Tidak ‘Ujug-Ujug’, Bappenas: Rencana Pemindahan Ibu Kota Sudah Dikaji Sejak 2017

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 1 Oktober 2019
Kategori: Berita
Dibaca: 869 Kali

Ketua Tim Komunikasi IKN Hirmawan Hariyoga saat berbicara dalam Forum Tematik Bakohumas, di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (1/10) pagi. (Foto: Heni/Humas)

Rencana pemindahan ibu kota negara, dari Jakarta ke wilayah antara Kabupaten Kutai Kartanegara dengan Kabupaten Paser Penajam Utara, Provinsi Kalimantan Timur, bukanlah sebuah rencana yang ‘ujug-ujug’ atau tiba-tiba. Tetapi sudah dilakukan kajian sejak tahun 2017.

Demikian disampaikan oleh Ketua Tim Komunikasi Ibu kota Negara (IKN)/Sekretaris Menteri PPN/Bappenas Hirmawan Hariyoga Djojokusumo dalam paparannya pada acara Forum Tematik Bakohumas, yang mengangkat tema “Urgensi Pemindahan Ibu kota Negara,” di ruang rapat Kementerian PPN/Bappenas, Jl. Taman Suropati No. 2, Jakarta, Selasa (1/10) pagi.

Hirmawan menjelaskan, dalam melakukan kajian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tidak sendirian, tapi bekerja sama dengan Kementerian PUPR, Kementerian ATR/BPN, Kementerian LHK, Badan Geologi, Kementerian ESDM, dan Badan Informasi Geospasial (BIG).

“Prosesnya lumayan panjang, sampai akhirnya Presiden memindahkan Jakarta ke Kalimantan Timur,” kata Hirmawan.

Pada tahap awal, jelas Ketua Tim Komunikasi IKN itu, kajian mencakup kemungkinan kalau ibu kota tetap di Pulau Jawa. Ada satu distrik yang isinya Government District., lanjut Hirmawan, referensinya ada di beberapa negara maju.

Alternatif kedua, pindah ke sekitar Jakarta, seperti di Jonggol, atau alternatif lainnya di Kota Maja, contohnya Putrajaya, Malaysia.

“Itu pun bukan solusi terbaik, antara lain daya dukung Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan, di Jakarta pada khususnya dan Jawa pada umumnya. Kondisinya suboptimal dalam konteks masalah yang dihadapi Jakarta pada khususnya dan Jawa pada umumnya,” terang Hirmawan.

Menurut Hirmawan, ada 7 kriteria penentuan lokasi ibu kota negara, yaitu: 1. Lokasi strategis; 2. Tersedia lahan luas; 3. Bebas bencana; 4. Tersedia sumber daya air; 5. Dekat dengan kota excisting yang sudah berkembang; 6. Potensi konflik sosial rendah; dan 7. Memenuhi perimeter pertahanan dan keamanan.

Berdasarkan kriteria tersebut, lalu tersaring 3 lokasi di luar Jawa yang aman dan bebas terhadap risiko bencana gempa bumi, gunung berapi, dan tsunami.

“Kalimantan relatif rendah risikonya. Kalau Sumatra masih bagian barat, tidak di tengah Indonesia,” ungkap Hirmawan seraya menamahkan, ibu kota juga  harus memiliki akses dengan perairan laut.

Sekretaris Menteri PPN/Bappenas itu  meniai, keputusan yang diambil Presiden untuk memindahkan lokasi ibu kota negara di wilayah antara Kabupaten Kutai Kartanegara dengan Kabupaten Paser Penajam Utara, Provinsi Kalimantan Timur sudah berdasar pada kajian teknokratis.

Awal 2024

Dalam kesempatan itu, Sekretaris Menteri PPN/Bappenas Hirmawan Hariyoga menyindir pandangan yang disampaikan sejumlah kalangan terhadap posisi ibu kota negara.

“Yang harus dipahami, yang ingin dibuat adalah pusat administrasi pemerintahan,” terang Hirmawan seraya menyindir pandangan seolah-olah mengatakan setelah Jakarta banyak masalah, pemerintah tidak bertanggung jawab dengan pindah ibu kota.

Padahal, tegas Hirmawan, pemerintah sudah melakukan banyak hal untuk Jakarta.

Hirmawan menyampaikan, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin bisa berkantor di lokasi baru ibukota negara RI itu pada 2024. “Ini PR (pekerjaan rumah) besar Kementerian PUPR,” tukasnya.

Rencana Pemindahan Ibu Kota ini, jelas Ketua Tim Komunikasi Ibu Kota Negara, sejalan dengan visi Indonesia 2045 yang menjadikan Indonesia nanti negara maju dan negara berpenghasilan tinggi.

“Saat ini posisi kita negara berpenghasilan menengah ke arah atas. Negara maju itu, negara berpenghasilan tinggi,” kata Hirmawan. (AIT/HEN/ES)

Berita Terbaru