Hambat Pembangunan Nasional, Seskab: Indonesia Alami Obesitas Regulasi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 28 November 2018
Kategori: Berita
Dibaca: 18.758 Kali
Seskab Pramono Anung menyampaikan keynote speech pada Seminar Nasional Reformasi Hukum, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (28/11) siang. (Foto: Rahmat/humas)

Seskab Pramono Anung menyampaikan keynote speech pada Seminar Nasional Reformasi Hukum, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (28/11) siang. (Foto: Rahmat/humas)

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengemukakan, sudah lama diketahui bahwa persoalan peraturan perundang-undangan telah membuat bangsa Indonesia tidak bisa berlari kencang. Mengutip Presiden Joko Widodo, Seskab mengatakan, ada hampir 42.000 regulasi, mulai dari tingkat undang-undang hingga peraturan wali kota/bupati, sehingga Indonesia dapat dikatakan sedang mengalami obesitas regulasi.

“Ini menjadi problem yang sangat serius bagi bangsa kita,” kata Seskab Pramono Anung saat menyampaikan keynote speech pada Seminar Nasional Reformasi Hukum: Menuju Peraturan Perundang-undangan yang Efektif dan Efisien, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (28/11) pagi.

Regulasi-regulasi yang banyak itu, menurut Seskab, terkadang bukan menciptakan keteraturan dan ketaatan hukum tetapi malah menimbulkan permasalahan, sebab regulasi yang dibuat seringkali tumpang-tindih dan bertentangan satu dengan yang lain (overregulated). Ujung-ujungnya, tidak jarang membatasi keluwesan Pemerintah dan mengakibatkan pembangunan nasional menjadi terhambat.

Selain itu, akibat tumpang-tindih dan bertentangan satu dan yang lainnya, regulasi-regulasi itu kerap kali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau Mahkamah Agung (MA). Bahkan, Menteri Dalam Negeri pernah membatalkan peraturan daerah sebelum adanya Putusan MK.

Selain masalah kualitas dan kuantitas, Seskab menyampaikan, bahwa penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia juga sangat kompleks, berbelit-belit, dan berpotensi menimbulkan masalah.

Ia menunjuk contoh, penyusunan suatu rancangan peraturan perundang-undangan dilakukan melalui banyak pintu, seperti melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perundang-undangan dan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Sekretariat Negara, dan/atau Sekretariat Kabinet, sehingga memperlama proses sinkronisasinya.

Selain menghambat pembangunan nasional, menurut Seskab, kondisi obesitas regulasi juga menjadikan peringkat Indonesia rendah dalam berbagai penilaian di dunia internasional. Hal ini misalnya terlihat pada Indeks Kualitas Peraturan (Regulatory Quality Index) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia pada 2016, yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-93 dari 193 negara, lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya.

Utamakan Kualitas

Mengetahui kondisi seperti itu, lanjut Seskab, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan agar kementerian/lembaga pada saat ini tidak lagi menjadi lembaga yang memproduksi terlalu banyak peraturan perundang-undangan.

“Presiden meminta kepada para menteri dan para bupati, wali kota, serta gubernur untuk lebih mengutamakan kualitas dibanding kuantitas,” ungkap Seskab.

Selain itu, menurut Seskab, Presiden juga mengingatkan kepada para menteri untuk tidak membuat aturan yang tidak diperlukan, dan berkoordinasi dengan Presiden serta Wakil Presiden melalui Sekretariat Kabinet dalam Rapat Terbatas.

Diungkapkan Seskab Pramono Anung, pemerintah sebenarnya sudah melakukan langkah-langkah penataan regulasi. Ia menyebutkan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sesuai tugas dan fungsinya, terus melakukan evaluasi, harmonisasi, dan sinkronisasi regulasi. Disamping itu, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan juga telah membentuk Tim Reformasi Hukum Nasional.

Akan tetapi, diakui Seskab, upaya pemerintah masih belum cukup untuk mengatasi masalah regulasi yang sangat kompleks.

Seminar Nasional Reformasi Hukum ini menghadirkan narasumber antara lain Teten Masduki, Diani Sadia Wati, Hamdan Zoelva, Heni Susila Wardoyo, dan Sarmuji.

Seminar diikuti oleh sekitar 300 peserta yang merupakan perwakilan dari kementerian dan lembaga, akademisi, dan NGO. (DND/RAH/ES)

 

 

Berita Terbaru