Presiden Jokowi Sebut Sejak 2017 Realisasi Penerbitan Sertifikat Tanah Lebihi Target
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan sejak tahun 2017 lalu, realisasi penerbitan sertifikat hak atas tanah yang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah melebihi target yang telah ditetapkan.
Ini jadi sertifikat 2017 ditarget 5 juta itu terlampaui jadi 5,4 (juta). Kemudian yang 2018 kita beri target 7 juta, dan saya baru dapat laporan tadi terealisasi 9,4 juta. Nah tahun ini targetnya 9 juta, nanti realisasinya mungkin bisa 11, bisa 12 juta, kata Presiden Jokowi kepada wartawan usai menyerahkan 2.500 sertifikat hak atas tanah untuk rakyat, di Pendopo Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Kamis (3/1) sore.
Sebelumnya saat memberikan sambutan pada acara tersebut, Presiden Jokowi mengatakan bahwa dulu dalam setahun hanya mengeluarkan 500 ribu 600 ribu sertifikat di seluruh Indonesia. Padahal di seluruh Indonesia terdapat 126 juta yang harus bersertifikat, dan sampai 2015 baru 46 juta yang bersertifikat. Artinya, kurang 80 juta yang belum bersertifikat.
Bayangkan 80 juta yang belum bersertifikat. Kalau setahun 500.000 artinya Bapak/Ibu menunggu 160 tahun untuk dapat sertifikat, ucap Presiden.
Kepala Negara menjelaskan mengenai perlunya sertifikat itu diberikan, karena setiap dirinya ke desa, kampung, atau daerah, baik di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Maluku, NTB, atau NTT, terdengar masalah sengketa lahan/tanah. Dengan memegang sertifikat tersebut, lanjut Kepala Negara, maka ada tanda bukti hak hukum atas tanah.
Ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Kalau kita pegang ini sudah, ujar Kepala Negara seraya menambahkan, karena jelas sertifikat adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki.
Untuk itu, Presiden Jokowi menitipkan pesan kepada masyarakat, apabila sudah memiliki sertifikat agar difotokopi dan dimasukkan plastik, sehingga kalau sertifikat yang asli hilang, masih memiliki fotokopi dokumen tersebut.
Modal Usaha
Kepala Negara tidak memungkiri jika ada masyarakat yang akan menggunakan sertifikatnya untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Tapi Kepala Negara berpesan, agar masyarakat dapat berhati-hati kalau mau meminjam ke bank, dan menghitung/mengkalkulasi kemampuan untuk mengangsur setiap bulan. Karena kalau tidak bisa mengangsur, lanjut Presiden, maka sertifikat bisa hilang.
Kalau Bapak-Ibu dapat pinjaman, misalnya Rp300 juta gunakan seluruhnya untuk modal usaha, gunakan seluruhnya untuk modal kerja, gunakan seluruhnya untuk modal investasi. Jangan dipakai untuk foya-foya, yang pamer-pamer barang-barang kenikmatan yang seperti itu lho. Rem dulu, jangan, tutur Kepala Negara.
Kalau dapat pinjaman bank misalnya Rp300 juta, Presiden Jokowi menyarankan agar digunakan seluruhnya untuk modal usaha, modal kerja, atau modal investasi. Setelah itu, berapa pun keuntungan yang didapat, misalnya Rp5 juta, Rp3 juta, atau Rp8 juta, agar ditabung.
Kalau sudah cukup silakan, dari keuntungan bukan dari pinjaman. Keuntungannya itu ditabung silakan, mau beli mobil silakan. Tapi lebih baik, kalau saya, ada keuntungan-keuntungan investasikan lagi untuk usaha lagi, tutur Kepala Negara.
Turut hadir dalam kesempatan itu antara lain Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Gubernur Jatim Soekarwo. (RSF/ES)