Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018: Ikhtiar Untuk Meningkatan Investasi dan Perluasan Kesempatan Kerja
Oleh: Budi Prayitno
Pemerintah terus berupaya memperbaiki dan menyederhanakan proses birokrasi untuk meningkatkan investasi, baik melalui debirokratisasi, maupun deregulasi.
Salah satu yang dilakukan diantaranya dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Perpres yang ditandatangani Presiden tanggal 26 Maret 2018, dan diundangkan tanggal 29 Maret 2018 tersebut diharapkan dapat menjawab keluhan dunia usaha.
Proses birokrasi penggunaan TKA yang sederhana dan transparan akan mendorong meningkatnya investasi di Indonesia, dan pada ujungnya kesempatan kerja semakin terbuka.
Penyederhanaan penggunaan TKA dalam Perpres Nomor 20 Tahun 2018, antara lain dengan penyederhanaan proses penggunaan TKA di Kementerian Ketenagakerjaan, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, dan dilakukan secara online (data sharing) antar instansi yang terlibat dalam proses perizinan TKA.
Dalam Perpres diatur pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) oleh Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk diberikan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. Pengesahan RPTKA tersebut sekaligus merupakan izin untuk mempekerjakan TKA yang berlaku sesuai dengan jangka waktu rencana penggunaan TKA oleh Pemberi Kerja TKA.
Proses permohonan pengesahan RPTKA pun disederhanakan dengan tidak perlu lagi disertai rekomendasi kementerian/lembaga teknis. Jika permohonan pengesahan RPTKA terkait jabatan yang oleh kementerian/lembaga dipersyaratkan kualifikasi dan kompetensinya, atau dilarang didukuki TKA, Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk memberikan pengesahan RPTKA dengan berpedoman kepada syarat atau larangan yang ditetapkan berdasarkan penyampaian dari kementerian/lembaga tersebut.
Hal tersebut berbeda dengan regulasi sebelumnya dimana pengesahan RPTKA dilakukan paling lama 3 (tiga) hari, untuk sektor tertentu permohonan pengesahan harus disertai dengan rekomendasi kementerian/lembaga teknis, dan RPTKA berlaku 5 (lima) tahun untuk selanjutnya dapat diperpanjang. Selain itu, dalam regulasi sebelumnya diatur setelah RPTKA disahkan, Pemberi Kerja TKA juga harus memiliki Izin Memperkerjakan TKA (IMTA) yang berlaku 1 (satu) tahun.
Pengurusan IMTA pun untuk beberapa sektor mensyaratkan rekomendasi dari kementerian/lembaga teknis. Dalam Perpres juga diatur pada saat pengajuan RPTKA Pemberi Kerja TKA sejak awal dapat memuat pekerjaan yang bersifat sementara atau sewaktu-waktu dengan masa kerja paling lama 6 bulan.
Sebelumnya, untuk jenis pekerjaan tersebut Pemberi Kerja TKA harus mengurus RPTKA dan IMTA tersendiri. Selain itu, untuk pekerjaan yang bersifat darurat dan mendesak, Pemberi Kerja TKA dapat mempekerjakan TKA dengan mengajukan permohonan pengesahan RPTKA kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari kerja setelah TKA bekerja.
Selanjutnya, Menteri atau pejabat yang ditunjuk akan mengesahkan RPTKA tersebut paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. Perpres juga mengatur bahwa Pemberi Kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA, jika mempekerjakan TKA yang merupakan:
1. Pemegang saham yang menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Pemberi Kerja TKA;
2. Pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
3. TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh pemerintah, yang jenis pekerjaannya ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan.
Di sektor keimigrasian, penyederhanaan dilakukan dengan mempermudah pengurusan Visa Tinggal Terbatas (Vitas), Izin Tinggal Terbatas (Itas), maupun Izin Masuk Kembali bagi TKA. Dalam Perpres diatur bahwa penerbitan visa oleh pejabat imigrasi dipercepat menjadi 2 (dua) hari setelah permohonan penerbitan visa diterima secara lengkap.
Selain itu, jika sebelumnya pengurusan dokumen keimigrasian TKA dilakukan terpisah, Perpres mengatur bahwa permohonan Vitas oleh TKA atau Pemberi Kerja TKA dapat dijadikan sekaligus dengan permohonan Itas. Pemberian Itas dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi yang untuk pertama kali diberikan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang sesuai peraturan perundang-undangan.
Untuk menyederhanakan prosedur, pemberian Itas sekaligus disertai dengan pemberian Izin Masuk Kembali untuk beberapa kali perjalanan yang masa berlakunya sesuai dengan masa berlaku Itas.
Dalam Perpres juga diatur kewajiban Pemberi Kerja TKA untuk membayar Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (DKP TKA). Pembayaran DKP TKA tersebut dilakukan setiap tahun sesuai jangka waktu TKA bekerja di Indonesia, dan dalam hal penggunaan TKA lebih dari 1 (satu) tahun, pembayaran dana kompensasi untuk tahun kedua dan tahun berikutnya sebagaimana menjadi:
1. Penerimaan negara bukan pajak, dalam hal TKA bekerja di lokasi lebih dari 1 (satu) provinsi;
2. Penerimaan daerah provinsi, dalam hal TKA bekerja di lokasi lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan
3. Penerimaan daerah kabupaten/kota, dalam hal TKA bekerja di lokasi dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
Perlu digarisbawahi bahwa Perpres Nomor 20 Tahun 2018 hanya menyederhanakan proses penggunaan TKA, dalam artian proses atau persyaratan yang berdasarkan penilaian dipandang tidak perlu, atau bersifat duplikasi dihilangkan. Penyederhanaan penggunaan TKA untuk mendorong masuknya investasi, sebetulnya lazim dilakukan sejumlah negara, misalnya Vietnam.
Vietnam yang melakukan penyederhanaan penggunaan TKA pada tahun 2016, bahkan membebaskan sejumlah TKA untuk bekerja di Vietnam tanpa work permit selama 2 (dua) tahun untuk sektor-sektor tertentu, misalnya pendidikan, teknologi informasi, konstruksi, dan transportasi.
Penyusunan Perpres juga tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Penyusunan Perpres pun tetap memperhatikan keberadaan tenaga kerja Indonesia. Untuk itu, dalam Perpres diatur bahwa penggunaan TKA dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.
Pemberi Kerja TKA juga wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia, dan baru dapat mempekerjakan TKA dalam hal jabatan-jabatan tersebut belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia. Agar terjadi transfer of knowledge dalam penggunaan TKA, Pemberi Kerja TKA wajib menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping; melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA; dan memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA.
Dalam menyederhanakan penggunaan TKA, Pemerintah juga menyadari pentingnya pengawasan. Untuk itu dalam Perpres mengamanatkan kepada Pengawas Ketenagakerjaan dan pegawai imigrasi yang bertugas pada bidang pengawasan dan penindakan keimigrasian untuk melakukan pengawasan penggunaan TKA secara terkoordinasi sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangan masing-masing.
Selain itu untuk mempersiapkan segala infrastruktur yang diperlukan agar Perpres dapat berjalan dengan baik, maka Perpres mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
Meskipun belum seliberal Vietnam, ikhtiar penyederhanaan penggunaan TKA yang dilakukan melalui Perpres Nomor 20 Tahun 2018 diharapkan membawa angin segar bagi investasi dan karenanya dapat memperluas kesempatan kerja di tanah air.
*) Penulis adalah Kepala Subbidang Ketenagakerjaan, Asisten Deputi Bidang Perniagaan, Kewirausahaan, dan Ketenagakerjaan, Deputi Bidang Perekonomian, Sekretariat Kabinet