Jaga Inflasi, BI Rate Bertahan di 7,75%

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 11 Desember 2014
Kategori: Berita
Dibaca: 21.782 Kali

Women walk toward the entrance of Indonesia's central bank building in JakartaRapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Kamis (11/12) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI (BI Rate) sebesar 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 8,00% dan 5,75%.

Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs dalam siaran persnya Kamis (11/12) mengemukakan, tingkat suku bunga tersebut masih konsisten untuk memastikan tekanan inflasi jangka pendek pasca pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakuka pemerintah masih terkendali pada sasaran 4±1% pada 2015.

“Kebijakan tersebut juga sejalan dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh selama ini untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat,” kata Peter.

Ia menyebutkan, BI terus memperkuat bauran kebijakan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga. Kebijakan moneter yang cenderung ketat, lanjut Peter, tetap dilanjutkan untuk mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, sementara kebijakan makroprudensial yang akomodatif ditempuh agar pengetatan moneter tersebut tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas sistem keuangan.

Pemulihan Ekonomi Berlanjut

RDG BI juga melihat, bahwa pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut meski tidak merata dan cenderung lambat. Perekonomian AS, yang menjadi motor pemulihan ekonomi global, terus menunjukkan perbaikan dan berada dalam siklus yang meningkat.

“Normalisasi kebijakan moneter the Fed terus berlangsung dengan kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) mulai triwulan II-2015 sehingga mendorong apresiasi dolar AS yang kuat terhadap hampir seluruh mata uang dunia dan meningkatkan risiko pembalikan modal asing dari emerging markets, termasuk Indonesia,” papar Peter Jacobs,

Sebaliknya, lanjut Peter, perekonomian Eropa dan Jepang masih mengalami tekanan meskipun terus dilakukan stimulus dari sisi moneter. Ia juga menyebutkan, perlambatan ekonomi Tiongkok juga terus berlangsung akibat proses rebalancing ekonomi yang ditempuhnya.

“Perkembangan ini telah mendorong harga komoditas global khususnya komoditas mineral dan pertanian menurun lebih besar dari yang diperkirakan,” ujar Peter seraya menyebutkan, pola pertumbuhan ekonomi dunia dan penurunan harga komoditas tersebut berpengaruh terhadap struktur ekspor Indonesia dengan meningkatnya ekspor manufaktur dan masih tertekannya ekspor komoditas primer.

Sementara itu, harga minyak dunia menurun drastis dan diperkirakan akan berlanjut di tahun 2015 seiring dengan pasokan yang meningkat dari AS di tengah permintaan dunia yang melambat. “Secara keseluruhan, sebagai negara yang net importer dalam minyak, penurunan harga minyak dunia akan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia, baik dari sisi fiskal, neraca pembayaran maupun pertumbuhan ekonomi,” terang Peter.

Domestik Melambat

Mengenai pertumbuhan ekonomi domestic, RDG BI memperkirakan pada triwulan IV-2014 masih melambat meskipun akan mulai kembali membaik di triwulan I-2015. Konsumsi diperkirakan sedikit melambat pada triwulan IV-2014, terutama didorong oleh masih melambatnya konsumsi pemerintah sejalan dengan program penghematan dan melambatnya konsumsi rumah tangga sebagai dampak dari kenaikan inflasi.

:Konsumsi akan kembali meningkat lebih tinggi pada triwulan I-2015 didorong oleh kenaikan konsumsi Pemerintah seiring dengan membesarnya ruang fiscal,” ujar Peter.

Meningkatnya pertumbuhan konsumsi tersebut, jelas Direktur Departemen Komuikasi BI itu akan mendorong kenaikan investasi baik bangunan maupun non-bangunan.

Untuk keseluruhan tahun 2014, menurut Peter, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,1-5,5%, namun kembali meningkat di triwulan I-2015 dan diperkirakan akan mencapai kisaran 5,4-5,8% pada 2015.

RDG juga memperkirakan, inflasi yang terkendali dan rendah hingga Oktober 2014 akan kembali meningkat pada November 2014, terutama didorong oleh dampak kenaikan harga BBM.

“Inflasi administered prices meningkat terutama didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif angkutan darat dan tarif tenaga listrik (TTL),” jelas Peter Jacobs.

Bank Indonesia memperkirakan dampak kenaikan harga BBM akan berlangsung secara terkendali dan temporer sekitar tiga bulan, dengan puncaknya pada bulan Desember 2014. Menghadapi hal itu, langkah-langkah koordinasi dengan Pemerintah diperkuat, khususnya dalam meminimalkan dampak lanjutan (second round effect) kenaikan harga BBM bersubsidi, khususnya terkait tarif transportasi.

Selain itu, koordinasi juga perlu difokuskan pada upaya memperkuat pasokan bahan pangan agar tidak memberikan tambahan tekanan kenaikan harga. Dengan langkah-langkah tersebut inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan terkendali dalam kisaran 4 ± 1%.  (Depkom BI/ES)

Berita Terbaru