Jalur Ro-Ro Davao – Bitung Dibuka, Barang Dari Filipina Tidak Perlu Lewat Surabaya
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengemukakan, kesepakatan pemerintah Indonesia dan pemerintah Filipina untuk membuka Jalur Pelayaran Ro-Ro Davao (Filipina) – General Santos – Bitung (Manado) akan menghubungkan titik-titik yang berjauhan dari pusat untuk menjadi lebih dekat.
“Kalau dulu misalnya ada barang yang mau dikirim dari Davao ke Bitung maka barang itu harus mutar melalui pelabuhan ke Surabaya dulu baru naik lagi ke Sulawesi. Dengan adanya Ro-Ro maka jalur itu akan dipotong langsung dari Davao City, kemudian General Santos, turun ke Bitung,” kata Retno kepada wartawan di Sofitel Philippine Plaza, Manila, Jumat (28/4) sore.
Pernyataan tersebut disampaikan Menlu menanggapi komitmen kerja sama Indonesia dan Filipina di bidang transportasi, untuk meluncurkan Jalur Pelayaran Ro-Ro Davao-General Santos- Bitung, pada Minggu (30/4) mendatang.
Kesepakatan dicapai dalam pertemuan bilateral kedua negara yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte, di Istana Malacanang, Manila, Filipina, Jumat (28/4) sore.
Menlu Retno Marsudi mengatakan, sudah ada pembicaraan dengan beberapa menteri yang mendampingi Presiden mengenai barang-barang apa saja yang nanti dicoba untuk ditambahkan sehingga Ro-Ro itu bisa dimanfaatkan secara langsung.
“Jadi satu dari aspek konektivitas, dua dari aspek perdagangannya, yang ketiga dari aspek people-to-people contact,” jelas Retno seraya menambahkan, dengan adanya Ro-Ro, selain sebagai bukti peningkatan kerja sama bilateral, ini juga mendukung pembangunan Indonesia dari pinggir, dari timur, dan juga mendukung konektivitas ASEAN.
Sangat Baik
Secara keseluruhan Menlu Retno Marsudi menjelaskan, pertemuan bilateral delegasi pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan delegasi pemerintah Filipina yang dipimpin oleh Presiden Rodrigo Roa Duterte, berlangsung dengan sangat baik, produktif, dan sangat bersahabat.
Di dalam pertemuan tersebut, lanjut Menlu, kedua Presiden membahas mengenai masalah upaya peningkatan kerja sama ekonomi.
“Sebagaimana tadi yang Presiden sampaikan, bahwa di bidang ekonomi ini tampak jelas kemitraan Indonesia yang kokoh dengan Filipina, di tengah situasi ekonomi dunia yang melesu kita masih bisa mencapai kenaikan perdagangan bilateral lebih dari 32%,” tutur Menlu.
Menurut Menlu, Filipina juga menjadi mitra bagi industri strategis Indonesia dimana mereka memesan kapal dan pesawat buatan Indonesia. “Mereka adalah mitra untuk kerja sama industri strategis Indonesia,” ujarnya.
Menlu juga menyampaikan mengenai masalah sudah diratifikasinya perjanjian batas ekonomi eksklusif antara Indonesia-Filipina.
Ia menjelaskan, kemarin dari pihak Indonesia selesai dan dari pihak Filipina sudah pada tahap yang akhir. “Jadi mudah-mudahan pada tahun ini Filipina juga bisa menyelesaikan proses ratifikasinya sehingga kita bisa pertukarkan. Ini adalah merupakan bukti dari komitmen pemerintah untuk mengintensifkan negosiasi,” terang Retno.
Diingatkan Menlu, untuk negosiasi perbatasan maritim bukan merupakan hal yang mudah. Tahun lalu Indonesia bisa melakukan ratifikasi dengan Singapura, sementara tahun ini diratifikasi ZEE dengan Filipina. Pada saat yang sama Indonesia juga mencoba untuk mengintensifkan negosiasi untuk landas kontinen.
“Tadi pagi saya juga bicara dengan Menlu Vietnam untuk hal yang sama, mengintensifkan negosiasi untuk menyelesaikan ZEE dengan Vietnam. April kemarin kita sudah ketemu tapi masih banyak hal yang harus kita jembatani,” papar Menlu.
Mengenai masalah kerja sama maritim, menurut Menlu. kedua Presiden tadi menyampaikan pentingnya kerja sama untuk menjaga keamanan perairan di wilayah sekitar kedua negara.
“Kedua Presiden menekankan kembali pentingnya masalah keamanan maritim di perairan sekitar Indonesia dan Filipina,” jelas Menlu.
Adapun mengenai transnational organized crime, Menlu menjelaskan, Indonesia meminta joint working group kedua negara untuk diadakan pada tahun ini.
“Kita memiliki MoU untuk kontraterorisme yang sudah akan habis,” ungkap Menlu seraya menambahkan, dirinya sudah konsultasi dengan Kepala BNPT, dan Indonesia akan minta agar MoU itu diperbaharui kembali. (UN/ES)