Silaturahmi dengan Pelaku Usaha Perikanan Tangkap Penerima Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) Tahun 2019, 30 Januari 2019, di Istana Negara, Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 30 Januari 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 3.665 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat sore,
Salam sejahtera buat kita semuanya,
Syalom,
Oom Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Ibu Menteri Kelautan dan Perikanan beserta seluruh jajaran kementerian yang hadir,
Serta Bapak-Ibu sekalian seluruh pelaku usaha perikanan tangkap yang sore hari ini hadir di Istana maupun yang hadir di Kementerian KKP,
Bapak-Ibu tamu undangan yang berbahagia.

Laut kita, ini sering saya sampaikan di mana-mana, sekarang ini sudah tidak ada lagi atau hampir tidak ada lagi yang namanya illegal fishing. Karena sering saya sampaikan 7.000 kapal asing ilegal yang bertahun-tahun lalu lalang di laut kita, itu sekarang dapat dikatakan sudah tidak ada. Dan bahkan Bu Susi menyampaikan kepada saya, “Pak, bukan 7.000, mungkin hampir 13.000 illegal fishing, kapal-kapal asing yang lalu lalang di laut kita dan kita biarkan.”

Pertanyaannya sekarang, kalau 7.000 kapal itu sudah tidak ada mestinya, pikiran saya kan, mestinya ikannya kan melimpah. Wong dulu diambil 7.000 sampai 13.000 kapal. Sekarang itu ditangkap ada berapa? Seingat saya ada 488 kapal yang sudah ditenggelamkan. Artinya apa?, pertanyaan saya. Mestinya produksi ikan dari hasil tangkap kita melimpah, mestinya. Sehingga saya tanyakan ke Menteri, hasilnya naik tidak. Ada ini angkanya. Kok naiknya sedikit? Apakah kapalnya sekarang sangat berkurang atau… Saya itu pasti saya kejar. Atau izin-izinnya sulit atau izinnya bertele-tele? Itu yang ingin saya lihat. Jadi jangan sampai mengurus izin sampai berbulan-bulan, bertahun.

Apa-apaan, kalau saya tidak bisa menerima hal seperti itu. Entah itu di Kementerian Perhubungan atau entah itu di Kementerian KKP, enggak lah. Masa mengurus izin zaman IT kayak begini masih… Saya berminggu-minggu saja enggak mau apalagi berbulan-bulan, apalagi ada yang bertahun.

Yang kedua Bapak-Ibu sekalian,
Kita ingin sumber daya alam laut kita ini memberikan manfaat yang berkelanjutan. Tidak untuk hanya untuk kita saja tetapi juga untuk anak cucu kita. Sehingga pengaturan-pengaturan kita dalam penangkapan ikan itu mestinya ada pengaturannya, tidak bebas semau-maunya. Itu yang memang negara harus mengatur.

Tetapi kalau kita melihat dua pertiga Indonesia adalah air, dua pertiga Indonesia adalah laut, ya mestinya… Masa laut segede itu kita masih kekurangan ikan. Ini yang enggak benar yang nangkep  atau yang ikannya lari ke mana-mana. Pikiran saya seperti itu kadang-kadang. Kebangetan sekali kalau kita kalah dengan negara-negara kanan-kiri kita urusan menangkap ikan.

Nah, sekarang saya ingin maju yang 30 GT ke atas, satu orang saja, silakan tunjuk jari. Tunjuk jari. Tunjuk jari yang 30 GT ke atas, sebentar. Itu banyak. Sebentar, yang 30 GT ke atas, sebentar, sebentar. Sekarang banyak banget, sebentar, sebentar. Banyak banget, saya milih. Tadi tunjuk jari enggak berani sekarang tunjuk semua. Ya, boleh yang belakang itu. Yang belakang, sudah, maju.

Yang 10 GT ke bawah, katanya tadi ada. Tadi mana yang 10 GT ke bawah? Yang 10 GT ke bawah. Sini, sini Pak , sini, sini. Yang 10 GT ke bawah, boleh.

Yang pindah dari cantrang ke bukan cantrang, katanya ada. Ya sudah maju sebanyak-banyaknya saya mau tanya satu-satu. Sini, sini Pak, dekat-dekat. Sini, dekat sini. Nah dekat, agak merapat, nah.

Ya dikenalkan dulu dari nama.

(Dialog Presiden RI dengan Perwakilan Nelayan)

Suharto (Nelayan dari Indramayu)
GT-nya di atas 30, ada yang 58, 78, ada yang 93. Alhamdulillah sekarang (mengurus izin) sudah bagus. Mulai bulan Desember sama Januari ini sangat cepat, Pak. Soalnya mulai Desember kita ini enggak sampai satu bulan kelar.

Presiden Republik Indonesia
Benar? Ini bagaimana sih, ada yang benar, ada yang bohong. Bagaimana? Aduh. Berarti intinya memang masih belum cepat begitu ya. Oke, ada yang cepat, ada yang enggak cepat? Oke. Sekarang pertanyaan saya, mengurus izin berapa hari? Ini izin yang mana, yang SIUP atau yang SIPI?

Suharto (Nelayan dari Indramayu)
Yang perpanjang SIPI, Pak. Enggak sampai satu bulan, Pak. Kurang lebih 20 harian Pak. (Kalau dulu) saya yang proses bulan tiga sampai bulan sebelas itu lama Pak.

Presiden Republik Indonesia
20 hari, masih lama 20 hari. Izin, saya berikan contoh izin di BKPM yang dulu bertahun-tahun sekarang kita ubah dua jam bisa keluar sembilan izin. Dua jam keluar sembilan izin. Dua jam keluar sembilan izin. Zaman kayak begini, zaman artificial intelligence, zaman internet of things, zaman virtual reality, masa masih berhari-hari? Jam urusannya sekarang harusnya.

Pak Dirjen, mana Pak Dirjen? Siapin, ubah lagi. Ubah lagi, ini harus cepat, Pak.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Yang penting laporannya harus benar Pak. Laporan keuangan dan laporan produksinya harus benar.

Presiden Republik Indonesia
Ya diajari mereka agar benar. Kemudian KKP juga harus benar. Laporan dari pengusahanya benar tapi KKP juga harus benar dan cepat. Dua-duanya dong.

Kita, sekali lagi, saya ingin, nanti Bu Menteri juga perintah ke Dirjen sama, perintah saya sama, bangunlah sebuah sistem untuk perizinan yang cepat, yang jam lah. Urusan kita sekarang zaman IT kayak begini masih hari, masih minggu, enggaklah. Apalagi bulan, enggaklah. Jam.

Pergi sekarang ke BKPM yang mau investasi, coba, kalau ada pengusaha yang di sini. Mau bangun apa, sembilan izin, dua jam jadi. Dan saya buktikan betul. Izin-izin yang lain, komitmen-komitmen, artinya yang syaratnya yang menyiapkan pengusahanya bukan di sisi pemerintah.

Bangun sistem, baik di Perhubungan maupun di KKP semuanya kita ini harus kita perbaiki, harus kita benahi. Kita sekarang blak-blakan enggak apa-apa. Yang dulu-dulu enggak usah kita urus lagi tapi ke depan memang harus diperbaiki secara kecepatan perizinan itu secara baik. Sudah enggak musim lagi kita ini mengurus datang bolak-balik enggak rampung-rampung.  Bolak-balik lagi, enggak rampung. Bolak-balik lagi.

Saya cerita ya, ini pengalaman saya 17 tahun yang lalu. Saya investasi, itu sudah 17 tahun yang lalu, saya investasi di Uni Emirat Arab, yang namanya Dubai. Saya datang bawa syarat, saya datang ke sebuah meja, tanda tangan, “Bapak pergi ke gedung sebelah.” Saya jalan kira-kira sepuluh menit jalan ke sana, diterima di kantor notariat, “Bapak tanda tangan di sini.” Saya tanda tangan. Yang di meja sana, “Bapak kembali lagi ke meja yang tadi Bapak diterima.” Saya kembali lagi. Tidak ada setengah jam semua izin rampung, saya bisa langsung membangun pabrik, membangun showroom, membangun kantor, membangun gudang. Coba? Itu sudah 17 tahun yang lalu. Setengah jam, betul-betul setengah jam. Itu yang mau saya tiru. Itu yang mau saya tiru, saya kopi persis, di semua kementerian, di semua kementerian.

Bapak-Ibu setuju ndak? Yang tidak yang tidak setuju silakan maju saya beri bersepeda. Maju yang tidak setuju dengan ide itu.

Ini satu-satu memang mau kita benahi. Ke depan kalau kita enggak memakai sistem-sistem yang melompat seperti itu, ditinggal kita sama negara-negara lain. Percaya. Itu sudah 17 tahun yang lalu, saya alami sendiri. Itu sudah super cepat seperti itu. Kalau kita tidak berani mengobrak-abrik dan membenahi itu, ditinggal betul kita, ditinggal.

BKPM ini juga sudah lah, enggak usah pikir banyak-banyak, pergi saja ke Dubai, cek di sana yang namanya Kantor Perekonomian di sana, tiru sistemnya, sudah. Kalau dia bisa, kita juga harus bisa. Saya sampaikan, nyatanya BKPM juga bisa. Semua kementerian harus bisa. Ya! Setuju?

(Dialog Presiden RI dengan Perwakilan Nelayan)

Presiden Republik Indonesia
Tapi kalau saya lihat memang di sini gede-gede ini. Saya lihat wajahnya juga kaya raya semua. Lha iya, tangkapannya kayak begitu tadi, urusannya milyar, milyar, begitu kan gede-gede banget. Apa lagi tadi 80 GT, 90 GT, gede-gede, saya sudah bayangin. Dan kita senang, jangan dipikir enggak senang. Senang Bapak-Ibu kalau dapat ikan banyak, punya kapal 80 GT, 10 atau 20 atau 50, senang pemerintah, jangan dipikir tidak senang. Senang. Tapi ya itu, marilah kita mulai tertib. Kalau minta izin ya kan, jangan ada yang ukurannya diperkecil, yang mark down.

Tapi ya itu, saya nanti juga minta, kan tadi sudah saya minta agar ada pembenahan di dalam perizinan juga. Sama-sama begitu lho. Sehingga  betul-betul kita tahu sebetulnya hasil ikan yang kita dapatkan per tahun ini berapa, jelas itu. Masa 7.000 kapal sampai 13.000 kapal hilang, kita enggak dapat hasil yang melimpah. Ada yang keliru lah kalau begini.

Ini kapal kita ini per tahun tambah enggak sih? Tambah? Tambah, nggih, sudah.

Oke silakan duduk. Jangan minta sepeda. Oh ini, sebentar, sebentar, ini sekarang tidak boleh memberi sepeda ya saya beri yang lain. Ini saya beri foto saja, ini lebih mahal dari sepeda ini kalau menurut saya. Oke. Itu fotonya mahal itu, coba dilihat di belakangnya ini, sisi belakangnya ada ‘Istana Presiden Republik Indonesia’. Kalau sepeda itu bisa dapat sepuluh sepeda itu. Jangan dipikir hanya foto biasa.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja keras di Kementerian KKP, Bu Susi dan seluruh Dirjen. Dan sekali lagi, saya minta agar perbaikan-perbaikan sistem kita di perizinan betul-betul diperbaiki, baik di Perhubungan, baik di KKP, sehingga seluruh pelaku usaha perikanan ini betul-betul merasa dilayani, tidak dipersulit tetapi dipermudah dalam urusan izin apapun.

Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru