Rebranding Koperasi Era Millenial: Pelayanan, Produk, hingga Teknologi
Oleh: Henny Galla Pradana, S.H., M.M. *)
Di negeri ini, koperasi didirikan dengan tujuan yang mulia: kemerdekaan ekonomi. Mohammad Hatta, dalam buku otobiografinya: Bukittingi-Rotterdam lewat Betawi, bercerita bahwa dia dengan Samsi -kawannya yang juga ahli perkoperasian pada pertengahan tahun 1925 pergi ke tiga Negara Skandinavia: Denmark, Swedia, dan Norwegia untuk belajar tentang praktik masing-masing koperasi pertanian, koperasi konsumsi, dan koperasi perikanan (Hatta, 2011).
Menurut Hatta, ekonomi rakyat Indonesia harus bersendi pada koperasi, yakni rakyat belajar berdiri sendiri, berdasarkan self-help dan oto-aktivita (Hatta, 2011).
Hampir seabad, upaya untuk merawat eksistensi koperasi sebagai tiang perekonomian di Indonesia patut diapresiasi. Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada Hari Koperasi Nasional Tahun 2018 ke-81, 12 Juli 2018 lalu, kembali meniupkan semangat bagi para kader koperasi untuk mempelajari sistem koperasi-koperasi modern bertaraf multinasional yang memiliki omzet ratusan triliun per tahun. Bahkan, dengan pembelajaran tersebut, Presiden Joko Widodo mengharapkan akan ada koperasi di Indonesia yang bertengger pada peringkat 100 koperasi terbesar di dunia (Humas, 2018).
Berdasarkan laporan tahun 2017 World Co-operative Monitor yang diadakan oleh International Co-operative Alliance dan Euricse, tiga koperasi terbesar di dunia pada 2015 masih dipegang oleh koperasi di negara-negara maju. Antara lain Groupe Crédit Agricole, Perancis yang bergerak di sektor perbankan, serta Kaiser Permanente dan State Farm dari Amerika, yang masing-masing di sektor finansial dan asuransi. Sementara pada urutan 100, terdapat Sicredi, koperasi yang berasal dari Brazil, yang fokus di bidang layanan perbankan dan finansial.
Target masuk ke 100 besar koperasi dunia tentu bukan perkara mudah. Namun, apabila target tinggi tersebut tidak ditanggapi dengan serius, maka evolusi zaman justru akan semakin menggerus keberadaan koperasi di Indonesia. Padahal, di negara-negara maju tersebut, koperasi telah menjadi salah satu tiang perekonomian dengan skala internasional.
Sejatinya, koperasi di Indonesia masih sangat memiliki peluang untuk meraih pangsa pasar yang besar. Hal ini bergantung pada upaya koperasi untuk berganti mengejar dan jemput bola terhadap pangsa pasar yang khususnya saat ini berbeda corak: generasi millenial.
Generasi millenial, mengutip Lyons, Schweitzer, dan Ng dalam tulisannya New Generation, Great Expectations: A Field Study of the Millennial Generation, adalah generasi yang lahir pada tahun 1980-an atau sesudahnya (Pradana, 2017). Hal ini diperkuat oleh laporan Economic Co-operation and Development atau OECD tahun 2017, dimana generasi millennial merupakan segmen penduduk yang memasuki fase dewasanya setelah tahun 2000 (Pradana, 2017). Lembaga Survei Nielsen, Amerika Serikat memerinci bahwa generasi millenial salah satunya memiliki karakter mengutamakan penggunaan teknologi, pop culture, liberal/toleran, dan eksis di media sosial (Pradana, 2017).
Kementerian PPN/Bappenas pun memproyeksikan kelompok usia produktif (15-34 tahun) pada tahun 2019 bakal mencapai 67 persen dari total populasi, sementara puncak bonus demografi pertama akan terjadi pada tahun 2034 (Afandi, 2017).
Melihat masifnya potensi pangsa pasar pada generasi millenial, maka inovasi apa dan bagaimana strateginya, yang dinilai efektif untuk merangkul segmen pasar tersebut?
Koperasi Era Millenial
Salah satu upaya yang dinilai efektif untuk kembali meningkatkan pamor koperasi di kalangan generasi millenial adalah melalui rebranding koperasi. Pada dasarnya rebranding tetap harus dilakukan dengan selektif. Sebab jika tidak, justru rebranding akan menghasilkan ketidakstabilan dalam suatu korporasi. Meski demikian, sebetulnya sudah banyak brand besar yang sukses karena rebranding, misalnya Puma, Apple, dan Gucci (TODOR, 2014).
Kunci kesuksesan strategi rebranding tersebut bukannya dimulai dengan kampanye yang menghabiskan biaya jutaan dolar, perubahan yang radikal pada nama, logo, atau elemen brand image lainnya yang malah membuat kebingungan dalam benak kostumer, melainkan mulai dari memperbaiki masalah-masalah internal (bisnis) (TODOR, 2014).
Apabila ditarik dari sudut pandang lokal, sebetulnya sudah banyak yang tengah berupaya memajukan koperasi melalui cara rebranding untuk membidik segmen generasi millenial. Salah satunya Koperasi Pegawai Kementerian Sekretariat Negara yang kini tengah memasang strategi rebranding, yang diproyeksi mampu menarik minat lebih tinggi generasi millennial untuk bergabung dengan koperasi.
Manajer Bidang Simpan Pinjam Koperasi Pegawai Kementerian Sekretariat Negara Andi Nugroho menerangkan, upaya menggaet generasi millennial dimulai dari adanya perubahan dalam anggaran dasar koperasi. Dalam anggaran dasar yang terbaru, keanggotaan koperasi justru tidak lagi diwajibkan. Menjadi anggota koperasi bagi PNS Sekretariat Negara pun kini sebagai pilihan, sehingga dianggap lebih fleksibel bagi pegawai.
Hal tersebut tentunya jadi tantangan sekaligus peluang. Tantangannya adalah koperasi perlu menerapkan standar pelayanan dan produk yang tinggi, serta bersaing untuk mendatangkan kepuasan anggota, sehingga pegawai tetap tertarik menjadi anggota koperasi. Sebaliknya, peluangnya adalah tingginya loyalitas anggota karena telah merasakan customer experience bergabung menjadi anggota koperasi.
Andi menjabarkan beberapa strategi untuk meningkatkan costumer experience, misalnya dengan membangun sistem yang menghubungkan koperasi dengan transaksi di kantin karyawan. Ditargetkan terlaksana pada 2018, kerja sama teknologi dengan pihak perbankan tersebut akan memberikan keuntungan bagi para anggota koperasi: secara tidak langsung menyisihkan dananya untuk ditabung di koperasi setiap melakukan transaksi jual beli di kantin. Nantinya transaksi di kantin dapat menggunakan kartu identitas pegawai yang juga memiliki manfaat sebagai uang elektronik. Keuntungan SHU (sisa hasil usaha) dirasakan pada masa pensiun mendatang, terangnya.
Tidak hanya itu, inovasi pelayanan pada Koperasi Pegawai Kementerian Sekretariat Negara juga berupa pengembangan sistem koperasi (Simkop) berbasis online yang nantinya ditingkatkan dan disempurnakan menjadi kanal belanja online bagi para anggota koperasi. Transaksi belanja online pun akan masuk dalam SHU. Saat ini Simkop masih lebih aktif digunakan untuk prosedur simpan pinjam di koperasi.
Dari segi inovasi produk, Andi mengungkapkan, pihaknya juga telah memperkenalkan adanya simpanan sukarela yang berperan sejenis produk investasi deposito yang menghasilkan jasa atau bagi hasil. Sebagaimana tren millennial yang saat ini makin sadar melakukan investasi di usia muda, diharapkan, jenis simpanan ini akan menggenjot likuiditas koperasi.
Di samping itu koperasi yang berpredikat sebagai sepuluh koperasi terbaik versi Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI) DKI Jakarta tersebut, juga mempunyai rencana untuk menambah produk berbasis syariah, melihat pangsa pasar millennial dan syariah kini juga cukup besar. Pendekatan untuk market millennial ini memang harus lebih variatif. Ke depan koperasi diharap lebih dikenal fungsi-fungsinya, tidak hanya dari pendekatan kebutuhan simpan pinjam saja, ungkap Andi.
Akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Surabaya, Dr. Imron Mawardi menjelaskan, inovasi koperasi dalam hal teknologi akan meningkatkan kepercayaan anggota, karena secara manajerial akan mengurangi risiko fraud. Selain itu juga telah banyak koperasi lokal yang beradaptasi dengan teknologi semakin maju unit bisnisnya, seperti yang dilakukan koperasi produksi susu di Lembang, Bandung, Jawa Barat. Termasuk jika merambah produk berbasis syariah, ungkap Imron, dari sisi teknologi pun tidak perlu investasi besar karena tidak ada beda dengan konvensional dari segi sistem teknologinya, hanya jenis produk dan akadnya yang membedakan.
Rebranding koperasi memang sangat diharapkan. Karena di negara seperti Belanda dan Swiss, koperasi mereka sangat maju. Banyak supermarket yang dimiliki koperasi. Ke depan bisnis UKM akan sangat potensial, paparnya.
Terobosan
Rebranding koperasi dinilai menjadi keniscayaan untuk menjawab tantangan tendensi perekonomian di masa depan yang didominasi market millennial. Tidak hanya dilihat dari sudut pandang perubahan nama, logo, atau simbol, rebranding koperasi, dalam hal ini lebih tepat dimaknai melalui reformasi koperasi dari segi manajerial hingga strategi marketing. Sehingga, peningkatan pelayanan, diversifikasi produk termasuk pengenalan produk syariah, hingga peningkatan teknologi diharapkan menjadi suatu bauran terobosan rebranding koperasi di era generasi millenial tanpa menghilangkan karakteristik aslinya: sebagai sistem ekonomi modern untuk menciptakan keadilan dan pemerataan kesejahteraan.
Penggunaan teknologi dengan biaya murah juga bisa menjadi konsen bagi koperasi yang ingin melakukan efisiensi investasi namun ekspansif. Hal ini misalnya dengan memaksimalkan platform online, atau bekerja sama dengan marketplace yang telah memiliki basis viewers atau followers generasi millenial yang besar, sehingga berpotensi sebagai ruang marketing produk koperasi yang lebih beragam dan menjangkau segmen tersebut secara luas di Indonesia.
REFERENSI
Afandi, T. (2017, Desember 18). Retrieved Juni 21, 2018, from http://www.bappenas.go.id: https://www.bappenas.go.id/files/5015/1366/8275/Outlook_Pembangunan_Indonesia_2018_Pemanfaatan_Bonus_Demografi.pdf
Hatta, M. (2011). Bukittinggi-Rotterdam Lewat Betawi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Humas. (2018, Juli 12). www.setkab.go.id. Dipetik Agustus 3, 2018, dari https://setkab.go.id/presiden-jokowi-ingin-ada-koperasi-nasional-masuk-100-besar-koperasi-global/
Pradana, H. G. (2017, November 8). Retrieved Juni 10, 2018, from http://www.setkab.go.id: https://setkab.go.id/merangkul-cpns-generasi-millenial/
TODOR, R.-D. (2014). The Importance of Branding and Rebranding for Strategic Marketing. Bulletin of the Transilvania University of Bra?ov Series V: Economic Sciences Vol. 7 (56) No. 2, 59-64.
*) Staf di Sekretariat Kabinet, kumpulan pemikirannya bisa dibaca di www.sideprojectofwriter.wordpress.com | email: gallahenny@gmail.com (Tulisan adalah pendapat pribadi penulis, tidak mewakili kebijakan institusi tempat penulis bekerja).