Kuliah Umum Presiden Joko Widodo pada Sidang Terbuka dalam Rangka Dies Natalis Ke-66, 8 Oktober 2018, di Universitas Sumatra Utara (USU), Medan, Sumatra Utara
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati Rektor Universitas Sumatra Utara (USU), Prof. Dr. Untung S.H., M.Hum., beserta seluruh jajaran eksekutif Universitas Sumatra Utara,
Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja, Gubernur Sumatra Utara beserta Ibu, Pangdam, Kapolda,
Yang saya hormati Majelis Wali Amanat Dewan Guru Besar dan Senat Akademik Universitas Sumatra Utara,
Yang saya cintai, yang saya banggakan, seluruh mahasiswa yang hadir pada pagi hari ini,
Hadirin dan tamu undangan yang berbahagia.
Saya berkali-kali ke Medan, ke Sumatra Utara, tidak pernah masuk ke USU karena tidak pernah diundang. Hari ini saya ke sini karena saya diundang dengan undangan resmi dari Pak Rektor, jadi saya berani masuk ke USU. Masa enggak diundang tahu-tahu datang.
Saat ini kita berkumpul di sini, kita tahu ribuan Saudara-saudara kita di Sulawesi Tengah (Palu, Donggala, Sigi, Parigi Moutong) dan juga di Nusa Tenggara Barat (di Lombok, di Sumbawa), sedang berusaha bangkit akibat gempa dan tsunami. Saya tahu USU telah mengirimkan tim medis dan berbagai bantuan untuk para korban. Dan saya tahu banyak sekali ilmu pengetahuan dan teknologi yang Bapak-Ibu kembangkan di sini. Saya kira ini akan bermanfaat bagi bangsa dan negara. Dan saya berharap USU bersama pemerintah dan seluruh komponen bangsa ingin membuat masyarakat di Sulawesi Tengah, di Nusa Tenggara Barat, menjadi lebih kuat dibanding sebelumnya. Oleh sebab itu, marilah kita berdoa semoga para korban bencana bisa segera bangkit kembali, semoga bisa beraktivitas seperti sediakala dan bisa menjadi kokoh dalam menghadapi tantangan masa depan. Amin ya rabbal alamin.
Para hadirin yang berbahagia,
Dalam situasi apapun perguruan tinggi akan menempati peran sentral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, peran sentral dalam menciptakan SDM yang andal, sumber daya manusia yang andal, berperan sentral dalam melahirkan karya-karya riset yang unggul, serta berperan sentral dalam menjawab setiap tantangan-tantangan zaman.
Sekarang dunia menghadapi tantangan yang sangat kompleks. Interaksi belahan dunia yang semakin cepat membawa kebaikan menyebar dengan cepat, namun juga keburukan pun bisa menyebar dengan cepat. Permasalahan di satu negara bisa dengan mudah melanda negara lain. Dan persaingan pun menjadi semakin ketat antarnegara.
Dalam dunia yang berubah sangat cepat seperti ini, kecepatan merupakan kata kunci untuk memenangkan kompetisi, untuk memenangkan persaingan. Yang besar belum tentu bisa mengalahkan yang kecil, negara yang kaya belum tentu bisa mengalahkan negara yang miskin. Namun, tetapi yang cepatlah yang pasti akan mengalahkan yang lamban. Jadi negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, mengalahkan negara yang lamban.
Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan saya selalu mengajak semua pihak untuk membangun ekosistem agar kita bisa melangkah lebih cepat. Proses yang bertele-tele, proses yang panjang harus kita pangkas. Pangkas regulasi yang mempersulit langkah. Regulasi kita ini berbelit-belit, itu yang harus kita pangkas. Lakukan debirokratisasi. Birokrasi kita yang tahapannya bermacam-macam, muter-muter, juga harus disederhanakan. Dan yang paling penting lakukan efisiensi di seluruh titik bidang. Jika tidak sigap menghadapi perubahan, jika tidak segera membenahi diri, tidak memperbaiki diri untuk melakukan efisiensi, bisa dipastikan pasti kita akan kalah menghadapi kompetisi, kalah menghadapi persaingan. Bisa dipastikan kita akan tertinggal dibanding dengan negara-negara lain. Ini bisa dipastikan.
Para hadirin yang berbahagia,
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang begitu sangat-sangat cepatnya. Revolusi Industri 4.0 membawa perubahan 3.000 kali lebih cepat dibanding revolusi industri yang pertama, ini kata McKinsey Global Institute. Bayangkan, Revolusi Industri 4.0 3.000 kali lebih cepat perubahannya dibanding revolusi industri yang pertama. Inilah yang nantinya kecepatan itu akan terjadi di semua lini, di semua bidang. Ini harus hati-hati.
Kita tahu artificial intelligence, kita tahu internet of things, kita tahun advanced robotic, kita tahu virtual reality, semuanya berubah begitu sangat cepatnya. Kita tahu bitcoin, kita tahu cryptocurrency, begitu cepatnya perubahan-perubahan itu. Kita baru belajar satu sudah muncul perubahan yang lain.
Saya pernah, ini cerita sedikit, dua setengah tahun yang lalu saya ke Silicon Valley. Saya masuk ke markasnya Google, markasnya Twitter, markasnya Facebook, markasnya Plug and Play. Saya masuk ke markasnya Facebook, saya ketemu Mark Zuckerberg, masuk ke markasnya. Saya diajak main virtual reality. Saya diberi kacamata besar seperti ini, diajak main pingpong. Tidak ada mejanya, tidak ada bolanya, tapi kita bisa main pingpong. Tang-tung, tang-tung, tang-tung. Coba, saya tanya ke Mark, Mark apakah ini hanya untuk pingpong (tenis meja)? Presiden Jokowi, tidak. Ini bisa dipakai untuk olahraga apapun, untuk bidang apapun, akan seperti ini. Artinya nanti akan ada orang main bola tapi enggak ada bolanya, enggak ada lapangannya. Tendang-tendangan aja, tendang-tendangan seperti ini. Dan sudah kejadian, bukan akan lagi, sudah ada. Ini tinggal kapan datang di kita. Sudah ada semuanya.
Hati-hati dengan ini, perubahan begitu sangat cepatnya. Teknologi yang baru, baru kita pelajari, tadi saya sampaikan, satu teknologi baru kita pelajari beberapa saat kemudian sudah muncul teknologi yang baru lagi. Inilah yang tadi saya sampaikan menurut McKinsey Global Institute, 3.000 kali lebih cepat dari revolusi industri yang pertama. Hati-hati.
Perkembangan ini tentu sangat mempengaruhi tantangan bagi pendidikan tinggi. Lahirnya teknologi baru membuat beberapa jenis pekerjaan hilang. Tukang pos yang dulu sangat penting, sangat penting sekali, sekarang sudah tidak dikenal lagi. Teller atau kasir tidak lama lagi juga akan sama menjadi tidak relevan karena muncul teknologi baru. Dan masih banyak lagi jenis pekerjaan yang mulai hilang dan tidak relevan, hati-hati dengan ini.
Perkembangan teknologi tersebut juga mempengaruhi formasi bisnis. Bisnis supermarket, mal yang dulunya kita anggap sangat mapan sekarang menyusut dominasinya karena berpindah ke online. Anak-anak muda sekarang semuanya pasti kalau beli dengan online. Benar tidak? Dulu kalau saya ingin makan satai, saya pergi ke warung satai. Ingin gado-gado, saya pergi ke warung gado-gado. Sekarang tidak, saya pakai Go-Food, 30 menit datang yang namanya satai, datang yang namanya gado-gado. Inilah kecepatan. Cara berbisnis yang sudah berpindah ke online.
Biro perjalanan yang berjualan tiket semakin tidak relevan karena munculnya online ticketing. Hati-hati. Pasti masih ada bisnis-bisnis yang lama yang akan tutup, yang akan bangkrut, dan muncul jenis bisnis-bisnis yang baru. Ini biasanya anak-anak muda yang jagoan seperti ini.
Saya pernah undang yang namanya Jess No Limit. Kalau gamers pasti tahu semuanya. Saya undang Jess No Limit, dia masih sangat muda sekali, yang jelas umurnya di bawah 25 tahun. Income-nya sudah ratusan juta. Hanya apa? Main game. Main game. Bayangkan, apa ada pekerjaan main game? Tapi sekarang ini ada dan mendapatkan ratusan juta income perbulan. Saya tanya ke Jess No Limit, apa sih pekerjaanmu? Pak, ya main mobile legend, main e-sport. Pekerjaannya itu. Saya juga geleng-geleng, ini pekerjaan jadi gamers.
Bahkan nantinya, bahkan dunia politik dan pemerintahan juga harus menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan dengan berbagai macam inovasi. Pemerintah daerah ke depan ini dipaksa, akan dipaksa oleh keadaan untuk kerja cepat, untuk kerja efisien. Dan suatu saat nanti jumlah administrator pemerintahan juga akan semakin sedikit karena banyak pekerjaan yang akan diotomatisasi. Ini sudah tidak bisa kita menolak, kalau tidak kita ditinggal. Artinya dunia berubah total, berubah banyak. Ini yang harus kita sadari dan harus kita pahami bersama-sama. Karakter SDM dan jenis profesi yang dibutuhkan oleh Indonesia ke depan juga akan mengalami perubahan.
Hati-hati Pak Rektor, saya titip ini, hampir di semua perguruan tinggi sekarang yang namanya fakultas itu dari 30-40 tahun yang lalu fakultasnya masih itu-itu saja. Harus berani memunculkan fakultas atau jurusan yang sesuai dengan visi ke depan kita. Saya sudah perintahkan juga ke Pak Menristek Dikti untuk terus memberikan trigger kepada perguruan tinggi agar menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang sangat cepat seperti ini.
Kembali lagi, karakter SDM dan jenis profesi yang dibutuhkan Indonesia ke depan juga akan mengalami perubahan. Politisi dan birokrat akan selalu penting tapi jumlahnya tidak akan banyak. Dan para pekerja profesional seperti insinyur, dokter, farmasi, dan lain-lain perlu semakin banyak dengan kompetensi yang berstandar internasional. Para entrepreneur, para usahawan yang akan menghasilkan peluang kerja baru dan membangun nilai tambah juga akan semakin dibutuhkan.
Bapak Rektor, para hadirin yang berbahagia,
Revolusi Industri 4.0 khususnya perkembangan teknologi informasi juga membawa tantangan baru dalam moralitas kemasyarakatan kita. Munculnya media tanpa redaksi, setiap warga negara bisa menjadi wartawan sekarang ini. Saya ulang, munculnya media tanpa redaksi, setiap warga negara bisa menjadi wartawan sekarang ini. Rapat redaksi yang dulunya tertata, digantikan dengan peran medsos. Dan jempol atau like menjadi pemimpin redaksi media sosial sekarang ini.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam media sosial ini telah membuat masyarakat kebingungan. Banyak yang bingung sekarang ini. Mana yang benar, mana yang salah menjadi tidak jelas. Mana yang asli dan mana yang palsu juga menjadi kurang jelas. Mana yang ujaran kebenaran dan mana yang ujaran kebencian menjadi kabur sekarang ini. Dan suara sering dikacaukan oleh kegaduhan. Voice sering dikacaukan oleh noise. Ini yang terjadi.
Menghadapi fenomena ini, regulasi pemerintah saja tidak cukup menyelesaikan masalah-masalah ini. Sebab tidak semuanya bisa dipagari oleh regulasi. Bukan hanya kita saja sekarang ini yang gagap dan bingung tapi negara-negara lain juga sama, karena proses perubahannya datang regulasinya belum ada. Proses perubahannya sudah terjadi, aturannya belum ada.
Menghadapi fenomena ini regulasi pemerintah saja tidak cukup menyelesaikan masalah, sebab tidak semuanya bisa dipagari oleh regulasi. Yang dibutuhkan adalah standar moralitas yang semakin tinggi berbarengan dengan penggunaan teknologi. Dan teknologi yang disalahgunakan harus segera dihadang oleh teknologi yang dipandu dengan standar moralitas yang tinggi. Hati-hati, ini kita semuanya harus hati-hati.
Sekali lagi, kembali saya tegaskan tentang peran sentral lembaga pendidikan tinggi. Bukan saja peran sentralnya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga peran sentralnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan peran sentralnya sebagai mitra pemerintah dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan publik.
Para hadirin yang berbahagia,
Ada satu peran lagi yang ingin saya titipkan kepada lembaga pendidikan tinggi, yaitu pengembangan kewirausahaan, pengembangan entrepreneurship. Kita membutuhkan para wirausahawan yang menciptakan lapangan kerja, namun sangat disayangkan semangat kewirausahaan bangsa kita ini masih rendah. Dalam Global Entrepreneurship Index tahun 2017, peringkat kewirausahaan kita masih di ranking 90 dari 137 negara. Di tingkat Asia Pasifik peringkat kita ke-16 dari 24 negara. Jumlah inovasi dan paten kita juga masih rendah yaitu peringkat 87 dari 137 negara. Artinya masih banyak pekerjaan besar yang harus kita selesaikan.
Saya mengajak pimpinan universitas untuk bersama-sama membangun ekosistem bagi pengembangan kewirausahaan. Mari kita sama-sama membangun tumbuhnya startup-startup bisnis, membangun ekosistem yang membuat pebisnis-pebisnis pemula bisa menjadi besar dan mengembangkan skema-skema pembiayaan untuk memperkuat alternatif pembiayaan bagi bisnis-bisnis pemula.
Perlu saya tegaskan di sini, bahwa kewirausahaan tidak selalu semata-mata menghasilkan profit bagi perusahaan, tapi juga melahirkan benefit bagi masyarakat luas. Berusaha menjadi sosiopreneur yang memecahkan masalah sosial melalui cara-cara kewirausahaan. Sungguh saya berharap agar perguruan tinggi mampu meningkatkan perannya dalam pengembangan ekosistem untuk menciptakan para sosiopreneur. Untuk itu saya yakin cara-cara baru harus dikembangkan, kreasi-kreasi baru harus difasilitasi dan dikembangkan. Para sosiopreneur yang memecahkan masalah-masalah di masyarakat harus kita dukung.
Kembali saya tegaskan bahwa pendidikan tinggi memang harus mencetak lulusan yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, namun perguruan tinggi juga harus membuat alumninya mencintai negara, mencintai Indonesia, yang melahirkan para pembela Pancasila, yang menancapkan jiwa kerakyatan, yang menanamkan integritas dan profesionalisme untuk membangun sebuah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Selamat ulang tahun ke-66. Selamat atas Dies Natalis ke-66 Universitas Sumatra Utara (USU). Mari berjuang bersama untuk kemajuan Indonesia.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh.