlukan oleh PIK tidak harus diadakan oleh PLN, tetapi juga bisa memanfaatkan tanah infrastruktur lainnya, seperti tanah yang dimanfatkan oleh infrstuktur jalan, rel kereta api, pipa gas, untuk dilintasi oleh infrastruktur ketenagalistrikan baik di atas tanah tersebut maupun di bawahnya.

Pemanfaatan tanah infrastruktur lainnya tersebut dilakukan melalui kerja sama dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha, yang jangka waktunya selama dibutuhkan Infrastruktur Ketenagalistrikan tersebut. Sebagai imbalan pemanfaatan tanah dimaksud, PLN memberikan kompensasi berupa sewa yang diberikan sekali untuk selama waktu pemanfaatannya. Demikian juga untuk tanah milik badan usaha swasta atau masyarakat, akan diberikan kompensasi yang diberikan sekali untuk selama waktu pemanfaatannya.

Sedangkan penambahan pasal 37A dimaksudkan untuk memanfaatkan limbah yang berasal dari energi fosil seperti batubara. Limbah tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan untuk infrastruktur. Di negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropah, menurut PLN, fly ash telah digunakan untuk material pembangunan infrastruktur. Sementara FABA dapat dimanfaatkan untuk paving block, batu pemecah ombak, tiang beton listrik, batako, beton geopolimer dan lain-lain. Jika limbah tersebut tidak dimanfaatkan, akan membutuhkan lalan yang cukup luas untuk menimbunnya.

Kembali ke pertanyaan kenapa Perpres nomor 4 tahun 2016 perlu diubah ? Jawaban ringkasnya, karena pelaksanaan percepatan pembangunan PIK terhambat oleh hal-hal yang belum diatur dalam Perpres Perubahan ini. Disamping itu, tujuannya juga untuk memperlancar pelaksanaan pembangunan PIK sehingga bisa tercapai sesuai jadwal yang ditargetkan. Sedangkan tujuan pemberian dukungan yang besar dan fasilitas yang banyak dari pemerintah kepada PLN, supaya program ini sukses dan semua yang direncanakan terealisasi dengan baik. Tentu saja tujuan akhirnya adalah demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Mari kita doakan dan kita dorong serta kita bantu bersama-sama agar PIK ini sukses dan selesai tepat waktu, sehingga seluruh rakyat Indonesia bisa segera menikmati hasilnya. Semoga !

Opini Terbaru