Asian Games 2018 Itu Indah…

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 1 September 2018
Kategori: Opini
Dibaca: 100.501 Kali

PelukanOleh: Eddy Soetjipto

Barangkali kalau ada pertanyaan, “Nikmat kamu yang manakah, yang kamu dustakan?” maka pertanyaan itu tepat diajukan sekarang kepada seluruh warga bangsa Indonesia, yang pada hari-hari ini disuguhi momen-momen yang membahagiakan, setidaknya sejak memperingati Hari Ulang Tahun ke-73 Kemerdekaan RI.

Cobalah kita runut dari peristiwa heroik yang dilakukan oleh pelajar SMP, Yohanes Gama Marcal Lau, yang melakukan penyelamatan di luar nalar saat upacara Peringatan Detik-Detik Proklamsi Kemerdekaan RI, di lapangan upacara Pantai Motaain, Desa Silawan, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, 17 Agustus lalu.

Bocah berumur 14 tahun itu langsung melepas sepatunya dan memanjat tiang setinggi 20 meter lebih saat Wakil Bupati Belu, J.T. Ose Luan, mengumumkan apakah ada yang bisa memanjat untuk membetulkan tali bendera yang diputus di atas tiang.

Meskipun sempat membuat peserta berdegup kencang jantungnya, ternyata Yohanes berhasil memanjat sampai ujung tiang, dan membetulkan ikatan tali yang lepas. Sehingga upacara peringatan HU ke-73 Kemerdekaan RI bisa terlaksanakan dengan lancar.

Sehari kemudian, tibalah kita di titik start menjadi tuan rumah pesta olahraga negara-negara Asia atau Asian Games XVIII tahun 2018. Upacara pembukaan yang dilaksanakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, mengejutkan ratusan ribu pengunjung yang memenuhi stadion tersebut, dan ratusan juta penoton televisi yang menyiarkan langsung acara tersebut.

Disamping tata panggung yang membuat takjub, sebanyak 1.600 penari dari 18 SMA se DKI Jakarta menyajikan atraksi Tari Ratoe Jaroe dari Aceh dengan sangat memukau.

Selesai? Belum, karena ada aksi Presiden Joko Widodo mengendarai motor ke acara pembukaan Asian Games 2018, setelah mobil yang membawanya dari Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, di tengah jalan tertahan oleh padatnya supporter Indonesia yang akan menyaksikan Upacara Pembukaan Asian Games 2018, di Stadion Utama GBK. Namun tentu bukan naik motornya yang membuat penonton bertepuk tangan, melainkan aksi akrobatik menuju Stadion GBK itu yang dinilai sebagai ide yang luar biasa.

Hanya beberapa jam setelah dinyatakan resmi dibuka, maka beragam drama ditunjukkan atlet-atlet Indonesia, dimulai dari persembahan medali pertama oleh atlet wushu putra, Edgar Xavier Marvelo, yang meraih medali perak pada partai final wushu nomor changquan di Hall B Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (19/8) pagi.

Beberapa saat kemudian giliran atlet taekwondo putri Defia Rosmaniar mempersembahkan medali emas pertama Indonesia setelah menang dengan poin 8.690 melawan wakil Iran, Marjan Salashouri, yang meraih skor 8.470 dan berhak meraih medali perak.

Pada hari ketiga Asian Games, giliran atlet wushu Lindswell Kwok mengawali pesta emas Indonesia setelah meraih medali emas nomor taijijian dalam babak final yang digelar di Hall B Ji Expo, Kemayoran, Jakarta, Senin (20/8) pagi. Setelah itu raihan medali emas Indonesia seolah tak terbendung, melesat hingga merangsek ke urutan keempat dalam klasemen pengumpulan medali Asian Games 2018.

Di sela-sela perburuan medali itu, sejumlah drama terjadi di arena Asian Games 2018, terutama yang menyangkut laga yang diikuti oleh atlet-atlet Indonesia.

Drama pertama diawali dari lapangan bulutangkis saat Tim Indonesia menyerah 1-3 dari China dalam final beregu putra. Bukan hasil final yang jadi perbincangan masyarakat, tetapi bagaimana pebulutangkis tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting, melakukan perlawanan yang sangat dramatis sebelum menyerah dengan 21-14, 21-23, dan 20-20 pada set ketiga karena tidak mampu melanjutkan pertandingan saat melawan pebulutangkis China, Shi Yuqie.

Meski kalah, Anthony Ginting menunjukkan perjuangan yang luar biasa dan jadi pembicaraan masyarakat. Ini karena pada set ketiga yang menentukan, pada saat memimpin 19-18, Anthony harus berjuang melawan kram di kakinya. Hingga akhirnya ia tidak bisa melanjutkan pertandingan, dan harus ditandu saat ke luar lapangan untuk menjalani perawatan.

Selanjutnya giliran Tim Sepakbola Indonesia menampilkan dramanya. Saat tim yang sudah tinggal selangkah menuju ke babak perempat final ini harus menelan pil pahit karena dikalahkan ‘wasit’, karena kalah adu penalti melawan Tim Uni Emirat Arab (UEA). Padahal dua gol yang memaksakan pertandingan tersebut dilanjutkan ke perpanjangan waktu dan adu penalti diraih Tim UEA dari titik penalti yang pantas diperdebatkan, sementara gol penyama Indonesia tercipta hasil perjuangan keras dan menunjukkan kolektivitas Tim Indonesia.

Drama selanjutnya kembali dipertontonkan atlet-atlet bulutangkis nasional. Kali ini aktornya adalah Anthony Ginting dan Jonatan Christie.

Antony Ginting yang harus mengakhiri pertandingan dengan kaki kram saat melawan Shi Yuqie, seperti bangkit dari rasa sakitnya dan bermain memukau saat menumbangkan mantan juara dunia asal China, Chen Long 21-19, 21-11, pada babak perdelapan final nomor tunggal putra, Minggu (26/8). Padahal Chen Long pada babak final beregu putra menumbangkan perlawanan pemain Indonesia lainnya Jonatan Christie.

Sebelumnya tak mau kalah dari Antony Ginting, Jonatan Christie melalui permainan ketat secara tidak diduga menumbangkan pebulutangkis China yang mempecundangi Antony Ginting dalam nomor beregu putra, yaitu Shi Yuqie yang merupakan unggulan pertama dalam nomor ini, dengan 21-19, 19-21, dan 21-17, Jumat (24/8).

Pada babak semi final kejutan justru terjadi saat Antony Ginting tidak berdaya di tangan pebulutangkis China Taipei, Chou Tien Chen, dengan skor 21-16, 21-23, dan 17-21. Sementara Jonatan Christie melaju ke final dengan mengandaskan wakil Jepang, Kenta Nishimoto, melalui permainan ketat 21-15, 15-21, dan 21-19.

Ketatnya pertarungan Jonatan Christie melawan pebulutangkis Jepang itu membuat ribuan supporter Indonesia terus memompa semangat Jonatan untuk tidak mudah menyerah. Bahkan seorang penonton perempuan yang berhijab sempat terdengar berteriak keras, “Ayo Jonatan kamu bisa, Bismillah”.

Usai memenangkan pertandingan di partai semifinal, Jonatan Christie melakukan selebrasi yang bikin para penonton perempuan menjadi histeris, saat dirinya mencopot kaos yang dikenakan saat bertanding melawan Nishimoto hingga telanjang dada dan mempertontonkan lekuk-lekuk tubuhnya yang sangat atletis.

Bukan hanya di semi final, saat mengalahkan pebulutangkis China Taipei, Chou Tien Chen, 21-18, 20-22, dan 21-15, di partai final tunggal putra Asian Games XVIII, Selasa (28/8), Jonatan Christie kembali melakukan selebrasi dengan cara membuka kaos yang digunakan pada saat pertandingan. Sehingga membuat penonton perempuan yang memenuhi Istora GBK berteriak histeris.

Sensasi berikutnya ditunjukkan atlet-atlet Indonesia dari cabang olahraga pencak silat dengan merebut 14 dari 16 medali emas yang diperebutkan. Bukan hanya jumlah emas yang diperoleh, yang menjadikan cabang pencak silat langsung viral dalam perbincangan di dunia maya, tetapi yang paling heboh adalah tindakan pesilat Hanifan Yudani Kusuma dalam melakukan selebrasi atas medali emas yang diperolehnya, Rabu (29/8).

Dengan berbalut bendera merah putih, Hanifan mendatangi Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Prabowo Subianto dan memeluknya, kemudian mendatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bersalaman, dan tidak diduga ia berhasil menyatukan Prabowo dan Presiden Jokowi dalam satu pelukan bersama dengan balutan bendera Merah Putih.

Seketika suasana Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, serasa pecah oleh tepuk tangan tangan penonton, termasuk di antaranya Presiden RI kelima Megawati Soekarno Putri, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Menko PMK Puan Maharani yang hadir pada saat itu.

Indahnya Menyatukan…

Apa yang kita saksikan dari sejumlah drama dan momen di atas adalah bagaimana bangsa ini kembali menjadi bangsa yang besar, yang menghargai setiap upaya keras mulai dari aksi bocah Yohanes memanjat tiang bendera, hingga satu perasaan berduka saat menyaksikan Anthony Ginting harus menyerah di saat-saat kemenangan sudah di depan pintu karena cedera kaki yang menimpanya.

Momen-momen di Asian Games juga menjadi penegasan, bahwa kebersamaan di masyarakat itu nyata, saat bersama menikmati aksi Presiden Jokowi memasuki Stadion Utama GBK, sepenanggungan dengan penderitaan Anthony Ginting, satu perasaan kecewa dengan kepemimpinan wasit Shaun Robert Evans yang memimpin pertandingan Indonesia vs Uni Emirat Arab (UEA), senang dengan kebangkitan Anthony Ginting yang mengalahkan Chen Long, puas dengan perjuangan Yonatan Christie, dan setuju dengan kebersamaan Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto.

Apa yang ditampilkan penonton di stadion atau di belakang panggung-panggung pertandingan, dukungan dari suara-suara yang viral di media sosial, dan juga pembicaraan tanpa henti di sejumlah tempat atas penampilan atlet-atlet Indonesia sudah lebih dari sejuta kata, sudah tidak perlu dipersepsikan lagi, bahwa kita adalah satu, kita adalah Indonesia.

Ingin rasanya Asian Games 2018 ini diperpanjang setidaknya sebulan lagi, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia meski sedang dirundung duka oleh gempa Lombok, tetap bisa menampilkan prestasi yang baik nomor 4 (empat) di Asia, dan semua warganya bersatu untuk kejayaan Indonesia…

Opini Terbaru