Evaluasi Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Sosialisasi Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, 23 November 2018, di Islamic Center, Lampung Timur, Lampung

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 23 November 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.940 Kali

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat malam,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu, 
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja;
Yang saya hormati Pak Gubernur Provinsi Lampung;
Yang saya hormati Ibu Bupati Lampung Timur, seluruh Forkompinda yang hadir, Pak Kapolda, Pak Pangdam dan seluruh jajaran;
Bapak-Ibu sekalian seluruh kepala desa se-provinsi Lampung yang saya hormati;
Para pendamping desa yang saya hormati, yang saya banggakan, juga kalau ada yang hadir sekdes, BUMDes, kader posyandu, kader PAUD, linmas, BPD;
Serta Bapak-Ibu sekalian, hadirin dan tamu undangan yang berbahagia.

Kenapa ada dana desa, pertanyaannya. Karena kita ingin membangun dari pinggiran, dari desa. Ini yang mau kita balik, kita ingin membangun dari desa, karena sebagian besar masyarakat kita ada di desa-desa.

Karena walaupun saya sekarang tinggalnya kadang di Jakarta, kadang di Bogor tapi saya selalu ingat dan akan selalu ingat terus bahwa saya aslinya memang orang desa, anak kampung. Meskipun hampir setiap bulan/dua bulan saya berkeliling ke negara lain bertemu dengan perdana menteri, bertemu dengan presiden-presiden dari negara lain tapi ingatan saya tetap desa, karena saya orang desa. Dan memang pergaulan pertama saya sejak kecil ya dengan orang desa. Itu tidak bisa, karakter itu tidak bisa dihilangkan dan tidak bisa dipungkiri. Ya memang karena saya orang desa ya saya akui. Ada yang ngomong wajahnya Presiden Jokowi wajah ndeso enggak apa-apa, tampangnya Presiden Jokowi tampang ndeso enggak apa-apa. Ya karena saya dari desa, enggak apa-apa.

Oleh sebab itu, sejak 2015, ini perlu saya ingatkan, sejak 2015 kita telah mengucurkan dana sebesar Rp20 triliun ke seluruh desa-desa yang ada di tanah air, Rp20,7 triliun. Gede banget ini, jangan dipikir ini uang sedikit. 2016, Rp46,9 triliun, artinya Rp47 triliun; 2017, Rp60 triliun; 2018, Rp60 triliun. Tahun depan Rp73 triliun. Ini sudah disetujui oleh DPR, jadi saya berani ngomong.

Apa yang ingin saya titipkan? Artinya apa? Sampai saat ini, dana yang dikucurkan ke desa sudah Rp187 triliun. Itu duit kalau dibawa truk itu mungkin dari Aceh sampai Bakauheni bersambungan itu. Duit segitu saya juga belum pernah lihat. Rp187 triliun untuk desa. Oleh sebab itu, saya selalu minta hasilnya apa. Saya cek di lapangan benar ndak, kualitasnya seperti apa, kuantitasnya seperti apa. Benar ndak dana ini pengunaannya untuk ini, ini, ini, ini. Saya minta laporannya.

Sampai saat ini, perlu Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara ketahui, untuk jalan desa, jalan desa telah terbangun 123.000 kilometer jalan desa selama empat tahun. Posyandu, 11.500 unit posyandu yang baru. PAUD, 18.000 PAUD telah dibangun. Pasar desa, 6.500 pasar. Jembatan, 791.000 meter jembatan. Irigasi, 28.000 unit irigasi. Embung, 1.900 embung yang telah dikerjakan. BUMDes, ada 26.000 BUMDes yang telah ada sekarang ini.

Artinya apa? Tembakan kita ini sudah tepat tapi perlu terus diperbaiki lagi kualitasnya agar lebih baik lagi. Sehingga tembakannya betul-betul tidak ada yang meleset, seluruh desa yang ada di Indonesia, yaitu 74.000 desa yang ada di tanah air ini.

Kemudian apa yang kita inginkan dari uang yang telah kita kucurkan selama empat tahun ini, Rp187 triliun? Ada perputaran uang di desa, ada perputaran uang di daerah. Oleh sebab itu, saya titip, saya selalu titip di mana-mana, jangan sampai yang namanya Dana Desa ini keluar lagi dari desa uangnya. Enggak apa-apa keluar sedikit di kecamatan enggak apa-apa, tapi jangan keluar dari situ. Jaga terus uang itu agar beredar di bawah, di desa atau di lingkup kecamatan.

Untuk apa? Jangan sampai uang itu kembali ke kota, kembali ke Jakarta. Karena semakin banyak peredaran uang yang ada di desa, semakin banyak uang yang beredar di bawah, kesejahteraan masyarakat, ini teori ekonomi, pasti akan meningkat, dipastikan akan meningkat. Nanti akan kelihatan, mungkin tadi Pak Menteri Desa sudah menyampaikan, kemiskinan akan turun berapa, nanti stunting/kekerdilan akan turun berapa, akan kelihatan. Akan kelihatan coba, nanti kalau kita lihat.

Jadi perlu saya ingatkan sekali lagi, penggunaan Dana Desa itu gunakan agar material-material yang kita beli, misalnya untuk bangun jalan, misalnya untuk bangun irigasi, misalnya untuk bangun jembatan, beli pasirnya dari desa itu. Kalau enggak ada, tengok ke desa tetangga, ada pasir beli di situ, enggak apa-apa. Enggak ada lagi, agak jauh ke kecamatan. Cukup, jangan lebih dari itu, beli di sana. Beli batu, belinya juga di desa setempat kalau ada batu. Enggak ada, tetangganya, enggak ada, lingkup kecamatan boleh. Beli bata juga sama, beli di desa itu. Kalau ada beli langsung. Terpaut Rp1.000-2.000 enggak apa-apa beli. “Pak, lebih mahal,” tetap di desa itu. Kemudian penggunaan tenaga kerja buat irigasi, tukangnya dari desa itu, tenaga pembantunya dari desa itu. Sehingga uang itu beredar dari sini ke sini, sini ke sini, itu saja. Dari toko di desa itu, toko ke desa itu, belok lagi ke tenaga kerja di desa itu. Begitu terus, uangnya ajak berputar-putar terus ke desa. Ini teori ekonomi agar kesejahteraan itu di desa meningkat.

Itu kalau dipakai untuk yang berkaitan dengan infrastruktur. Ini kita sudah mulai empat tahun ini infrastruktur-infrastruktur, sebagian besar ke sana. Meskipun saya tahu ada yang untuk BUMDes, ada yang untuk kegiatan-kegiatan yang lainnya.

Tahapan besar yang kedua, mulai alihkan kepada pemberdayaan ekonomi. Sekarang ini mulai pemberdayaan ekonomi. Apa itu pemberdayaan ekonomi? Lihat potensi di desa itu apa, peluang/kesempatan yang bisa kita ambil dengan Dana Desa ini untuk meningkatkan ekonomi di desa apa. Lihat betul ada potensi, misalnya di desa itu ada tambak kok enggak dikerjakan, kok enggak produktif, danai agar tambak itu menjadi produktif. Ada lahan yang tidak produktif, yang punya ingin mengerjakan sesuatu tapi tidak memiliki modal, kerjakan itu yang namanya kebun atau sawah itu sehingga menjadi produktif. Kalau ada potensi-potensi yang ada di desa, misalnya pariwisata, kembangkan itu pariwisata yang ada di desa itu agar mendatangkan income. Kita keluar tapi mendapatkan income. Ini yang paling bagus.

Contoh, ini contoh, desa di Ponggok, ini di Jawa Tengah, setahun sekarang ini dia bisa omzet Rp14 miliar, coba, Rp14 miliar. Lihat, lihat, tiru ada ndak yang bisa dikembangkan di sini, kembangkan seperti itu, kenapa tidak. Ada desa di Kabupaten Gunungkidul, di Nglanggeran juga sama. Kalau di Langgeran berapa  setahun? Lebih kecil, memang ini lebih kecil.  Seingat saya Rp4 miliaran. Tapi juga uang gede Rp4 miliar itu. Sehingga masyarakat bisa bekerja di sana, membuat warung juga laku di situ. Ini yang perlu kita pacu agar pemberdayaan ekonomi itu betul-betul bisa meningkat.

Yang kedua, saya titip ini untuk PAUD, untuk posyandu, tolong diperhatikan yang namanya jangan sampai ada lagi di desa kita ini yang ada gizi buruk, tidak boleh. Setuju ndak? Pemberian makanan tambahan, pemberian gizi, pemberian telur, ikan kepada anak-anak yang kurang gizi, pemberian susu, pemberian kacang hijau terus berikan. Jangan sampai, sekali lagi, yang namanya anak-anak stunting, kerdil, anak-anak gizi buruk, enggak boleh ada di desa kita lagi. Di desa-desa kita enggak boleh lagi ada yang namanya gizi buruk. Malu kita kalau masih ada seperti itu. Sudah ada Dana Desa masih ada gizi buruk, enggak boleh. Oleh sebab itu, posyandu, PAUD melihat terus mana, kalau ada satu – dua segera diselesaikan, ada satu, dua, tiga segera diselesaikan. Jangan biarkan berkembang anak-anak yang memiliki gizi buruk.

Karena apa? Kita ke depan ini akan bertarung, akan bersaing, akan berkompetisi dengan negara-negara lain. SDM kita, Sumber daya manusia kita harus sumber daya yang sehat, sumber daya manusia yang pintar, sumber daya manusia yang cerdas, agar bersaing dengan negara manapun kita menang. Saya yakin kalau kita garap, kita bekerja keras bersama-sama, saya meyakini negara ini bisa menjadi negara besar, menjadi negara maju ekonominya, yakin. Dan itu sudah dihitung, sudah dihitung oleh Mckinsey Global Institute, sudah dihitung oleh Bank Dunia, sudah kita hitung (Bappenas), bahwa 2045 Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terkuat, masuk ke empat besar ekonomi terkuat dunia.

Tapi perlu syarat-syarat, perlu syarat-syarat. Infrastruktur harus siap, kalau kita mau bersaing infrastruktur harus siap. Sumber daya manusia harus siap, kecerdasan, kesehatan harus siap. Inilah yang sedang kita persiapkan menuju proses jangka panjang Indonesia maju. Oleh sebab itu, saya tadi diskusi dengan Menteri Desa, “Pak Menteri, tahun depan kita coba beberapa dari kepala desa, beberapa dari pendamping desa, beberapa dari PAUD, dari posyandu, kita kirim ke luar negeri untuk diberikan training. Enggak usah lama-lama, tiga bulan bisa, enam bulan bisa. Enggak apa-apa, biar melihat, membandingkan. Orang kita ini kalau sudah membandingkan, “aduh kita tertinggal jauh,” ya baru lari. Kalau enggak ada langsung diberitahu bahwa negara lain sudah lari, enggak mau lari kita ini. Tapi kalau diberi tahu bahwa negara lain sudah maju, negara lain sudah melangkah di depan kita baru kita ini tergerak.

Kita ini negara besar, kita memiliki potensi, orang-orang kita juga pintar-pintar. Jangan berpikir orang kita enggak pintar-pintar, pintar-pintar. Kita ini dengan niat, mau atau tidak mau, niat atau tidak niat. Kalau nanti sudah kita kirim, saya tidak tahu mau kita kirim berapa ribu, tetapi saya ingin kirim besar-besaran. Biar melihat bagaimana misalnya cara bertani, cara bertani di Thailand kayak apa cara, bertani di Jepang kayak apa, melihat langsung. Kok di sana satu hektar, misalnya ini, misalnya padi bisa dua belas ton, kita kok hanya empat – lima ton, langsung lihat apa, apa yang mereka lakukan, apa yang mereka kerjakan. Kita harus mengerti. Desa di sana kok bisa maju apa, yang di pemberdayaan ekonominya apa, coba kita lihat. Kita juga bisa kok. Dipikir kita enggak bisa-bisa? Bisa. Tapi harus melihat langsung, kita ini kalau melihat langsung kalau ada pesaing itu baru gumregah. Gumregah itu apa? Gumregah itu baru semangat, begitu, baru semangat. Kalau enggak melihat yang lain dipikir kita ini sudah di depan.

Hati-hati. Ini perlu saya sampaikan, hati-hati. Kita ini di bidang investasi, di bidang ekspor sekarang sudah kalah. Dengan Singapura kita kalah, dengan Malaysia kita kalah, dengan Filipina kita kalah, baru saja dengan Vietnam kita juga kalah. Lho, lho, lho, lho, lho, lho, lho. Enggak mau saya kalah, kalah, kalah terus, enggak mau, enggak mau. Ini ada sesuatu yang harus kita perbaiki, sesuatu yang harus kita benahi sehingga kita bisa melompati mereka lagi dan kita berada di depan di ASEAN ini. Kita berharap itu. Jangan ditinggal oleh negara-negara lain kita diam saja, enggak mau saya seperti itu. Angka-angkanya jelas kok apa yang harus kita lakukan.

Oleh sebab itu, tahapan besar yang pertama, tahapan besar yang pertama adalah membangun infrastruktur untuk bersaing itu, baik infrastruktur besar maupun infrastruktur kecil yang ada di desa. Tahapan besar yang kedua, kita akan membangun yang namanya pembangunan sumber daya manusia, pembangunan sumber daya manusia. Kita upgrade semuanya, kita perbaiki semuanya kualitasnya, baik yang ada di desa maupun yang ada di kota. Kita akan lakukan juga besar-besaran seperti kita membangun infrastruktur. Kalau dua hal ini bisa kita kerjakan sebagai fondasi besar menuju persaingan dunia, menuju kompetisi dunia, saya meyakini, saya meyakini insyaallah kita tidak kalah dengan negara-negara lain. Tapi memang perlu kerja keras, perlu kerja keras.

Saya tadi malam masih di Pekalongan. Jam 01.30 sampai di Semarang, tadi malam. Tadi Subuh berangkat, sampai di sini pagi-pagi tadi. Ke sana, ke sini, ke sana, ke sini, ke sini juga terlambat setengah jam – satu jam. Lho, jadwal saya di sini, hati-hati lho ya, jadwal saya di sini habis Magrib lho ya. Habis Magrib. Jadwal saya habis Magrib kok, bagaimana kok enggak percaya. Lho saya ini kan diberi, oleh sebab itu saya merasa terlambat tiga puluh menit – satu jam. Sedino utuh? Benar? Nggih, pun, berarti Bapak-Ibu sekalian rajin banget.

Tabik pun?
Nggih.

Baiklah, yang jelas saya ngomong apa adanya ya, jadwal saya di sini adalah jam 18.30. Saya diberi jadwal. Enggak tahu menterinya memerintah… Biasanya begini lho ya, jadwal saya jam 18.30, bakda Magrib, Menteri menyampaikan ke Gubernur jam 16.00, dua jam lebih awal. Gubernur perintah ke Kepala Dinas jangan 16.00 lho ya, jam 14.00. Kemudian Camat memerintah, ini 08.00. Lha, sudah. Ini biasanya seperti itu, begitu lho. Tapi memang jadwal saya seperti ini, benar apa adanya. Ini enggak sekali – dua kali saya seperti itu.

Ada yang bilang, “Pak, saya sudah 13.00 lho.” Jam 13.00, jadwal saya jam 18.00, kok jam 13.00 datang ngapain? Ya ternyata seperti itu, Menteri ke Gubernur, Gubernur ke Bupati, Bupati ke Camat, nah Camat ke Bapak-Ibu sekalian sudah, jam 08.00 sudah harus sampai sini, mungkin begitu. Betul? Nah begitu itu. Tapi ya enggak apa-apa, palingkan palingan setahun sekali kan ketemu saya atau lima tahun sekali kan? Enggak apa-apa.

Saya pun juga tidak duduk-duduk kok, saya juga pontang-panting dan enggak pernah berhenti saya itu. Kalau saya itu Sabtu – Minggu apa berhenti? Coba nanti, perkiraan saya nanti masuk ke hotel di Bandar Lampung itu sudah hampir jam sebelas – dua belas nanti malam. Kayak tadi malam juga, setengah satu itu. Tiap hari seperti itu. Ya kalau kita ingin mengejar ketertinggalan ya harus seperti itu. Harus seperti itu. Semuanya harus kerja keras. Enggak ada yang duduk-duduk manis, negara ini menjadi negara besar, negara kuat ekonominya, enggak ada. Jangan bermimpi seperti itu.

Oleh sebab itu, saya senang kalau bertemu, baik dengan masyarakat, baik dengan ASN, baik dengan perangkat desa, baik dengan kader PAUD, kader posyandu, pendamping desa, kalau ketemu semangat, itu yang saya suka. Karena menunjukkan kita ini dinamis, kita ini penuh semangat bekerja meskipun juga capek. Kalau ditanya capek, ya capek. Kita ngomong apa adanya. Jangan dipikir kita ini enggak punya capek, punya capek, tapi karena memang kita ditunggu tugas untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada yang harus kita selesaikan.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, saya titip agar penggunaan Dana Desa itu digunakan tepat sasaran.

Mengenai pertanggungjawaban, saya mau tanya, masih rumit ndak? Rumit? Berat? Berat itu? Empat tahun berjalan ya lancar-lancar saja kan? Masih rumit, membuat SPJ-nya masih rumit? Masih rumit? Itu ada yang ndak, ada yang masih. Enggak, yang benar rumit enggak sih?

Kenapa rumit? Coba jelaskan, pendamping desa maju satu, sama kepala desa maju satu. Pendamping desa coba maju satu, pendamping desa dari sana maju satu, pendamping desa maju satu. Kepala desa maju satu, kades maju satu. Ketua Kades? Ada? Ya sudah, Ketua Kades maju, siapa? Ini. Pendamping desa dari sana maju satu, pendamping desa. Pendamping desa maju satu, cepat. Yang dari sana, gantian dari sana. Ya, ya silakan maju Ibu. Boleh, Ibu. Maju. Ibu-ibu, satu orang saja. Pendamping desa, silakan sini maju.

Tadi sudah mau saya tutup saya berpikir ini masih ada kesulitan enggak sih ini untuk laporan. Silakan Pak Kades, sini-sini, enggak usah takut, Pak. Agak dekat saja. Bisa, bisa, sudah, sudah. Bisa itu.

(Dialog Presiden Republik Indonesia dengan Perwakilan Kepala Desa dan Pendamping Desa)

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Terima kasih Pak Presiden.

Presiden Republik Indonesia
Nama?

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Nama saya Guna Wijaya, Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kecamatan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur.

Presiden Republik Indonesia
Mana, Lampung Timur? Pak siapa tadi?

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Pak Guna Wijaya, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Pak Guna, Pak Guna Wijaya?

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Iya.

Presiden Republik Indonesia
Panggilannya Pak Guna opo Pak Wijaya?

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Pak Guna.

Presiden Republik Indonesia
Pak Guna. Ya Pak Guna, kita ini sudah empat tahun ya ngerjain yang namanya Dana Desa.

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Siap, Pak!

Presiden Republik Indonesia
Laporannya rumit ndak menurut Pak Guna?

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Yang sampai saat ini kami membuat laporan memang sudah ada Sistem Siskeudes, Pak. Ya, Siskeudes, iya. Jadi… Sistem Keuangan Desa, iya.

Presiden Republik Indonesia
Sudah ada Sistem Keuangan Desa, ya. Terus?

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Jadi memang sudah ada petugasnya untuk membuat laporan itu.

Presiden Republik Indonesia
Berarti sudah enggak ada masalah?

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Sudah enggak ada masalah lagi.

Presiden Republik Indonesia
Semua desa juga punya ini kan? Berarti sudah enggak ada masalah, begitu. Tapi saya ingin memang nanti akan perintah ke Menteri Keuangan agar disederhanakan, itu saja. Disederhanakan biar enggak menguras tenaga untuk menyiapkan itu, itu saja. Tapi yang jelas tidak kesulitan kan?

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Tidak kesulitan untuk warga saya.

Presiden Republik Indonesia
Oke.

Guna Wijaya (Kepala Desa Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)
Sudah ada petugasnya masing-masing.

Presiden Republik Indonesia
Oke. Sekarang dari pendamping desa bagaimana kira-kira?

Dikenalkan dulu Bu.

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Nama saya Suprapti, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Bu Prapti.

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
Ya.

Presiden Republik Indonesia
Di mana?

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)

Saya tugas sebagai pendamping desa untuk Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu.

Presiden Republik Indonesia
Kabupaten Pringsewu. Ya, oke. Pringsewu. Kabupaten Pringsewu. Sekarang pertanyaannya, mendampingi itu artinya apa? Kemudian kesulitan terutama yang sisi administrasi atau perencanaan di mana kesulitannya?

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
Mendampingi desa adalah kita sama-sama Pak duduk bareng, duduk bersama-sama dengan kepala desa dan aparat desa mendampingi dari segala hal Pak, terutama adalah administrasi. Itu kita memberikan arahan dan memberikan contoh, kemudian kita membimbing mereka agar mereka paham dengan laporan-laporan yang diberikan oleh Pusat.

Presiden Republik Indonesia
Ada masalah ndak?

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
Sedikit memang ada masalah, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Apa?

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
Laporannya itu, desa kadang-kadang masih ada beberapa desa yang kalau kita beri tahu tetapi tidak/belum sampai-sampai begitu, Pak. Mereka itu maksudnya…

Presiden Republik Indonesia
Maksudnya apa belum sampai-sampai?

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
…harus mengikuti rutinitas begitu Pak. Jadi kalau cepat, dikasih tahu sekali memang belum bisa.

Presiden Republik Indonesia
Ya enggak apa-apa. Beritahu seribu kali pun kan enggak apa-apa kan? Yang paling penting bisa, begitu kan?

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
Insyaallah kalau memang mereka berusaha dengan sungguh-sungguh insyaallah bisa dan tidak sulit.

Presiden Republik Indonesia
Bisa. Ya, enggak sulit.

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
Tidak.

Presiden Republik Indonesia
Oke. Senang saya kalau dapat laporan-laporan seperti begini.

Saya kalau dapat laporan, “aduh Pak,  sulit banget Pak, ini membuat anu Pak, anu Pak,” begitu sering.

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
Masalahnya cuma malas, Pak. Kalau desa malas kita yang sulit.

Presiden Republik Indonesia
Enggak ada desa malas. Enggak ada kan? Ya, enggak ada. oke. Sip.

Sekarang, betul, saya ingin kita semuanya itu pada posisi tadi yang disampaikan Bu Prapti sama Pak Guna, betul-betul kita itu memandang ke depan itu memang harus optimis, tidak ada yang malas. Harus semuanya kerja keras, semuanya untuk rakyat kita.

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
Iya betul.

Presiden Republik Indonesia
Ya. Terima kasih Pak Guna, ya. Terima kasih.

Suprapti (Pendamping Desa di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu)
Terima kasih Pak.

Presiden Republik Indonesia
Jangan minta sepeda. Ini tahun politik enggak boleh ngasih sepeda katanya. Kalau boleh saya kasih, sepeda saja kok.

Ya baiklah, itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Marilah kita kompak bersama, bersatu dalam sebuah pekerjaan besar menuju Indonesia maju. Kepala desa bisa berdampingan baik dengan pendamping desa, bisa bekerja sama dengan kader-kader PAUD, dengan kader-kader posyandu, semuanya bekerja sama. Sehingga betul-betul pada suatu saat Dana Desa dikucurkan terus, kucurkan terus, kucurkan terus, kemiskinan desa enggak ada, ekonomi desa menjadi lebih baik dan itu kelihatan kalau kita lihat secara fisik.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru