Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat, 23 November 2018, di CB-1 Lapangan Tenis Indoor, Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, Lampung

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 23 November 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.034 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.

Tabik Pun!

Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati pimpinan dan anggota DPR RI yang hadir, hadir di sini Pak Aziz Syamsudin, Pak Sudin,
Yang saya hormati Gubernur Lampung dan Bupati Lampung Tengah, Pak Wagub,
Bapak-Ibu sekalian seluruh penerima sertifikat yang siang hari ini hadir,
Hadirin dan tamu undangan yang berbahagia.

Setiap saya ke daerah, baik itu ke kampung, baik itu ke desa keluhannya adalah sengketa lahan, sengketa tanah. Itu tidak hanya di Provinsi Lampung, di seluruh provinsi. Di Sumatra, di Jawa, di Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, Papua, semuanya yang namanya sengketa lahan/sengketa tanah itu ada di mana-mana. Masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan BUMN terus saya dengar di kuping saya sejak 2014-2015. Setelah saya cek, ternyata harusnya kita harus keluarkan bidang tanah yang ada di seluruh tanah air Indonesia, harusnya 126 juta bidang yang harus disertifikatkan, 126 juta. Tetapi 2014 baru 46 juta, berarti masih 80 juta yang belum tersertifikatkan.

Dulu setiap tahun hanya 500 ribu sertifikat yang keluar dari kantor-kantor BPN di seluruh tanah air, 500 ribu. Artinya, Bapak-Ibu harus menunggu 160 tahun lagi untuk dapat sertifikat. Mau? Mau? Siapa yang mau tunjuk jari, saya beri sepeda. Menunggu 160 tahun, mau? Maju sini saya beri sepeda yang mau menunggu.

Oleh sebab itu, hari ini saya sangat bahagia, sangat senang bahwa sertifikat sudah diserahterimakan kepada Bapak-Ibu sekalian. Di Lampung 264.000 yang akan diberikan, di Lampung Tengah kira-kira 30.000 yang akan diberikan di tahun ini. Sebagian sudah, sebagian di November-Desember ini akan diberikan. Dan hari ini 1.300 yang diberikan kepada Bapak-Ibu sekalian.

Silakan diangkat sertifikatnya kalau sudah. Nah, kenapa saya suruh angkat seperti ini? Jangan sampai hanya seremonial, yang diterima… Jangan diturunkan dulu, sebentar. Jangan sampai yang diberikan hanya yang di muka tadi, yang lain hanya disuruh nonton. Ya, berarti sudah. Sebentar, jangan diturunkan dulu, mau saya hitung dulu sebentar. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,…, 1.300, betul, sudah. Benar berarti 1.300 sudah diserahkan kepada Bapak-Ibu sekalian.

Sertifikat ini penting karena ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Kalau sudah pegang ini, ada sengketa enak sekali kita. Ini tunjukkan saja di sini, nama, nama pemilik di sini ada, desanya ada, luasnya berapa ada. Mau apa, pasti sudah enggak akan berani mengajak sengketa, sudah pegang seperti ini.

Yang kedua, saya titip kalau sudah pegang sertifikat tolong diberi plastik. Sudah ada plastik semua? Nah, terus difotokopi, jangan lupa difotokopi. Sampai di rumah difotokopi, yang asli taruh di lemari satu, yang fotokopi taruh lemari dua. Kalau yang aslinya hilang masih punya fotokopi untuk mengurus ke BPN. Difotokopi.

Yang ketiga, yang ketiga ini biasanya kalau sudah pegang sertifikat, biasanya inginnya disekolahkan. Ya ndak? Ngaku ndak, disekolahkan? Ya di provinsi yang lain juga sama, disekolahkan. Enggak apa-apa. Sertifikat ini kalau mau dipakai untuk agunan silakan, kalau mau dipakai jaminan ke bank silakan. Saya hanya ingin titip sebelum dipakai agunan, sebelum dipakai jaminan tolong dikalkulasi dulu kalau mau pinjam ke bank. Dihitung, dikalkulasi bisa mengangsur enggak setiap bulan, bisa menyicil enggak setiap bulan. Kalau enggak bisa, dihitung itu kok enggak bisa menyicil, kok berat menyicilnya, enggak usah. Setuju ndak? Kalau dihitung masuk, silakan mengambil pinjaman di bank.

Kalau sudah dapat uang pinjaman, hati-hati. Ini tanah di Lampung kan gede-gede, banyak yang dapat gede-gede saya dengar. Masukkan ke bank dapat Rp300 juta, dapat Rp300 juta, nah Rp150 juta dipakai untuk beli mobil. Biasanya begitu kan? Wah biar gagah, menyetir muter-muter kampung, muter-muter desa, enam bulan. Bulan pertama bisa ngangsur, bulan kedua bisa ngangsur, bulan ketiga, begitu bulan keenam saya jamin enggak bisa mengangsur. Mobilnya ditarik ke dealer, sertifikatnya ditarik bank, sudah hilang semuanya.

Saya titip, kalau dapat Rp300 juta, kalau dapat Rp300 juta misalnya, dapatnya sertifikat gede dapat Rp300 juta, gunakan Rp300 juta itu semuanya, seluruhnya untuk modal kerja, untuk modal usaha, untuk modal investasi, gunakan semuanya. Kalau untung, wah untung Rp3 juta tabung, untung Rp10 juta tabung, untung Rp5 juta tabung, untung Rp15 juta tabung, alhamdulillah. Begitu ngumpul, silakan mau beli mobil yang bagus, mau beli truk, mau beli bus silakan tapi dari keuntungan, bukan dari pokok pinjaman. Hati-hati, ini perlu saya ingatkan. Orang kita ini kalau sudah pegang uang itu kadang lupa, membeli barang-barang kenikmatan. Kalau sudah enggak bisa mengangsur baru ingat dan baru bingung tapi terlambat. Ini perlu saya ingatkan.

Yang terakhir Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati, saya ingin titip, negara kita ini negara besar dan kita diberikan anugerah oleh Allah SWT berbeda-beda, berbeda-beda. Indonesia ini berbeda-beda, beda suku, beda agama, beda adat, beda tradisi, beda bahasa daerah, beda-beda semuanya. Itu bisa merasakan kalau kita sudah pergi dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote. Kita memiliki 714 suku, banyak sekali suku kita ini. Bahasa daerahnya berbeda-beda, ada 1.100 lebih bahasa daerah. Beda-beda semuanya. Saya titip, marilah kita rawat, kita jaga, kita pelihara persatuan kita, persaudaraan kita, kerukunan kita karena aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, aset terbesar bangsa ini adalah kerukunan.

Jangan sampai, saya titip jangan sampai karena pilihan bupati, karena pilihan gubernur, karena pilihan presiden, antarkampung enggak saling sapa, di majelis taklim tidak saling sapa, antarteman enggak saling sapa. Ini pesta demokrasi ini setiap lima tahun ada, pasti ada. Jadi jangan sampai hal-hal seperti ini karena pengaruh-pengaruh politik dan pengaruh-pengaruh sosial media Bapak-Ibu sekalian jadi tidak kelihatan seperti saudara. Rugi besar kita nanti kalau ini diterus-teruskan.

Kalau ada pilihan bupati ya sudah pilih yang terbaik menurut Bapak-Ibu sekalian. Lihat rekam jejaknya, lihat prestasinya, programnya seperti apa, gagasan-gagasannya seperti apa, ide-idenya seperti apa, sudah. Itu berlaku untuk pilihan bupati, pilihan gubernur, pilihan presiden, enggak usah saling… Kita ini saudara kok.

Saya kadang-kadang sedih, kalau sudah masuk ke tahun politik semua isinya fitnah, isinya kabar bohong, saling menghujat. Coba dilihat di medsos, Presiden Jokowi itu PKI, fitnah-fitnah seperti itu. PKI itu dibubarkan tahun ’65, 1965-1966 dibubarkan, sudah bubar. Lahir saya itu tahun ’61, berarti umur saya baru empat tahun. Lah kok bisa diisukan Presiden Jokowi aktivis PKI? Apa ada PKI balita? Iya, kan masih balita berarti saya, baru empat tahun, lima tahun belum ada.

Coba di media sosial, dilihatkan, nah media sosial seperti ini. Itu adalah DN Aidit baru pidato, itu tahun 1955 dia pidato. Ini DN Aidit, Ketua PKI pidato, tahun 1955 pidato. Lha kok saya ada di bawahnya? Lahir saja belum, astagfirullah lahir saja belum sudah dipasang. Saya lihat-lihat digambar, kok ya persis saya gitu lho.

Ini yang kadang-kadang, aduh mau saya tabok, orangnya di mana saya cari betul. Saya ini sudah empat tahun digini-giniin itu sabar, sabar, sabar, ya Allah sabar, sabar, sabar. Tapi saya sekarang harus berbicara, jangan sampai nanti… Karena ada enam persen orang yang percaya terhadap berita-berita seperti ini. Enam persen itu sembilan juta lebih lho. Lha kok percaya? Lahir belum, sudah di bawahnya podiumnya Aidit coba.

Ada lagi isu-isu antek asing. Antek asing yang mana? Coba lihat yang namanya Blok Mahakam, itu lebih puluhan tahun dikuasai oleh Prancis dan Jepang. 2015 sudah kita serahkan 100 persen ke Pertamina, coba. Ini 100 persen untuk Pertamina. Blok Rokan yang dikelola Chevron Amerika, berapa puluh tahun sudah dikelola, sekarang baru saja sudah dimenangkan oleh Pertamina. 100 persen ini Pertamina. Freeport lebih dari 40 tahun dikelola dan kita hanya dapat sembilan persen kita diam saja. Sekarang kita sudah ambil mayoritas 51 persen. Antek asingnya yang mana? Antek asing, antek asing.

Ini urusan juga, urusan tenaga kerja TKA, asing. Pak Jokowi itu antek aseng katanya karena banyak TKA dari China yang katanya bekerja di sini sepuluh juta lebih. Saya langsung cek imigrasi, coba saya cek, ternyata TKA yang kerja di Indonesia itu hanya kira-kira 80.000, yang dari Tiongkok itu 24.000. Kalau saya mengecek datanya ada, bukan isu. Kemudian saya bandingkan dengan negara lain, coba kita bandingkan dengan negara lain. Ini tenaga kerja asing yang ada di Uni Emirat Arab, 80 persen; Arab Saudi tenaga kerja asingnya 33 persen, yang paling banyak dari Indonesia itu; di Brunei 32 persen; kita ini satu persen saja enggak ada, satu persen saja enggak ada. Ini hanya 0,03 persen, kok ributnya kayak diserbu? Enggak ada, enggak, karena ini memang betul-betul kita rem, kita batasi. Justru orang kita yang kerja di China itu ada 80.000 di China saja, di Taiwan 200.000, di Hongkong 160.000, jadi total 440.000. Berarti orang sana itu antek Indonesia, kalau antek-antekan. Ya dong? Orang kita lebih banyak yang di sana kok, 440.000; dia di sini hanya 24.000 kok. Orang kita di sana 440.000, orang sana di sini hanya 24.000, berarti mereka antek Indonesia, kalau caranya antek-antekan seperti itu.

Inilah, isu-isu seperti inilah yang harus kita waspadai. Jangan gampang percaya. Ada kriminalisasi ulama. Wong saya tiap hari dengan ulama, tiap minggu juga keluar masuk pondok pesantren kok. Kriminalisasi yang mana? Jangan isu-isu seperti ini dipercayai, berbahaya sekali kita nanti. Setuju ndak? Setuju ndak?

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih. Saya tutup karena sudah menjelang jumatan.

Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru