Rapat Terbatas mengenai Pengelolaan Transportasi Jabodetabek, 8 Januari 2019, di Kantor Presiden, Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 8 Januari 2019
Kategori: Pengantar
Dibaca: 3.541 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pak Wapres, Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati, sore hari ini kita akan membahas mengenai pengelolaan transportasi di Jabodetabek.

Kita tahu bahwa semakin hari, kalau lalu lintas, kemacetan ini kita manage, kita kelola dengan baik di Jabodetabek ini kejadian-kejadian kemacetan total, yang stuck, yang tidak bisa bergerak akan semakin banyak. Tetapi kita juga optimis bahwa dengan pembangunan MRT, pembangunan LRT, kemudian juga ada Transjakarta, dan juga kereta api bandara, kemudian juga ada kereta commuter yang juga sangat membantu sekali dalam mengatasi kemacetan yang ada di Jabodetabek.

Tapi ke depan, saya kira pengelolaan moda-moda transportasi yang ada ini semuanya harus terkelola dengan baik. Karena saya lihat sekarang ini memang, sebagai contoh saja urusan jalan saja, jalan ada yang dimiliki oleh Kementerian PU, ada yang dimiliki oleh DKI, ada yang dimiliki oleh Banten, ada yang dimiliki oleh Jawa Barat yang semuanya itu kadang-kadang pengelolaannya tidak terpadu, terintegrasi, dan yang terjadi, misalnya yang berkaitan dengan pemeliharaan, juga sering banyak yang saling menunggu.

Kemudian yang kedua, yang berkaitan dengan intramoda maupun antarmoda, kita ingin semuanya juga terintegrasi. Mestinya, nantinya kalau MRT jadi, LRT jadi, kereta bandara semua sudah siap, Transjakarta ada, betul-betul masyarakat kita dorong untuk masuk ke transportasi massal yang telah kita siapkan ini. Sehingga mobil-mobil yang ada di jalanan betul-betul bisa berkurang secara besar-besaran.

Saya hanya membayangkan hitungan Bappenas yang saya terima, setiap tahun kita ini kehilangan, setiap tahun kehilangan kurang lebih Rp65 triliun di Jabodetabek ini gara-gara kemacetan. Rp65 triliun pertahun. Ini kalau kita jadikan barang, sudah jadi MRT, jadi LRT, dalam lima tahun sudah jadi barang. Ini enggak mungkin hal-hal seperti ini kita terus-teruskan. Kita harus berani memulai, harus berani merancang, agar semuanya itu bisa selesai sehingga yang Rp65 triliun itu betul-betul jadi barang, bukan jadi asap yang memenuhi kota.

Yang ketiga juga terkait dengan pengelolaan TOD (Transit Oriented Development). Ini juga berpuluh tahun ini tidak bisa bergerak karena juga sama, pengelolaannya ada di beberapa tempat, ada di DKI,  ada di Menteri BUMN, ada di kementerian yang lain atau ada di Jabar, ada di Banten. Sehingga keterpaduan antartransportasi perkotaan dengan tata ruang ini benar-benar harus kita rancang  dan kita hitung. Dan ya salah satunya adalah dengan strategi peningkatan akses terhadap angkutan umum melalui pengembangan TOD-TOD yang ada.

Saya rasa itu sebagai pengantar yang bisa saya sampaikan. Intinya kita ingin agar ada penyederhanaan dalam manajemen yang ada, sehingga semakin gampang dimulai, gampang dikerjakan, dan tidak saling lempar antara institusi satu dengan institusi yang lainnya.

Terima kasih.

Pengantar Terbaru