Pembukaan Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) XIV, 17 Oktober 2018, di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati Ketua Umum, beserta jajaran Pengurus Pusat PERSI,
Yang saya hormati Dewan Pembina, Dewan Penyantun PERSI,
Yang saya hormati Menteri Kesehatan, Direktur Utama BPJS,
Bapak-Ibu sekalian para pengurus daerah PERSI dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote,
Para hadirin yang berbahagia.
Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh direksi, seluruh jajaran manajemen rumah sakit, kepada bapak-ibu dokter, kepada paramedis atas dedikasinya melayani masyarakat agar masyarakat tetap sehat, yang sakit juga menjadi sehat.
Kita semuanya tahu sehat itu segalanya, sehat itu segalanya. Saya sering mengatakan kesehatan itu veto, kesehatan itu pengali nol. Walaupun hebat sehebat apapun, jabatannya setinggi apapun kalau sakit ya berarti terkena veto, tidak bisa berbuat. Kalau pas sehat kita sering lupa tapi begitu sakit baru ingat ini. Walaupun pintar, nilainya 10, kalau sakit nilainya 10 x 0 ya sama dengan 0, tidak bisa apa-apa.
Sekali lagi, terima kasih atas dedikasi dan kontribusi Bapak-Ibu sekalian untuk masyarakat, untuk rakyat Indonesia.
Hadirin yang berbahagia,
Pandangan awam sering beranggapan bahwa semakin tinggi kesejahteraan ekonomi masyarakat maka akan semakin baik tingkat kesehatan masyarakat. Anggapan itu tidak sepenuhnya salah tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Yang sering terjadi justru sebaliknya, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, sejalan dengan perkembangan teknologi, justru bisa memicu gaya hidup yang kurang sehat, lifestyle yang kurang sehat, dan menurunkan kesehatan masyarakat.
Saya mendapatkan data penyakit katastropik, penyakit yang mematikan justru terus meningkat. Coba kita lihat, ini belanja BPJS Kesehatan, ngambil-nya gampang kalau saya, ambil data belanja BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan belanjanya seperti apa coba kita lihat. Tahun 2017, ini tahun 2017, klaim kasus untuk penyakit jantung itu Rp9,25 triliun, gede banget, gede banget lho Rp9,25 triliun itu, duit gede banget, untuk tadi penyakit jantung. Klaim untuk pengobatan kanker, ini juga dari BPJS saya lihat Rp3 triliun. Klaim untuk gagal ginjal Rp2,2 triliun. Klaim untuk penanganan strok Rp2,2 triliun. Hati-hati ini gede banget, dan ini mestinya menjadi kajian.
Klaim ke BPJS yang non-katastropik juga tinggi. Di tahun 2017, ini angka yang saya terima, klaim untuk operasi katarak Rp2,6 triliun, buat saya gede banget. Fisioterapi ternyata juga gede banget, enggak ngerti ini fisioterapi kok masuk ke BPJS, Rp965 miliar, (hampir) 1 triliun.
Yang ingin saya katakan, bahwa mencegah penyakit juga utama dan sangat utama, sebagaimana kita mengobati. Mempromosikan gaya hidup sehat juga sangat utama agar kualitas sumber daya manusia kita prima, agar SDM kita prima dan masyarakat bisa mengaktualisasikan kapasitasnya untuk membangun negara ini, membangun bangsa ini.
Hadirin yang berbahagia,
Kita tahu saat ini kita berada di era Revolusi Industri 4.0, ini selalu saya sampaikan di mana-mana, yang membawa perubahan dan akan membawa perubahan yang sangat dahsyat. McKinsey Global Institute mengatakan perubahan Revolusi Industri 4.0 ini akan 3.000 (kali) lebih cepat dari revolusi industri yang pertama. Kita bisa membayangkan perubahannya ini nanti akan terjadi kecepatannya seperti apa. Kita tahu artificial intelligence, advanced robotic, internet of thing, cryptocurrency, virtual reality, begitu muncul kita baru pelajari muncul yang lain, satu dipelajari muncul yang lain.
Inilah perubahan-perubahan yang sudah terjadi dan akan terjadi dengan begitu sangat cepatnya. Ini hati-hati. Rumah sakit harus sadar dan merencanakan, mengantisipasi perubahan-perubahan seperti ini. Ini hati-hati perubahan-perubahan seperti ini. Ilmu pengetahuan dan teknologi juga berubah sangat cepat. Nantinya yang namanya ekonomi, politik, pertanian, keamanan, pendidikan, termasuk di dalamnya kesehatan dan medik juga akan berubah sangat cepat. Saya pastikan itu. Singkatnya semua bidang kehidupan akan berubah.
Tiga tahun yang lalu saya masuk ke Silicon Valley di Amerika. Masuk markasnya Google, markasnya Facebook, markasnya Twitter, markasnya Plug and Play. Saya cerita yang masuk ke markasnya Facebook saja. Saya masuk ke sana. Setelah masuk lihat-lihat saya sudah geleng-geleng, saya disuruh pakai kacamata gede, oculus. Sama Mark (Zuckerberg), CEO-nya Facebook diajak main pingpong tapi tidak ada mejanya, tidak bolanya, tidak ada betnya, tapi persis kita main pingpong. Tang tung tang tung tang tung. Sampai capek, betul-betul keluar keringat, memang kayak pingpong beneran tapi tidak bolanya, tidak ada mejanya, tidak ada betnya. Saya tanya pada Mark, Mark, ini hanya untuk tenis meja, untuk pingpong, atau untuk yang lain? Untuk semuanya, bisa untuk semuanya. Berarti nanti juga akan ada sepakbola tapi tidak ada lapangannya, orang tendang-tendangan tetapi bolanya tidak ada, lapangannya tidak ada. Itu bukan akan, itu sudah ada. Dan yang lain-lainnya nanti akan seperti itu. Inilah yang tadi saya sampaikan, perubahannya 3.000 kali lebih cepat dari revolusi industri yang pertama. Ini menurut McKinsey Global Institute.
Hati-hati, di bidang kesehatan, di bidang medik juga akan terjadi perubahan-perubahan itu. Revolusi teknologi telah meredefinisi health care industry. Hati-hati ini. Kombinasi antara digitasi, layanan komputasi awan, dan analitik data itu sudah terjadi, telah menghasilkan solusi dalam permasalahan kesehatan yang dapat memberikan pertimbangan dan analisis yang tepat dengan biaya yang relatif lebih murah, dan dalam skala yang luas. PERSI harus menyiapkan ini, harus merencanakan ini, mengantisipasi ini, mau dibawa kemana sebetulnya, harus mulai berpikir kesana. Sudah banyak inovasi yang dilakukan di dunia kedokteran, di dunia kesehatan. Ada aplikasi khusus untuk anak-anak supaya mereka gampang diajar, misalnya menyikat gigi. Ada teknologi 3D printing untuk sel. Saya kira Bapak-Ibu lebih tahu dari saya untuk urusan kesehatan, urusan rumah sakit.
Hadirin yang berbahagia,
Perkembangan teknologi juga turut mempengaruhi pengelolaan rumah sakit ke depan. Saya pastikan ini. Terutama dalam hubungan antara dokter dengan pasien nanti akan ada perubahan. Kehadiran blockchain technology dapat menjamin keamanan data pasien dalam buku besar digital dan meningkatkan transparansi antara pasien, dokter, dan penyedia layanan kesehatan.
Perubahan-perubahan yang terjadi sekarang di bidang lain. Bisnis, coba kita lihat, banyak sekarang orang yang sudah tidak mau ke toko, tidak mau ke mal, tidak mau ke restoran, karena pesan dari rumah saja tidak ada 30 menit datang. Saya dulu kalau mau beli satai ya pergi ke warung satai, ingin gado-gado ya pergi ke warung gado-gado. Sekarang saya tidak usah ke warung satai atau ke warung gado-gado. Saya minta Gofood saja 30 menit sudah datang. Minta Gofood dari warung gado-gado sudah datang ke rumah dengan begitu sangat cepatnya. Ini akan terjadi perubahan seperti itu. Beberapa, saya kira, beberapa di negara lain mal sudah tutup karena semuanya sudah pindah ke online store, online business. Sekarang sudah seperti itu. Dan itu juga akan terjadi, sekali lagi, akan terjadi juga di dalam dunia kesehatan, dunia rumah sakit.
Teknologi biotelemetry dapat mengumpulkan data dan analisis melalui sensor untuk memantau denyut jantung dan organ-organ vital lainnya. Peralatan seperti smart watch, eye-glass display dan electroluminescent clothing membantu pasien mengontrol kesehatannya sendiri, sehingga pasien bisa dipantau dari rumah mereka sendiri, membantu dokter menentukan tindakan yang tepat sesuai dengan perilaku pasien, serta dapat mengurangi janji di rumah sakit. Sekali lagi, penggunaan big data dan genomics dapat membantu mengidentifikasi penyakit dengan murah melalui pengurutan gen agar didapat obat yang sesuai dengan kebutuhan gen pasien. Ini sudah terjadi, bukan akan. Juga teknologi rehabilitasi ortopedi virtual yang dapat memandu latihan secara rutin untuk pasien yang selesai melakukan operasi.
Saya setuju bahwa rumah sakit kita harus menjadi smart hospital. Layanannya terintegrasi mulai dari pendaftaran, perawatan, sampai pengobatan dan rehabilitasi. Aplikasi sistem seperti ini juga murah sekali sekarang, bukan barang mahal, murah sekali, sangat murah. Tidak ada 100 juta sudah membangun sistem seperti ini, sudah jadi semuanya untuk satu rumah sakit, murah sekali. Bahkan data pasien dapat terintegrasi dengan rumah sakit atau penyedia layanan kesehatan lain yang pernah menjadi tempat pasien dirawat atau berobat. Integrasi layanan tersebut didukung dengan SDM, infrastruktur, dan sistem teknologi yang memadai, termasuk tersedianya medical smart devices yang sama-sama membantu dokter maupun pasien, yang memungkinkan adanya kerja sama dengan perguruan tinggi atau industri alat kesehatan. Semuanya akan gampang sekali terintegrasi nantinya.
Saya kira kita lihat beberapa contoh smart hospital di dunia sudah banyak sekali sekarang muncul. Di El Camino Hospital of Mountain View di California yang berkolaborasi dengan Silicon Valley meluncurkan the original computerized medical information system dan menggunakan robotic radio surgery device dan cyber knife. Saya kira seperti-seperti ini akan cepat masuk ke kita, akan. Mungkin juga sudah, saya tidak mengerti. Di Fortis Memorial Research Institute di Gurgaon, India, ini saya hanya membaca saja, perkembangan-perkembangan seperti itu, memiliki spektrum lengkap dari diagnostic dan teknologi therapeutic.
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Saya mengajak kita semuanya, Bapak-Ibu sekalian, dengan kemampuan yang kita miliki, dengan kemampuan yang ada untuk secara efektif dan secara efisien memastikan masyarakat mendapatkan akses pelayanan kesehatan secara penuh. Saya tahu problem yang kemarin urusan JKN, urusan pembayaran rumah sakit, saya mengerti dan sampai di meja saya, sehingga seingat saya mungkin sebulan atau 5 minggu yang lalu kita putuskan. Tapi ini sebetulnya urusannya Dirut BPJS, tidak sampai Presiden kayak gini-gini, harus kita putus tambah Rp4,9 triliun. Ini pun masih kurang lagi, Pak masih kurang, kebutuhannya bukan Rp4,9T. Lha kok enak banget ini, kalau kurang minta, kalau kurang minta. Mestinya ada manajemen sistem yang jelas sehingga rumah sakit kepastian pembayarannya itu jelas. Ini sudah problem kita tiga tahun yang lalu.
Tapi memang dari pengalaman yang saya punyai di kota kecil, di provinsi, di negara sebesar kita ini memang tidak mudah. Jadi jangan gampang komplain dulu, tidak mudah. Negara kita ini negara besar, jumlah rumah sakitnya ribuan, tersebar di 17.000 pulau yang kita miliki, 514 kota/kabupaten, 34 provinsi. Saya sering marahin Pak Dirut BPJS, tapi saya di dalam hati saya tidak saya keluarkan, ini masalah manajemen negara sebesar kita tidak mudah. Artinya Dirut BPJS kan mengurus berapa ribu rumah sakit. Tetapi, sekali lagi, kalau membangun sistemnya benar ini gampang. Selalu saya tekankan sistem, selalu saya tekankan manajemen, ya karena memang itu.
Saya itu tiap hari di lapangan, ke Bandung tidak ngomong sama protokol masuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, saya mau cek pelayanan kesehatan. Di Papua, di Nabire tidak ada rencana ke rumah sakit, saya mau masuk ke RSUD di Nabire. Ya saya memang seperti itu. Saya ingin kontrol, ingin cek, dan suaranya, Pak, ini utang kita sudah puluhan miliar belum dibayar, mengerti saya. Jadi Pak Dirut Rumah Sakit tidak usah bicara banyak di media saya sudah mengerti. Sebelum Bapak-Ibu sekalian menyampaikan saya sudah mengerti.
Saya kalau ke daerah itu pasti belok, saya ingin cek urusan KIS (Kartu Indonesia Sehat) seperti apa, pelaksanaan BPJS seperti apa, urusan komplain seperti apa. Saya tanya langsung, saya dengarkan dokter menyampaikan ke kuping saya, nyantel di sini, Dirut-nya bisik-bisik nyantel di sini. Tapi saya tidak pernah mengajak yang namanya Bu Menteri Kesehatan sama Pak Dirut BPJS, tidak. Nanti Dirut-nya pada takut nanti. Saya ingin suara yang orisinil dari bawah, sehingga solusi-solusi itu bisa segera diselesaikan. Tapi masak setiap tahun harus dicarikan solusi. Mestinya sudah rampunglah di Menteri Kesehatan, di Dirut BPJS. Urusan pembayaran utang rumah sakit sampai Presiden, ya sudah kebangetan, ini kebangetan sebetulnya. Kalau tahun depan masih diulang kebangetan.
Sekali lagi, saya mengajak Bapak-Ibu sekalian dengan kemampuan yang ada untuk efektif dan efisien memastikan masyarakat mendapatkan akses pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Mulai dari penyakit, promosi hidup sehat, penanganan penyakit dan rehabilitasi pasien dengan kualitas layanan yang semakin baik.
Yang terakhir, tadi mengenai urusan limbah medis rumah sakit. Saya tadi sudah sampaikan ke Dokter Kuntjoro agar saya diberi masukan yang lebih detail. Mungkin undang-undangnya ini kan sudah undang-undang sebelumnya yang juga saya kira banyak mengganggu, merepotkan, dan juga saya dengar sudah ada dua tersangka. Hal-hal seperti ini yang harus kita selesaikan. Tapi tolong saya diberi masukan yang detail sehingga saya cek di lapangan benar, bisa saya putuskan. Entah revisi undang-undang atau mungkin didukung dengan PP untuk pelaksanaan undang-undang itu, tapi tidak merepotkan.
Kita ini memang terlalu banyak undang-undang yang ngatur, ngatur, ngatur. PP-nya banyak sekali, kita sendiri repot karena itu. Regulasi kita itu ada 42.000 yang menjadikan kita tidak cepat memutuskan, tidak cepat fleksibel karena perubahan dunia. Saya sudah mulai putus-putus itu yang namanya aturan-aturan regulasi. Saya sudah sampaikan ke DPR juga, undang-undang tidak usah banyak-banyak lah. Regulasi, kepada menteri juga, tidak usah banyak regulasi-regulasi. Yang paling penting adalah tanggung jawab moral, etika kita, tanggung jawab kita, terhadap profesi kita masing-masing, sudah itu. Terlalu banyak aturan kita ini, 42.000 regulasi, bayangkan. Kita sendiri yang membuat, kita sendiri yang pusing.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia XIV dan Expo saya nyatakan resmi dibuka.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.